Sedang Membaca
Gradasi Wujud dan Trinitas Kristen: Allah-Roh Kudus-Yesus Itu Satu Wujud

Mahasiswa Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat Islam Sadra - Jakarta.

Gradasi Wujud dan Trinitas Kristen: Allah-Roh Kudus-Yesus Itu Satu Wujud

Barangkali, sebagian besar umat muslim masih sulit mengucapkan selamat natal tersebab keimanan umat kristiani yang meyakini tuhan berada dalam tiga entitas: Allah, Roh Kudus, dan Yesus. Ketiganya menurut umat kristiani memiliki substansi yang sama.

Di lain pihak, umat muslim meyakini hanya satu dari yang tiga tersebut sebagai Tuhan. Yakni Allah saja. Bahwa Tuhan itu bersifat tunggal dan tidak bisa disamakan oleh maujud apapun. Mengakui adanya Tuhan yang terangkai dalam tiga maujud menurut keyakinan Islam sama saja dengan menyekutukan-Nya.

Secara konsep keduanya memang berbeda. Perbedaan teologi inilah kemudian yang menimbulkan beragam kegaduhan sosial hingga munculnya perdebatan seputar hukum halal atau haram mengucapkan selamat natal. Jika yang dilihat hanya perbedaan, tentu adu jotos tentang Tuhan tak akan pernah selesai.

Perlu ada pandangan lain yang bisa mempertemukan keyakinan umat Islam dan Kristen. Jika ditelisik, ada satu pandangan dari Mulla Shadra –seorang filsuf tersohor di dunia Islam– yang tampaknya bisa menjadi alternatif pertemuan dua akidah tersebut. Namanya Gradasi Wujud (‘Tasykikul Wujud‘ dalam bahasa filsafat Islamnya).

Pertama-tama, perlu dipahami bahwa yang dinamakan “wujud” itu adalah ketunggalan mutlak yang tak bisa dibagi-bagi. Jangan memaknai wujud seperti apa yang didefinisikan dalam KBBI. Wujud tidak bisa didefinisikan. Wujud ya wujud. Wujud itu semestinya terasosiasi pada sesuatu yang meliputi segala sesuatu. Segala sesuatu itu sesungguhnya wujud.

Ketika melihat pohon, misalnya, benak manusia sebenarnya menangkap wujud terlebih dahulu sebelum unsur-unsur dalam pohon tersebut, seperti daun, kayu, ranting, buah, dan lain-lain. Namun, wujud tak kasat mata, ia bersifat abstrak dan hanya teralami dalam benak manusia. Kalau saja manusia jeli, wujud itu lah yang sebenarnya mengonfirmasi bahwa, “ini namanya pohon looh”.

Tidak mungkin pohon ada terlebih dahulu sebelum adanya wujud. Justru karena adanya wujud, pohon itu bisa ada. Wujud menjelma dalam bentuk pohon. Dari sini kita memahami bahwa ternyata, segala sesuatu itu butuh kepada wujud. Seluruh alam semesta tidak akan eksis (ada) kalau tidak di-wujudkan. Wujud memberi kita kekuatan untuk mewujud hingga kita ada seperti sekarang ini. Kalau kita masuk ke agama, wujud ini adalah Tuhan.

Baca juga:  Tasbih Fatimah Az-Zahra, Kritik Takbir Neno Warisman

“.….Dan Allah meliputi segala sesuatu“. (An-Nisa: 126).

Langkah berikutnya adalah gradasi wujud. Karena Wujud (Allah) meliputi segala sesuatu, maka maujud-maujud selain-Nya butuh kepada Dia untuk bisa eksis. Sadar atau tidak, kita dan segala apapun yang ada di alam semesta, adalah bagian dari wujud itu sendiri. Hanya saja, intensitas atau kekuatan wujud yang kita miliki tak lebih besar dari wujud yang utama tadi.

Wujud yang utama itu bersifat mandiri atau tidak membutuhkan wujud lain agar dia bisa mewujud. Sementara kita, sejatinya tidak mempunyai wujud kalau bukan diberikan oleh sang wujud utama. Itu sebabnya wujud kita bersifat membutuhkan wujud lain selain diri kita. Wujud utama mendeterminasi wujudnya hingga terjadilah segenap bentuk ciptaan yang ada di alam semesta.

Baru lah, kita bisa menarik benang merahnya, bahwa wujud itu sejatinya hanya satu. Tidak ada apapun selain wujud. Tapi menjadi terlihat beragam di alam ini karena setiap maujud mempunyai bentuk –dalam filsafat Islam disebut mahiyyah–nya masing-masing. Inilah “Gradasi Wujud”.

Jauh sebelum Mulla Sadra masyhur berkat teori wujudnya, Ibn ‘Arabi sudah lebih dulu memperkenalkan pandangan senada. Namanya Wahdah al-Wujud. Teori ini mengatakan bahwa yang wujud hanyalah Allah. Sementara alam semesta hanyalah bayang-bayang-Nya. Perbedaan Wahdah al-Wujud dan Gradasi Wujud terletak pada pengakuan keberadaan mahiyyah.

Sesudah kita pahami gradasi wujud, maka dapat kita sintesiskan bahwa Yesus dan Roh Kudus sebenarnya adalah bagian dari wujud. Yesus dan Roh Kudus dengan bentuk determinasi wujud berupa manusia dan roh non materi tak lain merupakan pancaran sang wujud (Allah). Memang wujud itu satu. Allah itu satu. Akan tetapi, Dia mengejawantahkan wujud-Nya yang lain dalam bentuk Yesus dan Roh Kudus.

Baca juga:  Tafsir Udkhulu fis Silmi Kaafah

Meminjam istilah ‘irfan nazhari, bahwa segala sesuatu selain Tuhan (al-Haqq) adalah bentuk tajalli atau manifestasi Diri Allah. Alam semesta ini sesungguhnya hanyalah bayang-bayang Allah. Meskipun alam semesta ini adalah penampakan lahir-Nya, namun wujud hakikinya bukanlah wujud alam yang dapat dijangkau indra ini, karena ia hanya bersifat khayalan belaka. Wujud yang hakiki hanya Allah semata.

Sah-sah saja jika umat Kristiani menyebut bahwa Yesus dan Roh Kudus adalah Allah, jika dilihat dari kacamata literlek gradasi wujud dan wahdah al-wujud. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah, wujud Yesus dan Roh Kudus itu butuh kepada Allah alias tidak hakiki. Wujud Allah lah yang hakiki ketimbang keduanya. Wujud Allah bermanifestasi. Dan mewujudlah Yesus dan Roh Kudus.

Kehadiran wujud keduanya tidak lantas menegasikan atau menghilangkan wujud Allah. Wujud Allah tetap eksis seperti sedia kala. Tidak berubah. Tidak Terbatas. Dan Tidak berkembang biak layaknya amuba yang membelah diri menjadi beberapa wujud. Yang jelas, wujudnya simpel dan tidak terdikotomi maupun terbagi-bagi.

Bagaimana mau terbagi-bagi, kan yang wujud cuma Dia? Terlihat banyak wujud di alam itu cuma gradasi/pancaran yang tak terputus dan terus-menerus mendapat asupan wujud dari sang maha wujud.

Jika umat Kristiani menerapkan konsep ini, saya yakin pemahaman mereka terhadap Tuhan tetaplah mengakui bahwa Tuhan itu esa. Dan boleh jadi seperti inilah yang mereka pahami selama ini sehingga kalau kita lihat perdebatan dari grup ke grup, umat Kristiani selalu mengatakan bahwa mereka yakin Tuhan itu Esa. Tapi kok bisa tiga? Ya coba baca lagi ulasan ini dari atas.

Baca juga:  Anjing dalam Alquran

Jadi, tak ada yang perlu ditengkarkan lagi. Kita sudah memahami bahwa wujud itu tunggal. Dan wujud yang tunggal itu dalam agama disebut Tuhan/Allah. Jika kemudian muncul yang namanya Tuhan Bapa/Allah, Tuhan Roh Kudus, dan Tuhan Yesus, ya kita pahami saja konsep itu secara gradasi wujud. Toh, semua akan berhulu ke Allah.

Kita harus berhusnuzan bahwa saudara-saudara kita dari umat Kristiani barangkali hendak mengatakan bahwa Allah memanifestasikan Dirinya ke alam materi dan non materi berupa wujud lain, yakni Roh Kudus dan Yesus. Jadi, kalau ada saudara Kristiani menyebut “Yesus itu adalah Allah“. Jawab saja: “Benar, Yesus itu Allah dalam bentuk manifestasi wujud-Nya berupa manusia“.

Ingat, bahwa Al-Hallaj –seorang sufi dari Iran– saja pernah kebablasan menyebut dirinya sebagai Tuhan setelah ia kehilangan wujudnya akibat mengalami ekstase saat berjumpa dengan realitas Tuhan (fana‘). Hal itu menandakan bahwa memang tidak ada yang wujud selain wujud Allah. Sehingga disebutkan ketika seorang sufi menempuh perjalanan ruhani dan mencapai realitas Tuhan, semua khayalan wujud alam itu, termasuk dirinya, lenyap dan yang ada hanyalah Wujud al-Haqq.

Mungkin ini bisa jadi titik temu kedekatan antara Islam dan Kristen. Dan bisa menjadi alternatif pandangan untuk mewarnai kehidupan sosial dengan toleransi. Tak perlu memandang perbedaannya. Toh, perbedaan tentang konsep Tuhan itu bisa menjadi harmonis ketika kita memandangnya dengan menggunakan perspektif Gradasi Wujud. Dengan jalan ini pula kita tak perlu sungkan untuk mengucapkan: “Selamat Natal 2020”.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (2)
  • Wah keren mas Alif, memang beda kebijaksanaan orang dengan agama yang telah menyentuh dimensi batiniah agama. Andai lebih muslim seperti anda di Indonesia

    • Benar mas,
      Begitulah semustinya.

      Ruh adam,…..musa ,isa dan muhammad itu siapa? jika mereka tahu tidak mungkin ada perselisihan di antara mereka,oleh sebab itu dilarang membedakan mereka dan risalah yg mereka bawa.

      ustadz sayyid habib yahya

Komentari

Scroll To Top