Dengan mengubah nama menjadi Abdul Ghoffar, Snouck Hurgronje dapat masuk ke wilayah yang paling dianggap suci oleh ummat Islam. Bukan itu saja, bak pemimpin besar Snouck Hurgronje diantar dan diajak masuk ke dalam Ka’bah oleh Syarif Mekkah. Semudah itukah, seorang yang berpura-pura mengaku muallaf diperlakukan istimewa di Tanah Suci? Ternyata kalau ditelisik hal itu buah dari persekongkolan.
Diakui, Snouck Hurgronje merupakan orang cerdik yang dapat mengambil moment. Dia paham bahwa setiap akan memasuki musim haji ada “persekongkolan” antara syarif Mekkah-Madinah dengan para ketua suku Badui di satu sisi, dan di sisi lain antara Syarif Mekkah sebagai wakil penguasa Turki Utsmani dengan orang-orang Barat.
Selama masa kekuasaan Turki Utsmani, jalan-jalan yang menghubungkan kota-kota suci dan yang menghubungkan dengan kota pelabuhan (Jeddah dan Yambu’) dipenuhi bahaya bagi para musafir. Bahaya itu berupa perampasan dan perampokan yang dilakukan oleh suku-suku Badui yang menguasai jalur-jalur itu.
Suku Badui yang besar-besar sebenarnya melakukan perampokan dengan rasa hormat terhadap jamaah haji, dan mereka tidak bermaksud menyakitinya. Asalkan jamaah haji tidak melakukan perlawanan saat dirampok, jiwa mereka sangat dilindungi. Uniknya dalam perampokan ini, para ksatria berkuda padang pasir itu pada saat merampas harta jamaah mereka juga memberikan secarik cek kertas senilai barang rampasan yang mereka kuasai.
Cek kertas itu atas nama Bendahara Otoman (Turki Utsmani). Rupanya Syarif Hijaz telah bersekongkol dengan kepala-kepala suku Badui setiap tahunnya ketika mendekati musim haji. Cek itu semacam kartu retribusi pajak liar yang dibuat Bendahara Otomon untuk dikelola oleh suku-suku Badui terkemuka sebagai pengelola keamanan rute perjalanan jamaah haji. Kebijakan itu dilakukan karena keterbatasan pegawai di bawah komando Syarif Hijaz.
Ada pula bukti retribusi itu merupakan cek asli tapi palsu: Asli dan betul dikeluarkan Bendahara Otomon namun masa berlakunya sudah usang. Hal ini biasanya terjadi karena adanya kebuntuhan kesepakatan antara Syarif Hijaz dengan para kepala suku.
Sebagai pengelola Tanah Suci, Syarif Hijaz sering ketempuhan mengembalikan kompensasi harta rampokan jamaah oleh para ksatria berkuda gurun pasir itu, sehingga kehilangan sebanyak sepuluh hingga dua puluh juta Franc per-tahun.
Sementara Syarif Hijaz bersekongkol dengan suku-suku Badui, di pihak lain pemerintah Ottoman di Turki yang tidak mau malu dan tercoreng wajahnya atas pemberitaan perampokan di kawasan Tanah Suci juga melakukan persekongkolan dengan biro-biro atau agen-agen Barat yang bermarkas di pelabuhan.
Biro-biro asing di Jeddah diminta tidak mengekspos berita negatif yang terjadi di Tanah Suci. Sebaliknya, diminta membantu menjadi lembaga konsul dan mediasi apabila terjadi kejahatan yang mengorbankan jamaah haji asal negeri jajahan yang diwakili biro-biro asing itu.
Seperti jika terdapat jamaah asal Hindi Belanda yang dirampok dalam perjalanan ke tanah suci maka biro perwakilan Kerajaan Belanda dimintai menjadi mediator untuk menyelesaikan masalah jamaah itu. Jadi, terjadi tarik-menarik kepentingan dalam setiap penyelenggaraan haji pada masa itu.
Dalam situasi seperti itulah, Snouck Hurgronje membaca peluang untuk dapat masuk lebih dekat ke dalam wilayah tanah suci. Namun untuk masuk ke Tanah Suci dirinya terlebih dulu harus masuk Islam. Diapun berkenalan dengan Aboe Bakar Djajadiningrat, orang Banten yang telah lama tinggal di pinggiran Mekkah. Snouck banyak tahu seluk beluk kehidupan jamaah haji asal Nusantara dan belajar bahasa Melayu dari Abu Bakr.
Sedangkan untuk belajar bahasa Arab, Snouck berguru kepada Sayyid Abdullah al-Zawawi ulama asal Maroko yang dikenal baik oleh Abu Bakr Djajadiningrat. Ulama Maroko ini pula yang membimbing pembacaan syahadat Snouck Hurgronjo dengan disaksikan oleh 2 orang kadi asal Turki pada 16 Januari 1885.
Snouck Hurgronje menyamar menjadi muallaf bernama Abdul Ghaffar. Penyamarannya ini berdasarkan surat yang dikirimkan kepada teman sekaligus gurunya yang merupakan ahli islamologi dari Jerman, Theodor Noldeke. Dia sampaikan melalui suratnya itu bahwa dirinya masuk Islam secara lahiriah guna memperlancar tugasnya sebagai pegawai biro untuk membantu melakukan mediasi apabila terjadi masalah di kalangan jamaah haji asal Nusantara.
Tugas ini dia jalankan pada tahun kedua sesudah dirinya berada di daratan Hijaz, yakni pada tahun 1885. Dikarenakan tugas ke-biro-an ini adalah bagian perintah Khalifah Turki Utsmani, maka Snouck Hurgronje dijamu secara istimewa oleh syarif Hijaz. Hal ini mengingat bahwa sekali Snouck melaporkan pemberitaan negatif kawasan tanah suci, maka akan mencoreng wajah penguasa Ottoman. Inilah salah satu kecerdikan Snouck Hurgronje yang tidak banyak diulas dalam catatan sejarah.