Sedang Membaca
Snouck Hurgronje Naik Haji (II): Berlabuh di Pelabuhan Jeddah
M. Ishom el-Saha
Penulis Kolom

Dosen di Unusia, Jakarta. Menyelesaikan Alquran di Pesantren Krapyak Jogjakarta dan S3 di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta

Snouck Hurgronje Naik Haji (II): Berlabuh di Pelabuhan Jeddah

Img 20200728 Wa0123

Snouck Hurgronje berangkat haji pada musim haji 1300 H (1884) dengan mengemban misi rahasia dari negerinya, Belanda. Sesampainya di pelabuhan Jeddah, ia tidak langsung masuk ke tanah suci. Dia melakukan pengamatan dan pencatatan sebagai bahan informasi yang penting disampaikan kepada atasannya.

Di Jeddah, Snouck membangun hubungan yang dekat dengan seorang dokter, Abu Sa’d Kamaran yang bertugas di dinas kebersihan Laut Merah. Kantor ini di bawah pengawasan badan internasional, Dewan Tinggi Kebersihan yang berkedudukan di Konstantinopel. Pejabat kedinasan ini bertugas mencatat dan mengawasi lalu lintas orang, termasuk memeriksa kesehatan dan melakukan karantina orang-orang yang bermasalah kesehatan.

Hanya saja, menurut Snouck, tidak ada pekerjaan serius yang dilakukan pejabat kedinasan ini. Mereka seperti “kartun” atau gambar hidup yang mudah dikenali dan dilihat oleh orang-orang yang baru menginjakkan kakinya di pelabuhan Jeddah, tapi tidak melakukan tugas berarti. Kegiatan mereka hanya mencatat kapal dan jumlah penumpangnya yang baru merapat di pelabuhan. Tanpa melakukan pemeriksaan bawaan rombongan, apalagi memeriksa kesehatan mereka.

Snouck Hurgronje menjelaskan berdasarkan dokumen-dokumen yang diperolehnya dari dokter Abu Sa’d, bahwa hanya ada satu tugas yang berhasil dilakukan dengan sangat baik oleh dinas kebersihan Laut Merah. Yaitu peningkatan jumlah jamaah haji yang melakukan perjalanan melalui laut. Laporan ini selalu tersusun baik dan dapat dipertanggungjawabkan, dibandingkan aspek pelaporan lainnya yang dibuat seperti catatan dongeng.

Baca juga:  Kiai Wahab dan Rokoknya

Khusus halaman berisi jumlah jamaah yang datang dibuat sangat lengkap. Laporan ini dapat dijadikan petunjuk mengenai asal, kebangsaan, dan kapal yang mengangkut mereka. Data orang yang datang dilaporkan secara lengkap sebab angka keseluruhan berguna untuk menentukan jumlah pajak karantina yang harus dibayarkan setiap jamaah kepada kas dinas kebersihan internasional. Pajak ini memang satu-satunya hasil kontrit dan nyata dari lembaga istimewa ini yang berpusat di Konstantinopel.

Walaupun pegawai di lapangan sama sekali tidak pernah memeriksa kesehatan tiap-tiap jamaah yang baru datang. Inilah salah satu factor yang menjadi titik awal penyebaran penyakit di antara para jemaah yang menunaikan ibadah haji. Tidak ada pertolongan berarti bagi mereka yang jatuh sakit.

Setibanya di daratan Hijaz, masing-masing orang disibukkan dan direpotkan dengan membawa barang bawaan masing-masing. Tidak sedikit manusia dari berbagai bangsa itu yang meninggal terlebih dulu dalam perjalanan dari Jeddah menuju Mekkah.

Dalam pengamatan Snouck, pemandangan agak berbeda tampak dari jamaah berkulit “sawo” asal Nusantara. Jamaah asal Indonesia setibanya di Jeddah “diurus” perwakilan lembaga jasa perjalanan dalam lingkaran Straits Sttlement. Diurus maksudnya di sini adalah karcis perjalanan para jamaah asal nusantara.

Dalam aturannya, setiap jamaah harus memiliki karcis pulang-pergi. Jamaah yang sampai di Jeddah langsung dimintai karcisnya dengan alasan untuk disimpan dan supaya tidak hilang. Walaupun tak sedikit kasus penjualan tiket pulang seorang jamaah kepada pihak lain dikarenakan yang bersangkutan belum dapat membayar hutang perjalanan haji kepada pihak agen.

Baca juga:  Ngaji Tuwo ala Mbah Moen

Sedangkan jamaah asal nusantara untuk melanjutkan perjalanan dari Jeddah ke Mekkah, bagi perwakilan Straits Sttlement menjadi urusan lain. Bagi yang mau bayar diantar, tetapi yang tidak mau bayar dibiarkan melanjutkan perjalanan sendiri. Di sinilah Snouck Hurgronje berkesimpulan bahwa umumnya jamaah haji asal Nusantara berekonomi mapan dan kaya. Siapa lagi Masyarakat berekonomi mapan dan kaya di jaman colonial, kalau bukan para priyayi!? Snouck Hurgronje menyimpulkan.

Snouck melihat jamaah haji berkulit sawo terkenal paling royal dibandingkan jemaah lain. Orang Jawa tidak pernah menolak mereka yang memintanya “menyumbang secara sukarela” untuk jalan kereta api Hijaz, untuk kapal Emir, pemandu wisata haji (syekh). Bahkan tidak menolak mereka yang minta tiga kali bertutur-turut, di Jeddah, Mekkah, dan Madinah. Walaupun tidak sedikit di antara mereka yang terjerat modus penipuan yang marak terjadi selama musim haji.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top