Suatu malam, malam Jumat, Nasruddin Hoja memandikan keledainya di jalan, sebrang rumahnya. Jika sudah bertingkah begitu, para tetangganya memahaminya begini: Nasruddin sedang cari perhatian.
“Lihat Pak, Hoja memandikan keledainya malam-malam begini. Kita tunggu, apa maksudnya,” kata seorang ibu-ibu kepada suaminya di balik jendela rumahnya. “Saya tahu maksud Hoja, Bu,” kata suami menimpali.
Di luar Nasruddin khusyuk mengguyur pantat keledainya.
“Hai Hoja, ente malam-malam memandikan keledai?” Tiba-tiba orang berjubah menegur Hoja.
“Apa hukumnya malam-malam memandikan keledai, wahai Syekh?” Hoja bertanya dengan tegas, sepertinya susah disiapkan.
“Ndak ada hukumnya, Hoja!” Jawab Syekh berjubau putih.
“Ente ini bagaimana, pekerjaan penting begini kokok tidak ada hukumnya?” Hoja bertanya dengan nadan mendesak.
“Besok pagi aja, Hoja,” jawab Syekh.
“Wahai Syekh, malam Jumat pekan lalu ente bilang selawatan malam Jumat bid’ah. Malam Jumat dua pekan lalu ente bilang tarian sufi bukan ajaran Islam. Malam Jumat sekarang ente menasehati saya untuk tidak memandikan keledai kesayanganku. Sebetulnya kerjaanmu apa, Syekh?”