Tepat di bulan kelahiran Nabi Muhammad Saw, saya mendapatkan kiriman buku “Muhammadku Sayangku” tentunya saya beli sendiri dengan harga yang lumayan miring. Husnudzon saja, sang penulis sedang membagikan berkah bulan maulid. Karya dari Edi AH Iyubenu ini sangat meyakinkan pembaca untuk meningkatkan kecintaan kita terhadap kanjeng Nabi Muhammad, apalagi suasana maulid seperti ini.
Kekuatan Mas Edi adalah ia mampu menggambarkan kesederhanaan Nabi Saw kedalam sebuah tulisan yang sangat sederhana namun memiliki pesan dan kandungan yang sangat besar. Selain itu ia mampu menarasikan beberapa cerita kehidupan Nabi Saw yang sangat mulia dengan bahasa yang mudah dicerna sehingga pembaca merasa terhipnotis dengan alur ceritanya, jadi seolah-olah pembaca sedang berada dalam tulisan tersebut.
Kesederhanaan Nabi Saw
Seperti alur cerita yang ditampilkan bab satu, secara singkat membeberkan sebuah potret kehidupan ahlul bait yang sangat sederhana, ketika Sayyidina Ali bekerja menimba air sama seorang Yahudi demi beberapa upah butir kurma untuk memenuhi perut Hasan dan Husein yang masih berusia 4-5 tahunan, lantas Nabi Saw menyusulnya dan menyuruh Ali untuk segera pulang, namun Ali menolak seraya meminta izin untuk beberapa timba air lagi agar pulang bisa membawa kurma banyak. Nabi Saw terus mengamini dan beliau duduk di tepi kebun sambil mengawasi cucunya yang sedang bermain sambil panas-panasan. (hal 21)
Begitu sederhanya seorang Nabi Saw yang rela ikut berpanasan dan duduk layaknya tukang kebun lainya, beliau adalah Nabi Saw yang berkat keberadaanya dibentangkan rahmat untuk seluruh umat. Lewat cerita singkat ini banyak sekali pelajaran yang dapat kita ambil. Sayyidina Ali yang dikenal dengan pintunya ilmu dan sahabat yang dijamin masuk surga namun masih berkenan untuk bekerja keras milik orang Yahudi pula. (hal 23)
Buku ini sangat tepat untuk terbit di bulan maulid. Bulan kelahiran sang Rasul yang biasa dirayakan oleh umat Islam dunia khususnya Islam Indonesia. Kehadiran buku ini sebagai pelengkap dan penyedap rasa hormat kita terhadap kanjeng Nabi Saw. pada umumnya orang Indonesia biarpun banyak yang mengadakan pembaca’an kitab maulid secara berjama’ah seperti pembacaan Maulid Ad-Dhiba’i atau Al-Barjanji tapi tidak banyak yang bisa menyelami arti kitab maulid tersebut dengan cinta yang sangat dalam. Oleh karena itu buku ini adalah sedikit alternatif untuk menuju kecintaan yang lebih dalam.
Selain itu buku ini hadir di tengah-tengah kita disaat Islam sedang mendapatkan cobaan yang sangat besar. Suara dari Eropa kemarin, cukup mengagetkan umat Islam se-dunia melalui sebuah majalah Prancis, Charlie Hebdo yang dengan entengnya menampilkan sosok agung dalam sebuah karikatur. Walaupun itu sebuah karikatur tapi telah melukai hati orang Islam. Berawal dari sini perlunya anak muda kita dikawal dan ditanamkan lebih dalam mengenai kecintaan dengan Rasulullah Saw.
Teladan Terbaik
Kita sebagai umatnya selain mengkaji tindak lampah beliau juga sebaik mungkin bisa meneladani setiap gerak-gerik ajarannya. Nabi Saw mencontohkan teladan yang sangat bijak, disaat beliau bersikap sabar dengan orang yang menagih utang seekor unta kepadanya dengan kurang sopan, lantas beliau menyuruh Umar RA untuk mengambilkan unta yang sangat besar untuk membayarnya. Seyogyanya demikian pula kita menyelesaikan urusan utang piutang yang sering membayangi setiap hari. (hal 41)
Kenikmatan membaca buku mas Edi itu selalu diingatkan untuk muhasabah dan kembali melihat diri sendiri, meneladani sepak terjang perjuangan Nabi Saw adalah bibit untuk menyadarkan diri kita, sudah seberapa persen kita ittiba’ sama beliau? manakala kita mengaku mencintai Nabi Saw dan menyerukan bagian dari umatnya, namun dilain waktu ia selalu egois dan kegilaan harta, tahta dan kekondangan nama. Bukankah itu sebuah kekikiran ambisius dan gila dunia, haus pujian waakhwatuha. (hal 42-43)
Bagi saya buku ini tidak hanya sebatas bacaan belaka tapi juga memiliki power untuk lebih semangat lagi meneladani beliau. Pada bagian tengah Mas Edi secara tidak langsung mengajak kita untuk lebih menekuni perihal kesunahan dan jangan sampai meremehkanya semata-mata tidak wajib. Hal ini berangkat dari kesadaran bersama kita sering mendengar “Ah kan hanya sunnah (tidak wajib) “ rasanya jika hati kita benar-benar cinta terhadap Nabi Saw tidak mungkin kita berkata demikian.
Mas Edi lewat narasi ini mengingatkan kita bahwa walaupun sunnah tapi kita tetap harus rendah hati. Semua itu kan khazanah hadist yang keluar dari lisan Nabi Saw yang sangat mulia alangkah baiknya kita eling jangan pernah nyelutak dengan keluhuran dawuh-dawuh agung tersebut. Simpel saja meskipun sangat sederhana seperti tuturan beliau untuk menggunakan tangan kanan ketika memakai baju dan dahulukan kaki kiri ketika masuk toilet dsb . teladan ini muncul dari dawuh agung beliau jadi jangan mudah meremehkan. (hal 54)
Tidak puas rasanya bila membaca buku ini hanya setengah-setengah saja, sebab banyak cerita menarik yang disampaikan dengan khas sastra Mas Edi, sampailah dibagian sebelum akhir yang mengisahkan canda Nabi Saw bersama sahabat Nuaiman dan belum klimaks jika tidak membaca sampai khatam. Buku ini adalah buku cinta dan keteladanan yang sangat mulia. Tidak semuanya kisah Nabi Saw selalu dikisahkan dengan darah dan perang tapi kemesraan dan kesejukan akhlak Nabi Saw juga sangat perlu kita alami.
Terakhir, menurut saya buku ini sangat kurang bila dibatasi dengan halaman. Buku ini pantas dikonsumsi oleh siapapun agar teladan Nabi Saw tidak redup dan umat semakin tidak beradab. Nabi Muhammad Saw yang setiap saat tidak pernah terlewat untuk tidak mendo’akan umatnya bahkan saat jelang wafat pun Nabi Saw masih memikirkan umatnya ummati, ummati, ummati. Allahumma Sholli Ala Muhammad…..
Judul Buku: Muhammadku Sayangku
Penulis: Edi AH Iyubenu
Penerbit: Diva Press
Tebal:152 Halaman
Cetak: 2020
ISBN : 978-623-293-129-9