Syekh Abu Ishaq al-Qayrawani pernah mengisahkan sebuah anekdot pendek yang berkisah tentang hal sepele yang dialami oleh seseorang yang memikul gandum. Kisah yang ada di dalam kitab Jam’u al Jawahir fi al Milhi wa al Nawadir ini diberi judul “Ghoflah” atau yang dalam bahasa Indonesia memiliki arti lalai. Kisahnya begini;
Gerak kehidupan pemikul gandum yang senantiasa berjalan begitu-begitu saja, tiba-tiba berubah ketika si pemikul gandum bertemu dengan seorang laki-laki yang ia temui di jalan saat sedang memikul gandum. Dalam kisah ini tidak disebutkan siapa nama si pemikul gandum dan laki-laki yang ditemuinya itu.
Singkat cerita, dalam suatu perjalanan bertemulah keduanya. Seperti biasanya, si pemikul gandum melintangkan sebilah tongkat dipunggung, yang mana pada kedua ujung tongkat itu terdapat kantong yang sudah terisi penuh. Satu kantong terisi penuh oleh gandum, dan satunya lagi terisi penuh oleh pasir. Si pemikul gandum kelihatannya keberatan dengan muatan yang ia pikul.
Lantas laki-laki yang sedari tadi mengamati gerak-gerak si pemikul gandum itu pun bertanya, “Kenapa kau melakukan itu –memikul gandum bersama pasir–?” tanya laki-laki yang bertemu pemikul gandum itu.
Mendengar pertanyaan laki-laki itu, si pemikul gandum lantas menjawab, “Wahai tuan, ketahuilah pasir ini hanya sebagai penyeimbang, agar pikulanku tidak miring” jawab si pemikul gandum dengan pedenya.
Mendengar jawaban si pemikul gandum itu, laki-laki tadi pun langsung mengambil kantong yang berisi pasir dan lantas menumpahkannya. Lalu membagi gandum menjadi dua bagian dalam dua kantong. Kini kedua kantong itu pun masing-masing terisi gandum.
“Nah, sekarang pikullah!” ujar laki-laki itu. Si pemikul gandum itu pun memikulnya dan merasakan perubahan drastis dengan beban pikulannya, yaitu ringan. “Wah, cerdas sekali Anda!” katanya sambil keheranan. Dan berlalulah keduanya melanjutkan aktivitasnya masing-masing. (Disarikan dari kitab Jam’u al Jawahir fi al Milhi wa al Nawadir hlm.308, karya Syekh Abu Ishaq Al-Qayrawani)