Sedang Membaca
Menumbuhkan Kesadaran Diri Seorang Muslim 
Husein Muhammad
Penulis Kolom

Pencinta kajian-kajian keislaman, utamanya di bidang ilmu fikih, tema-tema keperempuanan, dan ilmu tasawuf. Menulis beberapa buku, aktif di pelbagai forum kajian, baik nasional ataupun internasional. Tinggal di Pesantren Darut Tauhid, Cirebon, Jawa Barat

Menumbuhkan Kesadaran Diri Seorang Muslim 

Manusia seringkali lebih suka dan rajin memperbanyak bikin aturan: ini wajib, itu terlarang, ini halal dan itu haram. Malahan belakangan ini seringkali aturan yang melarang dan mengharamkan lebih banyak. Lalu bagaiamana dengan isi Alquran? Apakah Alquran memang hanya meminta kita fokus pada hukum?

Tidak. Kitab suci lebih banyak memuat kisah bangsa-bangsa, dengan segala peristiwa yang terjadi di dalamnya. Lalu ia mengakhirinya dengan pertanyaan kritikal dan menyentuh:

“Apakah kamu tidak merenungkannya? Apakah kamu tidak mengambil pelajaran dan apakah kamu tidak berpikir?”

Nah, tampak sekali bedanya. Manusia lebih senang memaksakan kehendak dan menghukum. Sedang Tuhan lebih senang mengajak manusia berpikir dan menumbuhkan kesadaran diri, harus diteknakankan, “menumbuhkan kesadaran diri”. Bagaaimana menumbuhkan kesadaran diri?

Merenungkan peristiwa di dalam kisah-kisah Alquran, berpikir di dalam baris-baris syair, memandang dalam guratan-guratan seni rupa, mendengar alunan-alunan suara atau musik, adalah aktivitas-aktivitas yang dianjurkan Alquran. Kita betul-betul menjiwa pertanyaan-pertanyaan Alquran: “Apakah kamu tidak merenungkannya? Apakah kamu tidak mengambil pelajaran dan apakah kamu tidak berpikir?”

Dan bukankah kita juga mengerti bahwa ayat-ayat (tanda-tanda) kauniyah lebih besar dan terus tumbuh, terus berkembang? Ayat-ayat kauniyah bisa kita nikmati, kita renungkan, kita baca (qiraah) dengan semua indra kita:

Baca juga:  Khidir Menepis Arogansi Seorang Musa

Benderang siang, gelap malam, gemerlap bintang, semilir angin, goyangan gempa, kepulan asap kawah, dorongan banjir, kokok ayam, warna-warni buah-buahan, sedap rempah-rempah, hingga kelucuan bayi yang sedang belajar bicara, dan semuanya itu bisa kita jadikan rujukan merenung, menghayati, memikirkan, merasakan, agar menyembul hikmah yang dapat kita menghilahmi kebaikan bersama, kebaikan hidup.

Menjiwai pertanyaan-pertanyaan Alquran seperti disampaikan di atas, bukan saja karena hukum terbatas, karena hukumnya punya kekurangan, namun juga karena hikmah seringkali mengajak kita menikmati semua panca indra kita bekerja. Untuk apa?

Untuk menikmati keindahan dunia dan seisinya. Kita peras dan saring seisi dunia, bukan untuk kerakusan, tapi mendapatkan hikmahnya.

Terakhir, izinkan saya mengutip sebuah syair dari Abu al-Atahiah:

فيَا عَجَبَا كيفَ يَعصِي الإلهَ
أمْ كيفَ يجحدهُ الجاحِدُ
وللهِ فِي كلِّ تحرِيكَة
ٍوفي كلّ تَسكينَة ٍ شاهِدُ
وفِي كلِّ شيءٍ لَهُ آية
ٌتَدُلّ على أنّهُ الواحِدُ

Betapa anehnya manusia. Bagaimana mungkin Tuhan dilawan. Atau bagaima Dia diingkari. Padahal Dia melihat gerak dan diammu. Pada setiap sesuatu. Adalah tanda bahwa Dia Satu.

Oh, betapa indah dan maha bijaksananya Tuhan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top