Sedang Membaca
Gerakan Islam dalam Politik Indonesia
A. Hirzan Anwari
Penulis Kolom

Mahasantri Ma’had Aly Nurul Jadid, Paiton Probolinggo.

Gerakan Islam dalam Politik Indonesia

Buku Ken Miichi

Percaturan politik di Indonesia tidak lepas dari peran penting agama. Islam, sebagai agama mayoritas di Indonesia, di dalamnya juga masih terdapat banyak aliran, baik yang melembaga dalam organisasi tertentu, maupun yang masih sembunyi-sembunyi. Sebut saja NU (Nahdlatul Ulama), sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia.

Sebelum NU turun ke gelanggang politik (1936 – 1945), satu-satunya partai politik Islam hanya Masyumi. Partai ini dihuni kalangan muslim modernis. Pada masanya, Masyumi memiliki hubungan yang sangat baik dengan partai kiri, yakni Partai Sosialis Indonesia (PSI). Keduanya memiliki politisi yang berasal dari latar belakang suku dan pendidikan yang notabene sama.

PSI dan Masyumi berisi kaum intelektual yang pro-demokrasi parlementer dan sangat kritis melawan”Demokrasi Terpimpin”nya Soekarno. Keduanya sepakat beroposisi pada NASAKOM, sebuah organisasi rezim Soekarno yang dibuat untuk meromantiskan hubungan yang tidak harmonis antara orang-orang Komunis, kalangan Islam taat, dan orang-orang nasionalis. Namun, pada akhirnya NASAKOM mengalami kegagalan yang menyebabkan pembunuhan mengerikan terhadap orang-orang Komunis (1965 – 1966). Setelah itu, pada masa orde baru Soeharto, keberadaan PSI dan Masyumi dilarang keras dan tidak pernah menampakkan taringnya lagi.

Dalam buku ini, Ken Miichi merekam begitu detail gerakan Islam dalam mewarnai percaturan politik di Indonesia. Seperti NU, jika di runtut secara singkat, sejak pertama kali didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 hingga 1945, hanya fokus berkiprah di pentas nasional sebagai organisasi  sosial-keagamaan. Mulai terjun di dunia politik dan satu partai dengan Masyumi pada tahun 1945 – 1952. Pada tahun 1952 – 1973,  NU memilih pisah ranjang dengan Masyumi dan menjadi parpol mandiri. Lalu, pada tahun 1984, NU berkomitmen untuk kembali ke Khittah 1926, yakni fokus mengabdikan diri menjadi organisasi sosial-kemasyarakatan dan meninggalkan hiruk-pikuk gelanggang pertarungan politik praktis.

Baca juga:  Alif.ID Bersiap Menerbitkan Buku Biografi Ajengan Cipasung

Selain NU, peneliti berkebangsaan Jepang ini juga merekam gerakan Islam lainnya, seperti Syiah, sebagai golongan minoritas, bahkan golongan Islam yang dianggap keras. Hal ini dilatarbelakangi dengan maraknya kasus Bom Bali dan disusul oleh beberapa peristiwa kekerasan lainnya. Sehingga, ia merasa perlu mengetahui pikiran dan gerakan golongan tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh lulusan Graduate School of Internasional Cooperation Studies University, Kobe, Jepang ini diawali dengan pertemuannya bersama Muchus Budi, seorang wartawan senior Detik, sekaligus seniornya  di UNS. Untuk mendapatkan keterangan lebih dalam, ia juga melakukan wawancara dengan mantan juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia, Ismail Yusanto.

Dari hasil penelitiannya yang terhimpun dalam buku ini, beberapa artikel membahas tentang kondisi Syiah , sebagai golongan minoritas yang merasa terhimpit, bahkan mengalami tindakan rasis di beberapa daerah tertentu. Misalnya  dalam insiden Sampang (2011 – 2012) yang berujung pada kekerasan terhadap Tajul Malik, ustadz muda Syiah yang terpandang, dan beberapa pengikutnya. Atas dasar keterhimpitan yang kerap dirasakan oleh orang-orang Syiah, Jalaluddin Rakhmat, seorang intelektual Syiah terkemuka dan pendiri IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bayt Indonesia), saat terpilih menjadi anggota DPR RI pada 2014, ia menyadari pentingnya tujuan-tujuan politik untuk memperjuangkan pengakuan dan perlindungan bagi komunitas Syiah di Indonesia. Penting kiranya memberi perhatian pada aspek-aspek politik dari organisasi-organisasi yang lahir dari rahim Syiah ini untuk melihat mereka terhadap insiden yang terjadi di Sampang.

Baca juga:  Memberi Ruang pada Santri-santri Pinggiran: Review Buku Santri Waria Karya Masthuriyah Sa’dan

Topik pembahasan tentang peran Islam dalam politik Indonesia ini, tidak lain karena ketertarikan Miichi dengan ide-ide Gus Dur, setelah ia membaca tentang peran pesantren dalam semokrasi dan pembangunan ekonomi. ”Bedakan antara ideologi agama dan ideologi politik.” Pesannya  saat buku ini dibedah oleh Perpustakaan Universitas Nurul Jadid.

Judul               : Ideologi dan Gerakan Politik Islam: Dari NU hingga Syiah.

Penulis             : Ken Miichi.

Penerbit           : alif.id

Cetakan I         : September 2022.

Tebal               : xvii + 420 hlm.

ISBN                : 978-623-94916-9-7

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top