Buku terhadirkan kepada khalayak sebagai salah satu panduan dalam memahami berbagai realitas yang ada di dalam kehidupan. Menariknya, tak sedikit pula buku disajikan dalam memberikan konstruksi relasi antara ilmu pengetahun dengan keberadaan agama. Tentu agama yang disebutkan secara spesifik. Meski, tidak sedikit pula yang hanya mendudukkan wacana akan keberadaan agama dengan begitu saja.
Dalam proses pendidikan, kehadiran buku tersebut memberikan makna luas. Selain berangkat pada aras kebutuhan wacana, kehadiran para sarjana, intelektual, hingga cendekiawan, dan keperluan dari negara. Orde Baru mungkin perlu disorot dalam kepentingan menghadirkan berbagai ragam jenis buku. Baik itu bertema agama, ideologi, sosial politik, hingga bahasa.
Namun, sebelum itu, tahun 1956 ada buku terkait ilmu pengetahuan dan agama yang dalam gilirannya kerap cetak ulang. Buku garapan D.C. Mulder berjudul Iman dan Ilmu Pengetahuan. Diterbitkan Badan Penerbit Kristen yang beralamatkan di Kwitang, Jakarta. Penjelasan tersampaikan dalam pengantar bahwa benturan antara ilmu pengetahuan dan agama itu telah menggejala lama. Para pembaca menyimak salah satu kalimat yang tertuliskan:
“Ilmu jang dipeladjari atau jang diadjarkan pada sekolah atau universitas dirasanja bertentangan dengan kepertjajaan jang dipeluknja dalam rumah atau geredja. Dilain pihak ada kemungkinan orang terpeladjar itu menerima sekaligus hasil2 ilmu pengetahuan; hasil2 itu dianggapnja berlawanan peladjaran agamanja. Walhasil agama itu ditolaknja, se-olah2 ditelan dengan ilmu pengetahuannja.”
Penjelasan tentunya membawa para pembaca untuk menelusur halaman demi halaman dalam buku dengan ketebalan 32 halaman. Buku dikemas dengan bentuk saktu dan berukuran tipis. Kita menduga itu dilandasi motif agar tidak menyusahkan pembaca dalam menyelesaikannya. Buku membahas sejarah keilmuan dengan berbagai aliran pemikiran para tokoh dan bagaimana keberadaan agama Kristen dengan konsep teologinya. Setidaknya, di salah satu bagian dituliskan akan apa yang disebut sebagai “hubungan positip” antara lmu pengetahuan dan agama:
“Seperti diterangkan di dalam bagian pertama dari brosur ini ilmu pengetahuan itu tidak netral, tidak lepas dari pusat kemanusiaan jaitu kejakinan ke-agamaan. Seorang ahli-pikir selalu memakai suatu pangkal pemikiran jang tertentu selalu menandaskan diri atas suatu kejakinan pokok, jang kemudian mempengaruhi seluruh pekerdjaannja, walaupun pengaruh itu tentu tidak sama dalamnja atas segala lapangan ilmu pengetahuan.”
Buku sejenis dalam Orde Baru salah satu tertemukan berjudul Agama dan Ilmu Pengetahuan. Buku itu merupakan terjemahan dari karya Keith Wilkes yang dicetak sejak tahun 1974. Dalam cetakan ketiganya atas kerja sama: Yayasan Cipta Loka Caraka dan Penerbit Sinar Harapan. Di bagian halaman sampul belakang tertulis untuk cetakan ketiganya sejumlah 48.000 eksemplar.
Kita paham, buku itu kemudian menjadi rujukan sekolah-sekolah dengan latar belakang Katolik. Apalagi buku terstampel tulisan khas pada zaman itu: “Milik Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Tidak Diperdagangkan.” Di bagian pengantar, Adolf Heuken SJ memberikan catatan sepanjang tiga halaman. Ia menaruh beberapa harapan, salah satunya berupa agama dapat memberikan pengaruh positif dalam keilmuan ditengah perubahan zaman.
Tulisnya: “Kalau agama berhasil demikian, ia dapat memberi sumbangan yang dapat berharga: membina orang yang bertanggung jawab secara ethis dan karena itu mampu menggunakan hail lmu-ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga manusia dapat hidup dengan layak.”
Pada konteks yang terus berjalan, kita mendapat pemahaman bahwa buku-buku yang mengangkat wacana antara ilmu pengetahuan dengan agama terus menjadi perhatian di banyak kalangan. Itu sebagai perhatian beberapa kalangan, baik itu cendekiawan, institusi pemerintah, institusi pendidikan, hingga lembaga keagamaan yang terkait. Perdebatan yang tetap hadir yang seakan menjadikan bahwa tiap diri diajak untuk memahami secara mendalam akan hakikat yang dimiliki antara ilmu pengetahuan dan agama. Itulah pencarian.
Di tahun 2013, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) menerbitkan sebuah buku berjudul Begawan Pemacu Ilmu Pengetahuan. Buku menghadirkan sederet nama penting bagi perkembangan wacana ilmu pengetahuan dalam berbagai kajian bagi Indonesia. Buku namaknya sengaja dihadirkan kepada khalayak untuk kemudian dapat mengerti nama demi nama dangan berbagai pengaruh yang dihadirkan, khususnya adalah gagasan dalam bentuk tulisan.
Salah satu tokoh termaktub di sana adalah cendekiawan, Toeti Heraty Noerhadi-Rosseno. Beberapa daftar judul tulisan disajikan dalam satu bab dengan judul Terlibat dalam Filsafat: Suatu Pencarian. Ia membuka episode dari tulisan-tulisannya dengan sebuah pernyataan penting akan bagaimana kedudukan filsafat dengan ilmu pengetahuan dan religi. Ia munil sebagaimana berikut:
“Filsafat didudukkan antara ilmu dan religi, masih juga perlu dipilah dari yang disebut pandangan hidup dan pandangan dunia, tentang manusia dan jagad raya. Baik ilmu maupun religi berperan mengisi pandangan hidup dan pandangan dunia ini, yang secara sangat actual kini bermuara pada sikap menghadapi lingkungan alam, ekologi.”
Pernyataan membawa pada renungan dan penyadaran akan tugas panjang bagi banyak orang dalam upaya untuk mmahami dan menghadapi berbagai gejala dalam kehidupan dunia. Bahwa kemudian keberadaan lmu pengetahuan, agama, dan filsafat masing-masing memiliki tanggung jawab dalam memberikan jawaban alternatif, mengurai dan menghadapi masalah, hingga memartabatkan manusia. Kita berhutang rasa pada keberadaan buku-buku bertema ilmu pengetahuan dan agama.[]