Di Jombang, ada KH. A. Aziz Masyhuri (1942-2017), ulama yang telah menulis lebih dari 200 karya, baik berbahasa Arab maupun Indonesia. Beliau menguasai beragam cabang ilmu: dari fiqh, tafsir, tasawuf, dan lain-lain. Tak hanya itu, beliau juga jagoan Bahtsul Masail sejak muda. Ini di antara alasan KH. Bisri Syansuri, Rais Am Syuriah PBNU, sekaligus Pengasuh PP. Mamba’ul Ma’arif Denanyar, Jombang, menjodohkannya dengan cucunya.
Di Kediri, tak jauh dari Jombang, ada KH. A. Yasin Asmuni. Kelahiran 1963, kiai ini menghasilkan tak kurang dari 200 karya tulis, 95% berbahasa Arab. Karyanya lintas disiplin ilmu: dari tafsir hingga fikih. Dari tasawuf hingga akidah, dan seterusnya. Di antara ciri khas karyanya, singkat, padat, praktis dan mudah dipahami.
Saya berjumpa dengan beliau di Bandara Soetta, kemarin petang. Beliau bersama KH. A. Sadid Djauhari, Pengasuh PP. As-Sunniyyah, Kencong Jember, sepulang dari acara Bahtsul Masail Pra Munas-Konbes NU 2020 di Pesantren Al-Falakiyah Pagentongan, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (02/03/20).
Dua tahun silam, ketika bertanya kepada penjual kitab dari Kediri, berapa total biaya yang dibutuhkan untuk memborong semua karya Kiai Yasin, dia menjawab, kurang lebih 3.700.000. Harga yang sepadan untuk menebus kurang lebih 200 karya beliau.
Saya kira, kemampuan seperti ini lahir karena tempaan dari para Masyayikh Lirboyo, maupun karena ketelatenannya dalam mengumpulkan referensi lantas mengolahnya menjadi karya otentik. Sebagai senior dalam kajian Bahtsul Masail di level Jawa Timur, maupun nasional, Kiai Yasin punya kemampuan analisis teks yang mumpuni yang disertai dengan ulasan panjang yang kece. Kebiasaan berdiskusi panjang disertai maraji’ komplit ini yang membuat kemampuan Kiai Yasin berkembang. Lebih mudahnya mungkin seperti ini, ada masyarakat bertanya, Kiai Yasin memberikan jawaban yang sangat panjang dan komplit, lalu dikembangkan lagi menjadi sebuah kitab.
Dari banyak karya Kiai Yasin, saya hanya punya beberapa. Di antaranya Tafsir Bismillahirrahmanirrahim, Tafsir Muawwidzatain, Tafsir Al-Ikhlas, dan Tafsir Ayat Kursi, serta Udhiyyah Ahkamuha wa Fadlailuha.
Selain karya yang berjibun, Kiai Yasin yang mengasuh PP. Hidayatut Thullab, Pethuk, Semen, Kediri, ini juga mempopulerkan “kitab makno Pethuk”.
Ini adalah jenis kitab kuning, tebal maupun tipis, klasik maupun kontemporer, yang sudah diberi makna gandul, sudah “sah-sahan”, penuh terjemahan antar baris (interlinear translation). Harga jualnya lebih tinggi dibandingkan dengan kitab kosongan. Sampai saat ini, di beberapa koperasi pondok pesantren, biasanya juga menyediakan Kitab Makno Pethuk ini.
Profil ulama seperti Kiai Yasin Asmuni beserta karyanya ini harus dipopulerkan. Biar semakin banyak yang mengkaji karya beliau, dan “….biar umat tahu” (dalam istilah gaul ala Hijrah) jika ada ulama NU yang Istikamah bergerak mencerdaskan umat melalui karya-karyanya.
Sehat selalu, kiai….