Sedang Membaca
Perempuan-perempuan Bercadar itu.. (1)
Avatar
Penulis Kolom

Direktur AMAN (The Asian Muslim Action Network) Indonesia dan anggota Konferensi Ulama Perempuan Indonesia (KUPI)

Perempuan-perempuan Bercadar itu.. (1)

Geger dengan berita pelarangan mahasiswi memakai cadar di UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, dengan alasan terkait sebuah gerakan politik kelompok tertentu, mengingatkanku dengan pengalaman unik beberapa tahun silam, saat mengunjungi Universitas YALA di Patani, Thailand Selatan.

Saat itu, saya masih sebagai kordinator Research Fellowship Program, di AMAN, yaitu sebuah program yang memberikan dana riset buat para peneliti muda muslim di Asia Tenggara. Pada tahun 2006, kalau tidak salah, salah satu safari rutin saya ke Universitas Yala di Patani.

Begitu memasuki wilayah kampus, saya terkejut sekali dengan pemandangan banyaknya perempuan-perempuan bercadar, bahkan hampir semua civitas akademisi di sini bercadar. Mereka cenderung memakai warna hitam, merah gelap, biru gelap, atau coklat.

Saat itu juga, saya merasa seperti tidak di Asia Tenggara. Tradisi berpakaian ini berbeda dengan yang di luar kampus, dimana perempuan-perempuan menutup kepala mereka dan membiarkan wajah-wajah melayu dengan senyum ramah terbuka bebas.

“Selamat datang sister,” kudengar suara keras menyambutku dan tak kutahu dimana sumbernya. Sambil agak canggung, saya menebak-nebak, yang mana perempuan, dari tiga perempuan bercadar di hadapanku, yang menyapaku. Ketiganya menghampiri dan membimbingku ke ruang pertemuan. Di sana, terlihat beberapa orang bercadar sudah menungguku.

Singkat cerita, pertemuan berjalan lancar. Sampailah pada sesi foto bersama. Kami mengambil posisi yang senyaman mungkin. Begitu semua siap, tiba-tiba dengan gerakan agak serentak, perempuan-perempuan ini membuka cadarnya.

Baca juga:  Belajar dari Film Iran (7): The Sun, Membuat Kita Tak Bisa Berpaling dari Majid Majidi

Saya terkejut dan spontan nyeletuk, “Loh, kenapa dibuka semua? Nanti ketahuan orang gimana??”

Di luar dugaan mereka tertawa melihat muka saya yang bengong. Sejurus kemudian, seorang di antara mereka berkata:

“Sister, wajah itu kan identitas? Kami tidak mau membuat orang bingung siapa kami. Jadi kalau dipotret, kami tetap memperlihatkan wajah kami.”

Heemmm…. Saya tidak melanjutkan diskusi, tapi membiarkan semua orang berfoto dengan senang dengan berbagai gaya…

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top