Sedang Membaca
3 Habib yang Setia di Jalan Ilmu Pengetahuan
Kholili Kholil
Penulis Kolom

Alumni Pesantren Lirboyo-Kediri. Saat ini mengajar di Pesantren Cangaan Pasuruan, Jawa Timur.

3 Habib yang Setia di Jalan Ilmu Pengetahuan

Pada dasarnya, silsilah bukanlah sesuatu yang terlalu penting dalam pandangan Islam. Namun tidak penting bukan berarti tidak dipertimbangkan sama sekali. Silsilah tetap menjadi primadona kebanggaan. Apalagi Islam tumbuh dan berkembang di Arab yang notabene sangat mendewakan silsilah.

“Dan bapak dua bocah yatim itu adalah orang saleh,” demikian tertera di Surat Al-Kahfi ayat 82. Andai silsilah sama sekali tidak penting dalam kacamata Islam, tulis asy-Sya’rani, maka Alquran tidak perlu repot-repot menjelaskan kesalehan ayah dua anak yatim itu.

Al-Mutanabbi, seorang penyair Arab masyhur, menggubah sebuah bait tentang silsilah:

لا بقومي شرفت بل شرفوا بي # وبنفسي فخرت لا بجدودي

“Tidak dengan sukuku aku mulia. Tapi dengankulah mereka mulia
Dengan diriku sendiri aku bangga, tidak dengan kakek moyangku.”

Prinsip inilah yang tampaknya dipegang oleh tiga ulama berikut. Tiga ulama yang akan penulis ulas berikut tidak dikenal karena beliau Habib, Sayyid, Alawiyyin. Melainkan karena ilmunyalah beliau dikenal. Tanpa ada pretensi apapun, berikut tiga ulama yang ternyata seorang habib/sayyid (keturunan Nabi saw).

Pertama, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
Beliau adalah ulama masyhur di masanya. Beliau sendiri hidup tak lama setelah Imam Ghazali. Beliau juga menjadi nisbat bagi sebuah tarekat masyhur, Qadiriyyah. Di antara muridnya adalah Ibnu Qudamah, seorang pengarang kitab antar mazhab yang masyhur, al-Mughni. Di Indonesia sendiri khususnya, beliau selalu disebut dalam setiap tawassul dalam agenda tahlil atau istighatsah.

Namun demikian, tidak banyak yang tahu jika beliau adalah keturunan Nabi Muhammad saw. Dalam Tarikhul Islam, adz-Dzahabi mencatat bahwa beliau keturunan ketujuh belas dari Nabi saw. Sedikit dari nama lengkap beliau adalah: Abdul Qadir b. Abdullah b. Jili Dausat b. Abu Abdillah b. Abdullah b. Yahya dst .. hingga Hasan b. Ali b. Abi Thalib. (Tarikhul Islam: vol. 39 hlm 86).

Namun karena ketokohan beliau yang masuk hampir ke seluruh aliran Islam sunni beliau menjadi tidak begitu masyhur sebagai keturunan Nabi saw. Di antara karangan beliau adalah Al-Ghunyah dan Tafsir al-Jailani.

Kedua, Muhibuddin Ath-Thabari
Bagi yang terbiasa membaca kitab fikih semacam Fathul Muin, nama ini tentu tak begitu asing di telinganya. Beliau adalah ulama Syafi’iyyah pada abad enam Hijriyah dan termasuk salah satu hafidz hadis yang berarti beliau sudah hafal ratusan ribu hadis. Namun yang perlu diperhatikan adalah beliau bukan Ibn Jarir Ath-Thabari mufassir dan sejarawan masyhur itu.

Baca juga:  Habib Luthfi, Kelaparan, dan Tradisi Pesantren

Tidak banyak ulama yang menulis silsilah lengkap beliau. Namun penulis menemukan dalam biografi guru-guru Ibn Fahd al-Makki yang berjudul Mu’jamusy Syuyukh, Ibn Fahd menulis silsilah lengkap Muhib Thabari sebagai berikut: Ahmad b. Abdullah b. Muhammad b. Abu Bakar dst .. sampai bersambung dengan Husain b. Ali radyiyallahu ‘anhuma. (Mu’jamusy Syuyukh: hlm. 155)

Beliau lahir di Mekkah dan berguru dengan beberapa ulama, di antaranya adalah Majduddin Al-Qusyairi, yakni kakek dari Ibnu Taymiyah. Karena kealimannya, Muhib Thabari diberi julukan Muhyiddin (Penghidup Agama) yang apabila ditulis dalam aksara Arab begini: محيي الدين.

Namun beliau kurang berkenan dengan julukan ini karena dianggap berlebihan. Sehingga beliau menghapus satu huruf ya’ dan menghapus titik huruf ya’ yang satunya sehingga menjadi Muhibuddin (Pecinta Agama) yang jika ditulis dalam aksara Arab menjadi begini: محب الدين.

Demikianlah sosok Imam Muhib Thabari yang tawaduk. Di antara karangan beliau adalah Al-Ihkam, kitab hadis fikih yang cukup tebal.

Ketiga, Murtadha Az-Zabidi
Beliau dikenal di kalangan pesantren karena kitab syarahnya atas Ihya’ Ulumuddin yang berjudul Ittihafus Sadatil Muttaqin. Silsilah beliau adalah: Muhammad b. Muhammad b. Muhammad b. Muhammad b. Abdur Razzaq dan seterusnya, sampai Husain b. Ali.

Di samping sebagai komentator Ihya’, para pengkaji tafsir juga mengenal beliau melalui karya monumentalnya, Tajul ‘Arus min Jawahiril Qamus. Sebuah buku leksikografi bahasa Arab terlengkap.

Baca juga:  Jelang Munas Alim Ulama (5): Tiga Ulama Sumbawa dan Tiga Tuan Guru Pertama

Az-Zabidi berasal dari Bilgram, sebuah pemukiman di distrik Hardoi yang tergabung dalam Provinsi Uttar Pradesh, India. Leluhurnya berasal dari Wasit Irak dan bermigrasi ke India sejak sekitar abad delapan Hijriah. Az-Zabidi hidup di abad dua belas Masehi dan bersafari ke berbagai tempat untuk mencari ilmu hingga akhirnya beliau menetap di kota Zabid, Yaman.

Tajul ‘Arus (secara harfiah berarti: Mahkota Pengantin) adalah karyanya yang paling luar biasa. Meskipun Tajul ‘Arus “hanya” menempati peringkat kedua sebagai leksikografi Arab terlengkap (setelah Lisanul Arab milik Ibnu Manzhur), namun kitab ini menduduki peringkat pertama dalam hal kelengkapan makna.

Kitab tersebut diselesaikan dalam empat belas tahun. Enam tahun pertama digunakan hanya untuk menyelesaikan jilid pertama, dan sekitar delapan tahun berikutnya digunakan untuk merampungkan sisanya. Kitab ini sendiri dicetak menjadi empat puluh jilid.

Umur Az-Zabidi ketika mulai mengarang Tajul ‘Arus adalah dua puluh sembilan tahun. Ketika dia merampungkannya, dia membuat tasyakuran (walimah) besar-besaran.

Demikian beberapa ulama keturunan Nabi saw yang ketokohannya menutupi nasabnya. Semoga bermanfaat.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (1)
  • Terikaat Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, kita banyak berterima kasih kepada Sayyid Muhammad Fadhil al-Jailani al-Hasani al-Husaini yang karena lewat tangan dingin beliaulah banyak karya Al Jailani (yang sejauh ini saya [kita] tidak tahu banyak) akhirnya tampil memperkaya khazanah keilmuan Islam

Komentari

Scroll To Top