Gus Dur mengisi di Magelang, pada suatu hari. Cuma saja, waktu Gus Dur mepet sekali dengan jadwal pesawat ke Jakarta, yang berangkat dari bandara Adi Sucipto, Jogjakarta. Siasatnya, Banser diutus ke bandara untuk men-check in-kan. Diperekiraan, jika check in dulu, Gus Dur tidak akan terlambat. Waktu itu, tahun 1990an, saat Gus Dur jadi Ketua Umum PBNU, belum ada check in daring seperti sekarang ini.
Berangkatlah Banser ke bandara di Jogjakarta, perintahnya: men-check in-kan. Setelah itu, tunggu Gus Dur di bandara.
Selang berapa lama, Gus Dur tiba di bandara, dan Banser tadi segera menyambutnya. Waktu take off tinggal 30 menit. Cukuplah, karena sudah check in.
“Mana boarding pass saya, Kang?” tanya Gus Dur.
“Ini Gus… Alhamdulillah, nama Gus Dur ada. Saya sudah check,” jawab Gus Dur.
Gus Dur memperhatikan dengan seksama tiketnya, yang ternyata belum berupa boarding pass. Artinya belum check in. Wajah Gus Dur, mungkin ingin marah, tapi juga tak berguna. Akhirnya hanya berujar, “Kang, bener sampean sudah ‘check’, tapi belum ‘in‘.”
Gus Dur terlambat, karena Banser yang tidak mengerti prosedur naik pesawat.
Itulah humor tentang Banser yang pertama. Saya lupa membaca dari buku apa, di bukunya Hamid Basyaib seperti tidak ada. Namun humor ini terkenal, selalu diceritakan untuk menunjukkan Banser yang banyak tidak mengerti kehidupan kota. Memang, Banser zaman dulu dikesankan ketinggalan zaman, bukan anak sekolahan, dan bertingkah dengan logika sendiri. Sekarang, Banser jauh lebih baik, banyak yang lulusan S3, pengusaha, bahkan banyak kiai yang bangga memakai seragam Banser.
Ini humor Banser yang kedua, masih terkait bandara, kali ini bandara di Malang: Abdurrahman Saleh. Humor ini saya caplok dari bukunya Ger-geran Bersama Gus Dur suntingan Hamid Basyaib.
Waktu itu Gus Dur bersama, antara lain, almarhum Jaksa Agung Sukatron Marmosujono. Sebagaimana lazimnya untuk rombongan orang penting, mereka pun disambut Banser NU.
Ketika rombongan sudah siap berangkat ke Selorejo, sekitar 60 kilometer dari bandara, petugas dari Banser itu melapor pada poskonya melalui handy talky.
“Halo, halo, rojer,” kata Kang Banser, “Lapor: Abdurrahman Saleh sudah mendarat di bandara Abdurrahman Wahid!”
Bagaimana, lucu tidak? Kalu belum ketawa, coba humor yang ketiga ini, kali ini dari Madura. Saya kembali mengutip dari buku Ger-geran Bersama Gus Dur.
Saking banyaknya yang bersalam tempel, kadang saku kiai menggembung dipenuhi amplop. Itulah banyak kiai memakai baju koko yang sakunya tiga, atas satu, baju bagian bawah dua..hahaha…
Suatu kali Gus Dur datang ke Madura. Kontan saja, masyarakat pun mengerubutinya. Melihat Gus Dur “dikeroyok” begitu, Banser NU dengan sigap langsung bereaksi mengawalnya secara ketat dan rapat.
Gus Dur malah menggerutu melihat kawalan itu. “Waduh,” celetuknya, “hampir saja saya kaya, tapi malah nggak jadi.”