Sedang Membaca
Ayah Nabi Muhammad Pernah Hampir Menjadi Tumbal
Avatar
Penulis Kolom

Bergiat di dunia pendidikan. Menulis sastra berupa cerpen. Tinggal di Jawa Timur. IG @elakhmad dan @akhmadmedia.

Ayah Nabi Muhammad Pernah Hampir Menjadi Tumbal

A Camel Seller Shows His Camel For Sale At The Birqash Camel Market, Ahead Of Eid Al Adha Or Festival Of Sacrifice, On The Outskirts Of Cairo

Jika Nabi Ibrahim pernah mengikhlaskan putranya (Nabi Ismail) sebagai tumbal, disembelih atas perintah Allah, maka hal serupa juga pernah terjadi antara Abdul Muthalib (kakek Nabi Muhammad) dan Abdullah (ayah Nabi Muhammad) sebagai wujud nazar Abdul Muthalib kepada Tuhannya. Lalu jika itu nazar, mengapa nabi Muhammad tetap lahir dan menjadi penerang untuk kegelapan jahiliyyah? Apakah nazar itu dilanggar oleh Abdul Muthalib?

Teruntuk pembaca yang budiman, mari dibaca dengan seksama kisah lengkapnya. 

Abdul Muthalib dipilih menjadi pengganti pamannya (Muthalib) untuk memegang tanggung jawab menyediakan kebutuhan untuk jamaah haji. Abdul Muthalib disegani oleh kaum Quraisy karena kebijaksanaannya, kemampuannya, kedermawanannya, dan kewibawaannya (beberapa orang Quraisy juga mengagumi ketampanannya).

Semuanya seakan-akan baik-baik saja, tetapi ada satu hal yang membuat Abdul Muthalib merasa sangat miskin, yakni hanya dikaruniai satu anak laki-laki. Kondisi tersebut membuat Abdul Muthalib tak henti-hentinya berdoa kepada Tuhan untuk memberinya beberapa anak laki-laki lagi. Satu tidak cukup.

Doa tersebut dikuatkan dengan sebuah nazar: jika dianugerahi sepuluh anak laki-laki yang tumbuh hingga dewasa, maka Ia akan mengorbankan satu di antara sepuluh kepada Allah. 

Doa Abdul Muthalib dikabulkan oleh Allah. Ia dianugerahi sembilan anak laki-laki lagi, sehingga total seluruh anak laki-lakinya berjumlah sepuluh. Semua putranya tumbuh sehat hingga dewasa dan yang paling ia sayangi adalah putra bungsunya, yakni Abdullah.

Baca juga:  Politik Kebersihan: Sejarah Singkat

Ketika Abdullah semakin beranjak dewasa, nazar yang pernah diungkapkan berhasil menghantui hari-hari Abdul Muthalib. Ia beranggapan bahwa mungkin Allah lebih menyayangi Abdullah sehingga akan memilihnya untuk dijadikan pengorbanan sebagai wujud realisasi nazar.

Abdul Muthalib adalah sosok yang selalu menepati janji. Oleh sebab itu, suatu hari ketika semua anaknya telah dianggap benar-benar siap, Abdul Muthalib menyampaikan nazarnya di hadapan putra-putranya. Mereka tak punya pilihan kecuali setuju, sebab janji ayah adalah janji anak juga. 

Keesokan harinya setiap anak Abdul Muthalib diperintah oleh ayahnya untuk membuat nama pada sebuah anak panah. Selanjutnya, Abdul Muthalib mengundang pengundi panah resmi Quraisy untuk hadir di Ka’bah. Abdul Muthalib menyuruh semua anaknya memasuki tempat suci tersebut dan menyampaikan perihal nazarnya kepada pengundi panah.

Dengan menyebut nama Allah, anak panah tersebut diundi dan yang keluar adalah anak panah milik Abdullah. Dengan berurai air mata, Abdul Muthalib menggandeng Abdullah dengan sebilah pisau besar di tangannya. Abdul Muthalib melaksanakan nazar ini tanpa sepengetahuan istri-istrinya dan ketika Fatimah (Ibu dari Abdullah, Abu Thalib, dan Zubayr yang berasal dari Bani Makhzum) mengetahui hal tersebut, ia menentang keras keputusan Abdul Muthalib. 

Ketika Abdul Muthalib dan Abdullah sudah bersiap-siap melakukan pengorbanan, tumbal, Mughirah (Kepala Suku Bani Makhzum) berkata:

Baca juga:  ​Annemarie Schimmel, Sang Penulis Nabi

“Jangan korbankan dia, kita akan mencari penggantinya walaupun dengan seluruh kekayaan Makhzum.”

Seluruh orang yang hadir di Ka’bah sepakat untuk tidak membunuh Abdullah. Akhirnya, Abdul Muthalib setuju untuk mengonsultasikan masalah ini kepada perempuan bijak di Yatsrib terlebih dahulu tentang persembahan lain yang dapat menggantikan putranya: Abdullah.

Setelah bertemu dengan perempuan bijaksana tersebut, Abdul Muthalib disarankan untuk menempatkan Abdullah di samping seluruh hewan peliharaannya (sepuluh ekor unta), lalu mengundinya. Jika anak panah masih terjatuh di Abdullah, maka tambahkan sepuluh ekor unta lagi dan begitu seterusnya hingga undian anak panah terjatuh pada unta-unta tersebut. 

Abdul Muthalib kembali ke Mekkah dengan hati sangat berharap kepada Allah agar merelakan pergantian pengorbanan tersebut. Pengundian mulai dilakukan dan anak panah masih terjatuh di depan Abdullah, maka ditambahkan sepuluh ekor unta lagi. Pengundian dilakukan lagi dan anak panah terjatuh di depan Abdullah lagi. Begitu seterusnya, hingga jumlah unta yang terkumpul adalah seratus ekor.

Dengan jumlah seratus ekor unta, barulah anak panah terjatuh di hadapan para unta. Abdul Muthalib tetap merasa perlu berhati-hati, sehingga ia meminta pengulangan undian hingga tiga kali dan memang anak panah terjatuh di hadapan unta. Hal tersebut meyakinkan Abdul Muthalib bahwa Allah telah menerima penebusannya dan Abdullah tidak jadi menjadi tumbal. Wallahu A’lam (Kisah ini diadaptasi dari “Muhammad” karya Abu Bakr Siraj Al Din)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
3
Senang
3
Terhibur
0
Terinspirasi
5
Terkejut
3
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top