Idris Sholeh
Penulis Kolom

Wakil Ketua di Lembaga Dakwah PBNU dan Kepala Madrasah Aliyah di Pondok Pesantren Luhur al Tsaqafah, Jakarta Selatan

Matematika Islam (2): Selain untuk Ibadah, al-Jabar Memantik Temuan Teknologi Modern

Whatsapp Image 2020 11 10 At 10.18.23 Pm

Mungkin kebanyakan dari kita tidak mengetahui, bahwa antara disiplin ilmu fikih dengan matematika al-Jabar memiliki korelasi yang sangat erat. Sejarah telah mencatat pada zaman keemasan ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam, fikih memiliki peranan yang sangat besar.

Setuju atau tidak, hampir seluruh disiplin ilmu kehadirannya lahir dari rahim fikih dan dipersembahkan untuk memperkuat bangunan fikih. Makna fikih sebagai ‘Amali atau Nazhari telah membentuk praktik atau nalar berpikir para cendikiawan dan filsuf muslim dalam mengisi kemajuan peradaban.

Sangat wajar, jika seorang pemikir asal Maroko Muhammad Abid al Jabiri dalam kitab “ Takwinul ‘Aql al ‘Arabi “ menyebutkan bahwa peradaban Islam sejatinya adalah peradaban fikih. Sama halnya Yunani disebut peradaban filsafat dan Eropa sebagai peradaban teknologi.

Termasuk kelahiran matematika al-Jabar di tangan seorang ahli fikih (fakih) mazhab Hanafi, yaitu Muhammad bin Musa al-Khawarizmi sekitar awal pertengahan abad ke-9 M. Matekatika, sejatinya untuk memperkuat fikih itu sendiri menyoal fikih Mawarits (warisan), Washaya (wasiat), dan Tijarah (perniagaan).

Al-Khawarizmi menyebutkan dalam kitab Mukhtashar fi ‘Ilmi al Jabar wa al Muqabah, bahwa dirinya menulis kitab ringkasan al-Jabar atas perintah dan dukungan dari al-Makmun, salah seorang penguasa dinasti Bani Abbasiyah.

Saat itu al-Khawarizmi  menjabat sebagai direktur bidang sains di lembaga riset Baitul Hikmah. Tujuan menulis kitab tersebut tidak lain, untuk mempermudah dan membuat sistem, dalam penyelesaian kasus-kasus perhitungan yang terkenal rumit di tengah masyarakat pada saat itu. Terutama dalam fikih pembagian harta warisan (‘Ilm al-Faraidh), wasiat, perniagaan dan mengukur luas areal daratan serta kedalaman dasar sungai.

Kita tidak begitu banyak mendengar rekaman sejarah tentang sosok al-Khawarizmi. Sebagai salah satu tokoh fikih mazhab Hanafi, kemasyhuran al-Khawarizmi di bidang sains telah menghalangi informasi tentang kepakaran beliau di bidang (Syari’ah) fikih Hanafi.

Namun justru para ulama mempraktikkan teori matematika al-Jabar inovasi al-Khawarizmi dalam menyelesaikan hitungan kasus-kasus fikih harta warisan dan transaksi perniagaan. Ini menjadi bukti cukup kuat pengakuan mereka atas ketokohan beliau dalam bidang fikih.

Selain kasus harta waris, pengaruh matematika al-Jabar juga dipakai oleh fukaha (ulama fikih) dalam masalah lainnya seperti untuk mencari tahu angka atau nominal pasti yang harus dikeluarkan dari zakat harta, atau untuk menghitung arah dengan akurat dari posisi kiblat dalam setiap shalat, dan menentukan awal dan akhir puasa Ramadan serta musim haji.

Contoh masalah-masalah fikih di atas menuntut lahirnya disiplin ilmu pengetahuan baru yang mampu menjawab dengan detail, sistematis, pasti, dan akurat sehingga masyarakat merasa nyaman dapat menunaikan kewajiban-kewajiban agama dengan benar. Oleh karena itu, merupakan prioritas bagi para cendikiawan agama seperti halnya al-Khawarizmi untuk menciptakan rumusan baru atau kaidah dan metode praktis dalam menjawab masalah-masalah agama tersebut. Karena sesungguhnya pergerakan ilmu fikih itu bersifat praktis, metodis dan akurat. Hal ini sangat menyamai karakter dari ilmu matematika terapan itu sendiri, karena mampu dipraktikkan dalam kasus-kasus yang terjadi ditengah masyarakat.

Baca juga:  Yudaisme dan Perjuangan Menegakkan HAM (2)

Sekilas Tentang Kitab Mukhtashar fi ‘Ilmi al Jabar wa al Muqabalah

Disiplin baru dalam matematika yang ditawarkan al-Khawarizmi ini sangat berbeda dengan disiplin matematika yang telah ada sebelumya, yaitu kebiasaan masyarakat saat itu memakai perhitungan aritmatika India dan geometri Yunani.

Rusydi Rasyid, sejarawan matematika asal Mesir yang menjadi peneliti di Prancis dalam kitab Tarikh al-Riyadhiyat al-‘Arabiyah baina al-Jabar wa al-Hisab mengomentari bahwa, al-Khawarizmi membagi kitab Mukhtashar fi ‘Ilmi al-Jabar wa al-Muqabalah dalam tiga bagian.

Pertama, memperkenalkan teori matematika al-Jabar dan persamaan dengan menciptakan istilah-istilah al-Jabar serta definisi-definisinya. Kedua, beliau melakukan pembuktian dasar-dasar metode sistematis, dengan mengaplikasikan perhitungannya melalui metode baru, yaitu dasar perhitungan al-Jabar.  Sedangkan di bagian terakhir dari kitab tersebut berisi metode perhitungan al-Jabar yang diterapkan pada pembagian harta waris, wasiat, perhitungan perniagaan, perhitungan luas bidang dan lainnya.

Istilah-istilah al-Jabar dibangun oleh al Khawarizmi, berdasarkan hasil pengamatannya terhadap perhitungan yang berlaku ditengah masyarakat selalu berkaitan dengan angka, sebagaimana ia tulis pada bagian pertama dari kitabnya.

Menurutnya, setiap angka terdiri dari satuan dan angka apa pun dapat dibagi ke dalam satuan. Selain itu, beliau juga menemukan bahwa setiap angka yang dapat diekpresikan dari satu sampai sepuluh, melampaui yang sebelumnya oleh satu satuan. Kemudian sepuluh kali lipat atau tiga kali lipat, sama seperti sebelum satuan itu, sehingga muncul dua puluh, tiga puluh, dan seterusnya hingga seratus. Maka dengan cara yang sama seperti satuan, puluhan, ratusan hingga menjadi  rubuan. Kemudian seribu dapat terus berulang pada semua bilangan komplek dan seterusnya hingga batas maksimum perhitungan.

Masih menurut al-Khawarizmi, setelah pengamatan di atas bahwa angka-angka yang diperlukan dalam perhitungan dengan metode al-Jabar (penyempurnaan) dan al-Muqabalah (persamaan) itu ada tiga jenis yaitu, al-Jadzar (akar), al-Mal (kuadrat), dan ‘Adad Mufrad (konstanta) yang tidak dinisbatkan kepada al-Jadzar dan tidak pula kepada al-Mal.

Definisi al-Jadzar adalah setiap kuantitas apapun yang harus dikalikan dengan dirinya sendiri, terdiri dari satuan atau angka naik atau pecahan turun. Sedangkan al-Mal adalah sesuatu hasil yang diperoleh saat jumlah al-Jazdar dikalikan dengan dirinya sendiri. Kemudian ‘Adad Mufrad yaitu angka apapun yang diucapkan tanpa dinisbatkan kepada al-Jazdar atau al-Mal. Dalam rumus matematika kontemporer, al Jazdar biasa disimbolkan dengan (x), al-Mal (x²) dan ‘Adad Mufrad (c).

Baca juga:  Mengapa Imam Muslim Tidak Meriwayatkan Hadis dari Imam Bukhari?

Contoh: angka (2), bila dikalikan dengan dirinya sendiri maka disebut al-Jadzar, sedangkan hasil dari pengkalian (2) dengan sejenisnya menjadi (4) disebut al-Mal.

Jika angka (2) tidak mengacu pada nisbat al-Jadzar atau al-Mal maka disebut ‘Adad Mufrad. Namun ditemukan juga ditempat lain ada istilah al-Ka’ab atau al-Muka’ab, yaitu hasil pengkalian al-Jadzar (2) dengan al-Mal (4) menjadi (8), maka hasil (8) ini disebut al-Ka’ab.

Untuk mempermudah dalam pembelajaran sebagaimana berlaku dalam tradisi pesantren, penjelasan tentang difinisi istilah-istilah al-Jabar ini, pernah dibuatkan puisi oleh Ibnu Yasamin dengan berbahar rajaz seperti nazham al-Fiyah Ibnu Malik, dalam kitab “ al-Arjuzah al-Yasaminiyah fi al-Jabar wa al-Muqabalah “ :

علــــى ثَــلاثــــَــــةٍ يــــَدورُ الجبــــــــَــــــــــــــــــر                          المــــالُ والأعْـــــــــــــدَاد ثم الجـــــَذَر

فالمــــــالُ كل عــــــَـــــــــــددٍ مـــُـربــــــــّـــــــــــــــــــــع                         وجَذْرُه واحد تلــــك الأضلـــــــــــع

والعددُ المطلقُ ما لم يُنسَب                          للمالِ أو للجذْرِ فافْهَمْ تُصِب

والشيئُ والجذرُ بمعنى واحدٍ                           كالقول في لفظ أبٍ ووالــــــــــــــدٍ

Disiplin ilmu al-Jabar memilki tiga istilah, al-Mal, ‘Adad dan al-Jadzar.

Al-Mal adalah setiap bilangan kuadrat, sementara al-Jadzar adalah akar.

Al-‘Adad al-Mutlak yaitu angka yang tidak dinisbatkan pada al-Mal atau al-Jadzar.

Al-Syai dan al-Jadzar itu satu makna, seperti kata Abu dan Walid.

Jika Tidak Ada al-Khawarizmi, maka Tidak akan Ada Teknologi Internet

Selain dikembangkan oleh ulama-ulama muslim setelah al-Khawarizmi, seperti Abu Kamil Syuja’ Ibnu Aslam, Abu al-Hasan, Umar al-Khayyam, Banu Musa, Ghiyatsudin Jamsyid al-Kasyi, al Qalasadi, al Karaji, Ibnu Banna, Ibnu Yasamin, Ahamd Zaini Dahlan dan lainnya, disiplin ilmu matematika al-Jabar dikenal di Eropa dengan sebutan Algebra setelah dilakukan terjemahan pada adab 12 M ke dalam bahasa latin oleh salah satu ilmuan Eropa Gerard of Cremona berjudul Liber Maumeti Filii Moysi Alchoarismi De Algebra et Almuchabala.

Buku tersebut telah menginspirasi lahirnya buku Liber Abaci karya Leonardo Pisano atau lebih dikenal dengan nama Fibonacci, setelah dia belajar matematika kepada Syekh Bumadyan di kota Bejaia, al Jazair. Sebagai anak konsul dagang dari Italia yang berkantor di Bejaia, Fibonacci mulai tertarik belajar perhitungan dengan simbol angka-angka ciptaan al-Khawarizmi berdasarkan sudut sebagai nilai, seperti ( 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0 ) angka 1 memiliki satu sudut, angka 2 dua sudut, angka 3 tiga sudut dan seterusnya. Jika tidak memiliki sudut disimbolkan dengan lingkaran, maka disebut Shifrun artinya “ nol tak bernilai “.

Baca juga:  "Mulat Sarira" Sebagai Sebentuk Moderasi

Namun bila nol ditulis setelah angka bersudut, maka akan memiliki nilai. Fibonacci dalam bukunya menerjemahkan Shifrun secara lisan menjadi Zephirum, kemudian berubah ucapannya menjadi Zefiro lalu Zero. Angka-angka tersebut dikenal mudah dan lebih sistematis dalam pengkalian, penyempurnaan dan pengurangan yang ia rasakan sendiri dalam setiap transaksi atau kegiatan perniagaan masyarakat Bejaia dan semenajung Afrika Utara hingga Andalusia atau wilayah Islam bagian Barat. Sebab wilayah Islam bagian Timur lebih sering memakai angka ( ١، ٢، ٣، ٤، ٥، ٦، ٧، ٨، ٩، ٠ ).

Sementara masyarakat Eropa saat itu mengalami kesulitan ketika melakukan perhitungan dengan puluhan, ratusan, ribuan dan seterusnya ketika memakai angka-angka Romawi. Jasa besar Fibonacci, selain meyebaran angka Arab gubahan al-Khawarizmi ke Eropa hingga sekarang, beliau juga dikenal pencetus teori angka deret. Belakangan kemudian, teori angka deret dipakai dalam perhitungan indek perdagangan saham.

Kitab al-Jabar wa al-Muqabalah tidak hanya diterjemahkan dalam bahasa Latin seperti “ Liber Abaci “-nya Fibonacci, namun dialih bahasakan juga ke bahasa Prancis, Inggris, Jerman, dan Rusia. Hingga hari ini, matematika al-Jabar, atau algebra, atau algoritma (terjemahan lisan dari kata al Khawarizmi), masih terus dikaji di kampus-kampus ternama di dunia dan masih tetap menggunakan istilah-istilah yang dibagung oleh al-Khawarizmi. Sulit dipungkiri para ilmuwan bahwa peran dan keunggulan al-Khawarizmi telah memberikan jalan lapang atas kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

Kita tidak bisa membayangkan–lompatan fenomenal akan temuan-temuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang terjadi pada saat ini, seperti komputer, internet, kekuatan atom, rudal, pesawat luar angkasa, dan lain-lainnya–jika al-Khawarizmi tidak pernah lahir di dunia ini. Kita mengakui, matematika adalah pondasi dari segala ilmu pengetahuan dan teknologi, dan tidak diragukan kejeniusan al-Khawarizmi telah memberikan andil besar dalam perkembanagan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

Jadi, jika tidak ada al-Khawarizmi, kita tidak akan menikmati kemajuan pesawat terbang presisi lapangan sepak bola, hingga teknologi internet yang kita gandrungi sekarang ini yang di dalamnya termasuk WathsAap, Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, game, dan produk teknologi yang sekarang tiap hari kita genggam.

Terima kasih al-Khawarizmi, selaksa rahmat untukmu..

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
1
Senang
2
Terhibur
1
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top