Hatim al-Asham, termasuk tokoh guru besar (Syaikh) Khurasan. Terkait namanya, dalam Thabaqat al-Shufiyah dikatakan ada tiga versi: Hatim bin ‘Unwan, Hatim bin Yusuf, Hatim bin Yusuf bin ‘Unwan, ketiga-tiganya merujuk pada orang yang sama, Hatim al-Asham. Memiliki kuniyah Abu Abdirrahman. Hatim al-Asham berguru kepada Syaqiq al-Balkhi, dan Hatim al-Asham juga merupakan guru dari Ahmad bin Khadrawaih.
Catatan al-Sulami dalam Thabaqat al-Shufiyah bahwa Hatim al-Asham meninggal ada tahun 237 Hijriyah. Sematan al-Asham (tuli) bukan karena dia tidak bisa mendengar tetapi pernah suatu hari ia berpura-pura tidak mendengar kentut seorang wanita demi menjaga kehormatan dan rasa malu wanita tersebut, sehingga ia mendapat julukan al-Asham, yang berarti tuli.
Kisah Hatim al-Asham yang pura-pura tuli sudah begitu familiar di telinga kita, namun kisah Hatim al-Asham yang menanyakan uang belanja kepada istrinya mungkin masih jarang dari kita mendengarnya, atau bisa jadi belum sama sekali. Kisah ini ada di kitab Tazkirat al-Auliya yang disusun Fariduddin al-Atthar. Begini kisahnya;
Alkisah pada suatu kesempatan Hatim al-Asham akan berangkat perang menuju Rum, ia pun lantas berpamitan kepada istrinya.
“Wahai istriku, aku akan pergi dan tak akan kembali selama empat bulan, kira-kira berapa kebutuhan uang belanjamu selama empat bulan aku pergi?” tanya Hatim al-Asham.
“Wahai suamiku, aku tak bisa memperkirakan hajat hidupku,” jawab isrti Hatim al-Asham.
“Aku juga sama sepertimu tak bisa memperkirakan dan juga tak memiliki kuasa atas rizki,” tutur Hatim al-Asham.
“Sudah.. sudah.., engkau berangkat saja, urusan rizki bukanlah urusanmu,” tegas istri Hatim al-Asham.
Singkat cerita, berangkatlah Hatim al-Asham menuju medan perang, ia tak meninggalkan apapun untuk sang istri. Melihat istri Hatim al-Asham yang ditinggal, ibu-ibu tetangga penasaran dan ingin tahu, kira-kira ia dinafkahi berapa ya selama ditinggal Hatim al-Asham. Para tetangga yang penasaran itu lantas bertanya pada istri Hatim al-Asham.
“Hatim al-Asham sedang pergi meninggalkanmu, berapa uang belanja/nafkah yang diberikan Hatim al-Asham kepadamu selama ia pergi?” tanya para tetangga.
“Ibu-ibu, Hatim itu makan dari pemberian rizki, aku pun juga begitu. Hatim memang sedang pergi, tapi ketahuilah sang pemberi rizki (Allah) tak pernah pergi, Allah selalu menjamin rizki setiap makluknya,” terang istri Hatim al-Asham.
Rasa penasaran ibu-ibu tetangga itu sudah terjawab, namun sepertinya jawaban itu tak seperti yang diharapkan para tetangga. Sepertinya para tetangga itu malu dengan apa yang mereka tanyakan. Mereka pun bubar menuju rumah masing-masing.
Berikut ini quote sufistik dari Hatim al-Asham terkait pentingnya menjaga nafsu;
إِحْفَظْ نَفْسَكَ في أَرْبَعَةِ مَوَاضِعَ: عِنْدَ العَمَلِ إِحْفَظْهَا عَنِ الرِّيَاءِ، وَفي الأَخْذِ عَنِ الطَّمَعِ، وَفي الإِعْطَاءِ عَنِ المــِـــــــنَّةِ، وَفي الإِمْسَاكِ عَنِ البُخْلِ.
“Ihfadz nafsaka fii arba’ati mawadhi’a: ‘inda-l-‘amali ihfadzhaa ‘ani-l-riyaai, wa fi-l-akhzi ‘ani-l-thama’i, wa fi-l-i’thaai ‘ani-l-minnati, wa fi-l-imsaaki ‘ani-l-bukhli.”
“Jagalah nafsumu dari empat keadaan: ketika beramal jaga nafsumu dari riya; ketika mengambil hak, jaga nafsumu dari rakus; ketika memberi, jaga nafsumu dari berharap balasan; ketika menahan/berhemat, jaga nafsumu dari kikir.” Wallahu a’lam.
Kok gak ada ilustrasi gambarnya Min?