Tak selamanya yang dimuat oleh redaksi dalam Sajian Khusus adalah esai-esai berat, pembahasan yang terlalu serius. Adakalanya esai ringan sebagaimana yang ditulis oleh Akhmad Idris pada edisi ke-101 ini. Idris, menuliskan 4 tulisan bahan refleksi sebagaimana yang pernah ia alami dan rasakan. Tentunya ia melihat dari kacamata seorang santri.
Esai pertama memuat tentang kamera, sastra, dan fotografi. Kali ini ia tengah membincang bagaimana fungsi foto di era dulu dan sekarang, hingga dikenal dengan istilah fotografi sastrawi. Tulisan kedua, ia membincang tentang keimanan. Hal itu berdasarkan refleksi dia atas buku yang berjudul Tuhan yang Berpikir. Tulisan ketiga, ia mencoba menebak nasib al-Qur’an cetak era sekarang ketiga dunia yang serba digital. Tulisan keempat, refleksi ia atas pandemi yang masih melanda negeri ini, yang menurutnya, kunci untuk menghadapinya adalah pada keluarga. Keluarga adalah kunci, harta yang paling berharga.
Keempat esai yang ringan tersebut menarik untuk kita baca. Dan, pembaca yang budiman juga bisa menulis sebagaimana yang ditulis oleh Idris, tidak perlu memakai bahasa yang njelimet dan ndakik-ndakik. Terima kasih Idris atas kiriman tulisannya. Semoga bermanfaat.
Terima kasih juga kami haturkan kepada segenap pembaca Alif.id, yang sudah berkenan membagikan tulisan-tulisan yang ada pada laman Alif. Semoga menjadi amal jariyah.
Akhirul kalam, selamat membaca!
Redaksi.