Sedang Membaca
Ziarah ke Makam Mbah Moen di Mekkah
Iqbal Kholidi
Penulis Kolom

Peminat sejarah Baitul Maqdis, Mekkah dan Madinah

Ziarah ke Makam Mbah Moen di Mekkah

Tanpa terasa pada musim haji tahun ini, adalah Haul atau satu tahun KH. Maimoen Zubair (Mbah Moen) meninggalkan kita untuk selamanya. Tidak bisa dilupakan saat itu, saya sungguh kaget ketika mendengar kabar wafatnya Mbah Moen di Kota Suci Mekkah.

Rasanya tak percaya, bagaimana tidak, saya sebelumnya sempat menyaksikan rekaman video Mbah Moen sedang berada di Masjidil Haram, mencium Hajar Aswad, tiba-tiba datang kabar duka tersebut.

Seketika itu saya bernadzar, bila nanti mendapat panggilan ke Tanah Suci saya akan menziarahi makamnya. Informasi awal yang saya peroleh bahwa peristirahatan terahir beliau ada di pemakaman Ma’la Mekkah. Rasa haru dan iri campur aduk saat mendengar almarhum dimakamkan di sana.

Bila pembaca berkenan, ijinkan saya ulas sedikit tentang tempat pemakaman Mbah Moen. Saya cukup sering berziarah ke pemakaman kuno itu setiap berkesempatan berada di Mekkah.

Pekuburan Ma’la dikenal juga dikenal sebagai pemakaman leluhur Nabi Muhammad SAW. sebab Kakek Nabi, Abdul Muththalib dan sang Paman Nabi Abu Thalib dimakamkan di tempat ini. Selain itu juga, terdapat Keluarga dan Sahabat Nabi, termasuk ummul mu’minin Sayyidah Khadijah, istri pertama Nabi Muhammad SAW. Menurut ulama besar Mekkah Sayyid Muhammad al Maliki, setidaknya ada 45 Sahabat Nabi dimakamkan di Ma’la.

Baca juga:  Shalat Jumat di Hagia Sophia: Catatan dari Istanbul

Ada sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud bahwa Nabi Muhammad pernah bersabda:

“Allah akan bangkitkan dari tempat ini (Ma’la) dan seluruh Tanah Haram

70.000 orang yang akan masuk surga tanpa hisab. Wajah mereka bercahaya laksana bulan purnama. Setiap orang dari mereka akan memberi Syafa’at kepada 70.000 orang dengan wajah yang bersinar laksana bulan purnama juga”.

Intinya, Ma’la adalah situs yang mulia, khususnya dalam kedudukan agama. Selain generasi awal islam, banyak ulama besar nusantara yang juga dikebumikan di sini, di antaranya Imam Nawawi al-Bantani. Keadaan inilah yang menyebabkan banyak ulama, berharap dirinya wafat di Mekkah dan dimakamkan di Ma’la.

Singkat cerita pada November 2019, tiga bulan setelah Mbah Moen wafat, saya akhirnya berangkat umrah ke Tanah Suci. Inilah kesempatan menunaikan nadzar berziarah ke makam Mbah Moen.

Saya selalu mengatakan kepada saudara dan keluarga sebelum pergi ke Tanah Suci bahwa nanti di sana saya ingin sekali mengunjungi makam Mbah Moen. Mungkin karena itu mereka mengirimi saya informasi dari berbagai sumber mengenai titik lokasi atau posisi makam Mbah Moen di Ma’la.

Maklum, karena memang ada ribuan kuburan di sana dan semuanya tanpa nisan.

Saat saya sudah berada di Mekkah, dari Masjidil Haram saya bertolak menuju pemakaman Ma’la berjalan kaki seorang diri. Di perjalanan saya terus menerus membaca dengan lirih qasidah sa’duna fid dunya kegemaran Mbah Moen semasa hidupnya, hingga tak terasa tau-tau sudah di depan gerbang pemakaman Ma’la.

Baca juga:  Salat Tarawih di Masjid al-Aqmar, Peninggalan Dinasti Bermazhab Syi’ah di Mesir

Berbekal info yang saya simpan sejak dari rumah, di Ma’la saya harus mencari blok 70 nomor 151, dan pusara Mbah Moen disebutkan ada di baris 4.

Waktu saya menemukan blok 70, terlihat dari kejauhan ada 3 peziarah berbaju batik dan takwa duduk bersila beralas sandal. Dalam hati saya haqqul yaqin bahwa makam Mbah Moen pasti ada di situ, tak perlu lagi menghitung baris makam, saya lari kecil segera bergabung duduk di belakang mereka yang ternyata baru saja memulai tahlilan. Benar saja ini makam Mbah Moen.

Setelah tahlilan, salah seorang dari mereka menoleh ke belakang ke saya, kami sama-sama berdiri dan bersalaman, yang lain juga, menyapa saya asalnya dari mana dan apakah saya santri alumni Pesantren Sarang juga. Mereka mengajak saya foto bersama di samping makam kemudian mereka pamit. Dalam hati saya berharap semoga ini ‘isyarat’ kalau saya dianggap sebagai santri Mbah Moen.

Selepas berdoa di makam, saya mengamati dan baru menyadari, ternyata makam Mbah Moen tidak jauh dari makam Sayyid Muhammad Alawi al Maliki, dan juga makam Sayyidah Khodijah al Kubra. Maka tak lupa saya mengucapkan salam kepadanya.

Saat saya hendak beranjak meninggalkan makam, ada warga lokal berseru kepada saya, rupanya orang Arab yang juga berziarah, ia mengingatkan saya, agar jangan mengenakan sandal dulu sampai keluar dari area makam. Kemudian ia mendekat ke makam Mbah Moen, kami bersalaman lalu ia berkata, “saya tahu orang yang dimakamkan ini, waktu pemakamannya sama dengan saudaraku (ia menunjuk kuburan tak jauh dari makam Mbah Moen), ini orang mulia, semoga keduanya berkumpul di Jannah” kata dia.

Baca juga:  Berislam sebagai Pelajar Minoritas di Negeri Kincir Angin

Masya Allah.. Mbah Moen…

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top