Sedang Membaca
Cerita Marsillam Simanjuntak di Balik Terpilihnya Gus Dur Jadi Presiden
Avatar
Penulis Kolom

Menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Negeri Jakarta, Jurusan Pendidikan Sejarah. Penulis lepas.

Cerita Marsillam Simanjuntak di Balik Terpilihnya Gus Dur Jadi Presiden

Terpilihnya Gus Dur menjadi Presiden Republik Indonesia pada 1999 merupakan hal yang mengejutkan. Bukan hanya bagi politikus dan pengamat politik, melainkan juga bagi teman-teman Gus Dur di Forum Demokrasi.

Dalam buku Menjerat Gus Dur (2019) saya menjelaskan bagaimana manuver politik berlangsung sangat cepat. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) memenangi pemilu 1999. Ia disusul oleh Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Konsekuensi logis dari partai pemenang pemilu, biasanya memiliki kans tinggi—bila tidak disebut berhak—untuk menempatkan ketua umumnya menjadi presiden. Untuk diketahui, pemilu 1999  belum dilaksanakan pemilihan langsung. Pemilihan ada dua tahap: pertama, pada bulan Juli 1999, rakyat memilih anggota legislatif. Kedua, pada Oktober 1999, para anggota legislatif terpilih akan memilih presiden.

Gus Dur sendiri berada di PKB. Ia salah satu pendiri PKB yang pada awalnya sudah sepakat untuk mendukung Megawati sebagai presiden. Hal itu juga yang membuat Matori Abdul Jalil, Ketum PKB saat itu getol melakukan komunikasi intensif dengan PDIP.

Akan tetapi, banyak partai menganggap PDIP sangat jumawa dengan kemenangannya. PDIP dinilai tertutup dan sangat yakin akan mendapatkan posisi presiden. Meski begitu, Noviantika Nasution dalam keterangannya kepada saya menyatakan, “Bukan PDIP sombong atau tertutup, kami tak punya banyak dana untuk melakukan komunikasi dengan partai. Sebuah kebiasaan, partai pemenang biasanya akan diminta membiayai segala macam pertemuan itu.” 

Baca juga:  Gus Dur dan Tanggal-Tanggal Bersejarah

Namun, publik sudah telanjur percaya dengan kesan tertutup PDIP. Hal itu kemudian semakin dikuatkan dengan tidak adanya pernyataan resmi dari Megawati mengenai langkah politik yang akan ditempuh. Tak hanya itu, diamnya Megawati juga membuat publik tak mengetahui apa ide dan gagasan Megawati bila terpilih menjadi presiden.

Akhirnya, partai-partai politik lain—terutama partai Islam— melakukan konsolidasi. Amien Rais sebagai Ketum PAN gencar melakukan lobi. Ia kemudian menjadikan gabungan partai Islam ini dengan nama Poros Tengah dan mencalonkan Gus Dur sebagai presiden.

Gus Dur dipilih karena dianggap dapat diterima oleh semua kalangan. Padahal, mereka memilih Gus Dur karena mereka anggap Gus Dur akan gampang diatur, terlebih Gus Dur memiliki kekurangan fisik. Akan tetapi, pada perjalanannya Gus Dur tak bisa diatur.

Ada ceita lain dipilihnya Gus Dur sebagai calon presiden yang tidak atau belum ditulis di buku Menjerat Gus Dur. K.H. Anwar Ibrahim, salah satu pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menceritakan, sebelum Gus Dur dipilih menjadi capres, Amien Rais, Fuad Bawazier dan beberapa tokoh poros tengah melobi kiai-kiai NU di pondok pesantren Langitan dan Buntet.

“Saat itu, para kiai tidak yakin dengan niat para Amien Rais. Sebab, kiai-kia menganggap Gus Dur ini adalah jimat bagi NU. Jimat harus dijaga dan hanya digunakan apabila keadaan mendesak,” ujarnya di Gedung PWNU Jatim (2/2/2020).

Baca juga:  Eks-HTI Penuh Manipulasi: Melintir Pidato Mbah Wahab hingga Mencatut Prof Ahmad Zahro

K.H. Anwar Ibrahim melanjutkan, para kiai meminta jaminan atau komitmen dari mereka untuk menjaga Gus Dur sampai akhir masa jabatannya. “Mereka membuat pernyataan dan menandatanganinya. Kalau tidak salah, kalau mereka tidak menjaga Gus Dur, mereka siap potong telinga,” kenangnya.

Terlepas dari itu, pencalonan Gus Dur oleh Poros Tengah membuat Matori Abdul Jalil pusing tujuh keliling. Ia sudah melakukan kepada PDIP dan kemudian dipertanyakan komitmennya PKB untuk mendukung Megawati. Matori hanya bisa mengatakan ini di luar kehendak dan kemampuannya.

Marsillam Simanjuntak, teman seperjuangan Gus Dur saat di Fordem tak habis pikir dengan langkah Gus Dur. Saat pemilu 1999, Marsillam berada di tim pemenangan Megawati. Dan merasa Gus Dur seperti bercanda mencalonkan diri.

Ketidakpercayaan Marsillam dan sebagian anggota Fordem seperti Rahman Tolleng dan Daniel Dhakidae sudah terlihat sejak Gus Dur mengundurkan diri sebagai Ketua Kelompok Kerja Fordem pada Juli 1998 di Gedung PKBI, Jakarta. Bahkan, Rahman Tolleng menyebut Gus Dur sudah “gila”.

Kenapa mereka menyebut Gus Dur “gila”? karena kesehatan Gus Dur sudah menurun, terutama pengelihatannya. Marsillam menceritakan, pada suatu waktu Gus Dur diwawancarai wartawan asing. “Gus Dur ditanya tentang kesiapannya, lalu wartawan itu menyatakan kepada Gus Dur bahwa tidak masalah. Buktinya, ada presiden di salah satu negara pasifik yang tidak bisa melihat,” ucap Marsillam.

Baca juga:  Absennya Kewargaan (Citizenship) di Pemilu Pasca Orde Baru?

Setelah wawancara, Gus Dur menceritakan hal itu kepada penulis buku Pandangan Negara Integralistik itu. Gus Dur, sambung Marsillam, tersinggung dan agak naik pitam. “Mosok, saya dibilang buta?” kata Gus Dur ditirukan oleh Marsillam.

Tak lama setelah itu, Gus Dur pamit dari rumah Marsillam. Baru beberapa langkah Gus Dur keluar dari pintu, Gus Dur menabrak patung yang ada di halaman rumah Marsillam, karena ia tak melihat. “Gus Dur ini kan lucu. Menolak dibilang buta, tapi menabrak patung karena tak melihat,” ungkap Jaksa Agung di era kepresidenan Gus Dur ini.

Kendati demikian, Gus Dur dengan sangat percaya diri dengan langkahnya yang akan menjadi preisden. Tak hanya itu, ia bahkan terkesan menantang Marsillam dan Rahman Tolleng. “Saya memang tidak mempunyai logika serapi Marsillam Simanjuntak dan Rahman Tolleng. Tapi, kita lihat nanti siapa yang akan menang,” ucap Marsillam menirukan Gus Dur.

Singkatnya, Gus Dur memenangi pemilu dengan koalisi Poros Tengah dan Golkar. Dengan humor khasnya, Gus Dur menjawab pertanyaan wartawan yang melakukan door stop sesaat setelah Gus Dur terpilih.

“Saya tidak bisa memberikan banyak pernyataan. Semakin saya banyak memberi pernyataan, maka akan semakin banyak yang harus pertanggungjawabkan,” tandas Gus Dur.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
4
Ingin Tahu
1
Senang
2
Terhibur
4
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top