Bentuk kebaikan ada bermacam-macam mulai dari yang bersifat wajib, sunnah bahkan perkara mubah dapat bernilai baik, jika diniatkan untuk hal-hal yang baik. Hal sekecil apapun pasti mengandug kebaikan tergantung siapa yang melakukan dan untuk apa dilakukan. Penilaian terhadap sesuatu juga tergantung siapa yang menilai. Bisa jadi perbuatan A baik untuk suatu komunitas namun belum tentu baik bagi yang lain. Karena setiap orang memiliki standar tertentun untuk menilai kebaikan.
Begitu juga syari’at, yang memiliki standar-standar tertentu untuk dikategorikan seseorang itu baik. Allah S.W.T. dalam Al-Qur’an [Q.S. Al-Baqarah ayat, 177], berfirman;
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ (177)
Artinya,“Kebajikan itu bukan menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke baratetapi kabajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab dan nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang yang perjalanan, peminta-peminta dan untuk memerdekakan hamba sahaya, dan melaksanakan sholat dan menunaikan zakat, orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang bersabar dalam kemelaratan , penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan itulah orang-orang yang bertakwa.” [Q.S. Al-Baqarah, ayat 177]
Syekh Nawawi Al-Bantani menegaskan dalam kitabnya, Mirahu Labid fi Kasyfi Al-Qur’an Al-Majiid [28/1] mengatakan, para ulama tafsir masih berselisih mengenai sasaran ayat di atas. Ada yang mengatakan bahwa ayat di atas ditunjukan untuk untuk orang-orang Yahudi yang terlalu berlebihan saat beribadah menghadap ke Baitul Maqdis.
Ada pula yang mengatakan ayat tersebut turun untuk mengcaonter orang-orang mukmin yang mengira dengan sholat mengahadap Ka’bah dapat memperoleh apa yang mereka inginkan. Dari dua tafsiran tersebut masih ada penafsiran yang lain lain, menurut kami lebih relevan, yang mengatakan bahwa ayat di atas ditujukan kepada manusia secara umum.
Lalu Syekh Al-Nawawi Al-Bantani mengatakan, Seseorang bisa menyandang baik secara syariat kalau memenuhi standar minimal, yaitu harus memenuhi delapan hal secara keseluruhan. Sebagaimana ditegaskan Beliau dalam tafsirnya, Mirahu Labid fi Kasyfi Al-Qur’an Al-Majiid [28/1];
إن صفة البر لا تحصل بمجرد استقبال المشرق والمغرب بل البر لا يحصل إلا عند مجموع أمور.
“Sifat baik (kebajikan) tidak terperoleh jika semata-mata (sholat) menghadapkan wajahnya ketimur dan barat. Akan tetapi, kebajikan itu hanya diperoleh ketika terhimpun beberapa perkara.”
Perkara-perkara yang harus terpenuhi untuk menyandang status baik. Pertama, harus beriman kepada Allah S.W.T. Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak dikatak beriaman kepada Allah karena mereka mengatakan Allah memiliki anak. ‘Uzair dikira anak Tuhan oleh orang Yahudi demikian juga Nasrani menganggap Isa sebagai anak Tuhan. kedua, beriman kepada hari kiamat. Ketiga, beriman kepada malaikat. Orang yahudi justru memusuhi malaikat Jibril.
Keempat, beriman pada Al-Qur’an. Kelima, beriman kepada para Nabi-nabi yang telah di utus. Orang-orang yahudi membunuh para nabi dan mencela terhadap kenabian Nabi Muhammad. Keenam, mendirikan sholat, membayar zakat puasa dan kewajiban-kewajiban lainnya. Ketujuh, memberikan sebagian harta yang dicintainya kepada orang yang membutuhkan seperti anak yatim, orang miskin, musafir atau bahkan membelikan budak untuk dimerdekakan Delapan, menepati janji tidak boleh melanggarnya kecuali ada alasa yang dibenarkan dan sudah meminta izin kepada orang yang dijanjikan.
Delapan hal inilah yang menjadi standar minimal seseorang dapat menyandang baik. Sehingga seseorang yang tidak dapat mengumpulkan salah satu dari hal-hal diatas tidak dapat dikategorikan baik bahkan menjadi kufur kalau tidak memiliki nomor satu, yaitu beriman kepada Allah dan berikutnya yang menjadi rukun iman dan islam.