Santri Pondok Pesantren Al-Imdad, Bantul, Yogyakarta. Sekarang tinggal di Kartasura.

Ihwal Nama Para Datuk Nabi Muhammad Saw

datuk

Memberikan sebuah laqab sebagai nama lain bagi seseorang adalah kebiasaan yang lazim dilakukan oleh masyarakat Arab dahulu (Nizar Rayyan, 2019), atau bahkan sampai sekarang. Mu’jam al-Ma’aniy versi daring mengartikan laqab sebagai; nama lain dari nama yang pertama atau nama aslinya, baik bersifat pujian atau ejekan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia V versi daring mengartikan lakab yang diadopsi dari bahasa aslinya; laqab, sebagai gelar (sebagai kehormatan atau ejekan); melakabkan; memberi gelar (nama) terutama kepada raja yang telah mangkat atau turun tahta.

Kebiasaan masyarakat Arab tersebut dapat kita jumpai dalam nasab Nabi Muhammad Saw. Banyak di antara nama para kakek beliau Saw yang lakabnya lebih masyhur daripada nama aslinya. Bahkan di balik nama aslinya ada sebab khusus hingga menjadi sebuah nama. Atau bisa jadi, nama tersebut memanglah sebuah lakab.

Adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Lu`ay bin Ghalib bin Fihr bin Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’add bin ‘Adnan. Syaikh Nawawi Banten dengan ringkas menjelaskan ihwal nama-nama mulia tersebut dalam Madarij al-Shu’ud, syarah maulid al-Barzanji.

Baca juga:  Kisah Ketegangan Gus Dur dengan Prabowo Subianto

Abdullah

Nama asli ayahanda Nabi Muhammad memanglah Abdullah yang berarti Hamba Allah. Tetapi masyarakat Makkah kala itu memanggil Sayyid Abdullah dengan nama Misbah al-Haram yang berarti lentera tanah Haram (Makkah).

Konon, seperti yang terekam dalam Madarij al-Shu’ud, setiap Sayyid Abdullah berjalan di siang hari, aroma wangi menyeruak dari tubuh beliau membikin tempat-tempat yang beliau singgahi menjadi semerbak harum minyak Misk dan ‘Anbar. Kemudian ketika Sayyid Abdullah berjalan di malam hari, keluarlah pendar cahaya di antara kedua mata beliau seolah ada lampu yang dibawanya dan diletakkan di kepala.

Abdul Mutalib

Sayyid Abdul Mutalib wafat pada usia 110 tahun, riwayat lain yang lebih mu’tamad (unggul) menyebut pada usia 40 tahun di kampung Barman, sebuah pedesaan di tepi jalur menuju Yaman dan dimakamkan di Hajun.

Nama asli Sayyid Abdul Mutalib ialah Syaibah al-Hamd. Syaibah berarti uban dan al-Hamd berarti terpuji. Menurut pendapat yang sahih, beliau dinamai Syaibah sebab ketika lahir terdapat satu helai rambut berwarna putih di kepada beliau. Lalu nama Syaibah disandarkan pada kata al-Hamd sebab beliau memiliki akhlak terpuji semasa hidupnya. Tak pernah melakukan hal-hal yang syubhat apalagi menyimpang.

Syaikh Nawawi menyertakan satu pendapat lagi yang menyebutkan ihwal penamaan Abdul Mutalib dalam kitab yang sama. Suatu ketika, berangkatlah Mutalib bersama Syaibah muda dari kampung Madinah menuju Makkah. Mutalib adalah paman Syaibah dari jalur ayah.

Baca juga:  Sultan Abdul Hamid II Ingin Menjadi Tukang Sapu di Makam Nabi

Setibanya di Makkah, orang-orang Makkah terbelalak melihat wajah Syaibah yang bersinar sebab Nur Muhammad. Semenjak kedatangannya di Makkah, banyak orang yang berbondong-bondong datang dari berbagai tempat, bahkan dari luar Makkah, untuk menemui Syaibah. Mereka semua takjub dan bertanya kepada Mutalib, orang yang membawa Syaibah. “Siapa gerangan orang yang bersamamu, yang wajahnya menerangi lembah-lembah dan bukit-bukit ini, wahai Tuan?”

“Dia ‘abdiy; pelayanku,” jawab Muthalib menghilangkan keheranan mereka. Lunas sudah, walhasil semua orang memanggil Syaibah dengan nama Abdul Mutalib. “Oh, betapa indahnya cahaya Abdul Mutalib! Betapa indahnya Abdul Mutalib!” sorak semarai penduduk Makkah.

Hasyim

Nama asli beliau adalah ‘Amr. Dipanggil Hasyim sebab beliau lah yang menggiling daging, kemudian dibikin tsarid, semacam roti yang diremuk dan direndam dalam kuah untuk seluruh kaumnya yang kala itu dirundung musim paceklik. Sebuah riwayat mengatakan, usia beliau dua puluh atau dua puluh lima tahun.

Syaikh Nawawi menceritakan, tak pernah Sayyid Hasyim berjalan melintasi bebatuan, pepohonan melainkan mereka semua; bebatuan, pepohonan dan apa saja yang dilintasi, berkata kepada beliau, “Berbahagialah, wahai Hasyim. Kelak akan keluar dari punggungmu, seorang nabi yang menjadi penutup para nabi dan rasul.”

Abdi Manaf

Beliau adalah kakek ke-3 Nabi Muhammad, kakek ke-4 Sahabat Utsman bin Affan r.a, dan kakek ke-9 Imam Syafi’i. Bernama asli al-Mughirah. Beliau juga memiliki lakab lain, yaitu Qamar al-Batha` yang berarti rembulannya tanah Makkah, yang menggambarkan indahnya wajah beliau. Syaikh Nawawi menyebutkan Sayyid al-Mughirah disebut dengan Abdi Manaf karena saking mulianya kedudukan beliau di antara kaumnya. Ada juga menyebutkan karena postur tubuh beliau yang tinggi dibanding kaumnya.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
2
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top