Sedang Membaca
Bikin Gaduh dan Menjadi Esktrimlah, agar Diajak Bargaining
Al-Zastrouw
Penulis Kolom

Budayawan. Founder Ki Ageng Ganjur. Menyelesaikan S3 di UI. Tinggal di Depok, Jawa Barat

Bikin Gaduh dan Menjadi Esktrimlah, agar Diajak Bargaining

Jika anda ingin diajak bargaining dan diperhatikan oleh para elit penguasa, maka berbuatlah onar dan bikinlah kegaduhan di negeri ini. Kalau perlu robek-robeklah kesatuan bangsa dengan menebar kebencian dan permusuhan. Hancurkanlah rasa persaudaraan sesama anak bangsa dengan isu sektarian.

Dengan cara ini kau tidak hanya diperhatikan dan diajak bargaining tapi juga akan dimasukkan dalam gerbong kekuasaan atas nama rekonsiliasi dan untuk meredam kegaduhan. Sekalipun kau tak pernah berjasa dan berjuang untuk kekuasaan, bahkan merongrong, memusuhi dan menista kekuasaan itu sendiri.

Semakin engkau memiliki daya rusak, semakin sangar dalam penampilan dan kasar dalam perkataan, maka nilaimu akan semakin tinggi di hadapan penguasa dan para elit politik. Dan untuk menutupi jejak kerusakan bangsa akibat ulah kalian cukuplah membuat ikrar kesetiaan di atas selembar kertas bermeterai kemudian ditandatangani. Dengan cara ini seluruh kesalahan yang pernah dilakukan akan terhapus dan jejak kerusakan bangsa yang ditimbulkan akan tertutupi.

Setelah itu kalian tinggal menafsirkan AD/ART yang selama ini menjadi pijakan untuk menebar sikap rasis dan sektarian hingga merusak sendi-sendi kebangsaan dengan tafsir baru yang lebih Pancasilais dan Nasionalis, tanpa harus mengubahnya. Untuk menperkuat legitimasi, buzzer akan membuat analisis yang rasional, ilmiah sampai yang mistis dan humoris. Dan selanjutnya akan ditebar di medsos hingga memenuhi otak dan pikiran semua orang.

Baca juga:  Tradisi Natal dan Catatan Toleransi Umat Beragama (2): Dialog Bersama Pare Christian Community

Karena semua jejak sudah terhapus dan dosa telah terampuni, maka izin kalian akan segera diperpanjang. Kalian akan diterima menjadi mitra pemerintah dan ikut dalam barisan penguasa yang dulu kalian caci maki. Kalian akan bisa bersama sama menikmati kue kekuasaan dengan elit penguasa lainnya. Ajib kan?!

Jika kalian serius dan tulus menjadi pejuang yang menjaga keutuhan dan kedaulatan bangsa, maka nasibmu hanya akan menjadi pemadam kebakaran dan peredam kegaduhan. Penguasa dan elit negeri ini tak akan menghitung pengorbanan kalian yg serius melawan radikalisme di negeri ini. Kiai kalian yang dinista, organisasi kaluan yang di-bully dan difitnah secara keji tak pernah dipedulikan, karena mereka tahu kalian tak akan protes atau bikin gaduh yang mengganggu kekuasaan dan para elitnya.

Kalau toh kalian protes, atau sekedar bertanya soal jatah kekuasaan, maka kalian akan dituduh sebagai orang yang tidak ikhlas berjuang dan rakus kekuasaan. Kalian tidak ada bedanya dengan para politisi. Karena bagi mereka kekuasaan itu tabu bagi kalian yang sudah cukup diberi pujian sebagai penjaga NKRI dengan sedikit hiburan “Hari Santri”.

Posisi kalian sudah sangat terhormat, yaitu sebagai penjaga moral bangsa, meski suara dan aspirasi kalian jarang didengar dan sering diabaikan. Sebagai kelompok yang rela berjuang secara ikhlas demi keutuhan bangsa dan negara, kalian harus mengalah kalau para elit penguasa menerima dan memberi tempat pada kelompok yang selama ini memusuhi kalian, menista para kiai dan ulama yang kalian hormati sehingga membuat kalian sering bentrok di lapangan dengan mereka. Semua ini demi stabilitas, demi investasi yang membutuhkan ketenangan, demi para saudagar yang tidak suka kegaduhan.

Baca juga:  Masjid Demak dan Impian Politik Teokrasi

Berbagai fenomena ini jelas menunjukkan kuatnya tarikan pragmatisme politik di balik isu melawan radikalisme. Upaya menjaga kenyamanan kekuasaan lebih terlihat nyata dari pada menjaga dan mempertahankan ideologi dan eksistensi bangsa dan negara.

Dalam situasi seperti, kelompok yang secara serius berjuang melawan radikalisme dan tulus menjaga NKRI akan kembali terlempar di pinggiran. Mereka berjalan sendiri di lorong sunyi sambil menahan kegetiran hati karena kembali diejek dan dinista oleh para pengkhianat bangsa yanh sudah dihapus jejak dan dosanya karena telah menjadi bagian dari kekuasaan.

Apa yang terjadi menjadi pelajaran bagaimana sulitnya menjadi orang ikhlas di tengah pusaran orang-orang yang rakus dan tidak tahu diri. Mereka memanfaatkan ketulusan orang ikhlas untuk memenuhi nafsu kekuasaan, karena mereka tahu orang ikhlas tak pernah menutut berlebihan apalagi bikin gaduh.

Jika para penguasa dan elit negeri ini mudah kompromi dan memberikan tempat bagi kaum radikal yang suka bikin gaduh dan merongrong negara hanya demi mengamankan kepentingan politik praktis dengan mengabaikan kelompok yang menjaga negeri ini secara tulus karena alasan ideologis (bukan semata mata karena kepentungan politis), saya khawatir negeri ini tidak akan bertahan lama.

Memang, para penguasa dan para elit negeri ini bisa membangun argumen yang canggih dan sangat rasional untuk meyakinkan masyarakat bahwa kebijakan mereka adalah benar.

Baca juga:  Absennya Kewargaan (Citizenship) di Pemilu Pasca Orde Baru?

Tapi yang perlu diketahui, keikhlasan itu memiliki kekuatan yang melampaui argunen secanggih apapun. Kekuatan orang ikhlas menembus dimensi dan sekat apa pun. Meski terlihat lemah dan diam, namun jika sudah bergerak akan manpu menjebol kezaliman, sekuat apa pun. Dan bangsa ini akan bergerak menuju kehancuran jika terus menyia-nyiakan orang-orang ikhlas yang selalu mengalah dan diam, tidak bikin gaduh.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top