Periode pertengahan tahun 2005 Gus Im menghubungiku dan mengajak ketemu sambil makan di bilangan Sarinah. Kemudian aku sanggupi dan diajak makan dengan resto gaya ngamerika dengan suasana yang berbeda dari hari biasanya, karena ada istilah thanksgiving. Seperti biasa Gus Im memberikan penjelasan banyak tentang apa itu thanksgiving dan informasi tentang geo politik waktu itu.
Setelah makanan sudah dihidangkan didepan kita, lalu kami menikmati berdua (sambil Gus Im menyapa kawannya yang ketemu ditempat tersebut). Setelah selesai makan Gus Im baru mulai bercerita tentang rencana mau melakukan pementasan tentang antologi puisinya yang berjudul Bunglon. Saya mendengarkan terus apa yang Gus Im mau dan saya mulai tertarik ketika Gus Im akan melibatkan para musisi underground/metal dalam mengiringi pembacaan puisinya.
Gus Im memang unik dan menarik, Beliau bercerita tentang hobby ngumpul bersama sejumlah pemusik rock, lama-lama Gus Im memiliki inspirasi membikin terobosan baru dengan membacakan puisi politiknya dengan gaya metal. Acara tersebut akan diselenggarakan di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki (TIM) sekitar Agustus 2005 dan musik tersebut akan mengiringi peluncuran buku puisinya yang berjudul Bunglon.
Pembicaraan kami semakin seru ketika Gus Im menceritakan bahwa acara nanti akan dibuka dengan lagu Indonesia Raya tapi dengan iringan gitar saja. Sebagai orang yang pernah kuliah teater, aku membayangkannya saja sangat menarik. Sebab selama ini musikalisasi puisi yang ada monoton dan biasa-biasa Saja.
Kemudian Gus Im menjelaskan bahwa ide puisi metal ini lahir setelah, Andy Julias (alm) Hasiolan Eko P Gultom mendirikan komunitas Indonesian Progressive Rock pada 1999. Sementara Gus Im adalah penggemar Jimmy Hendrix sampai Metallica. Dari sinilah muncul ide/gagasan ”nakal”nya untuk memadu puisi dan rock sebagai parodi kepada penguasa.
Adapun acara panggung yang akan dipakai pentas adalah di TIM (Taman Ismail Marzuki). Kemudian Gus Im memintaku membacakan puisinya, lalu aku sanggupi. Kemudian aku dikasih buku antologinya Bunglon dan memberi tahuIkalau ada para sahabat yang juga akan membacakannya, antara lain Athonk dari Yogyakarya, terus Jumali dari Malang dan yang lainnya aku lupa.
Disamping konsep yang ditawarkan itu menarik, apalagi ada beberapa musik underground/metal yang akan ikut berpartisipasi. Sementara aku mendapatkan kesempatan membaca 2 puisi Gus Im dalam antologinya Bunglon yang aku pilih sendiri :
KUTIPAN
Aku penyair tanggung
Kau birokrat ulung
Aku mengutip kata, membuang uang
Kau membuang kata, mengutip uang
2005
DI NEGERI INI
di negri ini
orang miskin memulung sampah
di negri ini
orang sekolahan mendaur wacana
di negri ini
orang se RT mati ketiban sampah
di negri ini
orang pembangkang diam kerna ngeri
di negri ini
orang pinter mimpi dapat *blbi
di negri
orang goblok harus tau diri dan nggak usah sekolah
di negri ini
orang sehat dilarang sakit
di negri ini
orang sakit harus tau diri dan segra mati
di negeri ini
orang nganggur jadi edan dan nulis puisi
di negeri ini
orang ngopi dan bayar pakai obligasi
2005
———–
*blbi : bantuan likuiditas Bank Indonesia berjumlah Rp. 650 rilyun pada tahun 1998
Pembicaraan tentang pementasan antologi puisi Bunglon Hasyim Wahid selesai, lalu Gus Im mengajakku pulang karena waktu telah menunjukkan pukul 11 malam. Aku pulang diantar Gus Im yang kebetulan waktu itu aku tinggal di daerah Patal Senayan dan Gus Im sekalian pulang ke bilangan gandaria.
Akhirnya pementasan terjadi dan sukses dengan dihadiri para sahabat Gus Im dan dari bebagai profesi. Selamat Jalan Gus dan terima kasih, semoga ketemu Andy Julius di surga. Dari pembacaan puisi karya Gus Im, aku telah berkesemapatan belajar tentang sebuah ilmu pertunjukan yang mandiri. Terima Kasih Gus, sampeyan memang inspiratif dan karya sampeyan adalah keabadian tersendiri.