Alquran adalah kitab terakhir yang diturunkan oleh Allah kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Dengan perantara malaikat Jibril.as sebagai hudan li al-nas, bayyinat min al-huda, wa al-furqan. Sebagai pedoman hidup, Alquran tentunya memiliki kandungan yang tidak bertepi, kedalamannya tidak terbatas, penuh dengan mutiara ilmu dan pelajaran yang tidak ternilai harganya. Alquran adalah kitab suci yang memuat ajaran-ajaran yang bersifat universal, yang mengatur kehidupan umat manusia.
Alquran diturunkan berserta kandungannya yang bersifat mujmal atau global, tapi hal ini tidak mengurangi keistimewaannya serta kesempurnaan isi dalam setiap kandungan ayat dalam Alquran. Dalam perkembangannya, studi tentang Alquran melahirkan suatu kesimpulan bahwa Alquran memiliki keunikan dalam objek kajiannya, dan tidak akan habis untuk dibicarakan dan dikaji. Untuk memahami kandungannya, diperlukan penafsiran dalam memudahkan untuk lebih mengenal dan memahami maksud ayat-ayat Alquran.
Kegiatan penafsiran pada masa Rasulullah menjadikan para sahabat memberikan perhatian lebih terhadap pengkajian Alquran. Para sahabat belum bertumpu kepada tulisan dan kodifikasi Semua tafsir terjaga dalam hafalan dan tertanam dalam jiwa. Namun, tidak semua ayat Alquran ditafsirkan oleh Rasulullah berlangsung hingga wafatnya. Kebutuhan akan tafsir semakin meningkat, apalagi ketika terjadi pembukaan wilayah Arab secara besar-besaran. Hal ini mengakibatkan banyak orang non Arab masuk Islam, sehingga muncullah sebagian tafsir seperti tafsir (madaris al-tafsir) yang dikembangkan oleh para sahabat seperti Ibn ‘Abbas, Ibn Mas‘ud dan Ubay ibn Ka‘ab.
Seiring dengan perkembangan zaman, semangat untuk memahami Alquran semakin besar, ditambah pula dengan kondisi sosial masyarakat yang semakin kompleks sehingga muncullah berbagai karya tafsir yang mencoba membahas mengenai persoalan hidup manusia dari berbagai aspek. Sejarah kajian Alquran di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perkembangan Islam di Nusantara. Sehingga memunculkan beberapa seorang mufasir dan kitab-kitab tafsir disertai corak di setiap penafsiranya. Salah satunya kitab Tafsir al-Bayaan karangan T.M. Hasbi Ash Shiddieqy.
Tafsir al-Bayaan merupakan karya kedua yang dikarang oleh T.M. Hasbi Ash Shiddieqy dalam bidang penafsiran Alquran selepas karyanya yang pertama yaitu Tafsir an-Nur yang diterbitkan pada tahun 1956. Penyusunan Tafsir al-bayaan oleh Hasbi, selain bertujuan untuk melengkapi sistem terjemahan dalam Tafsir an-Nur, juga bertujuan untuk meluruskan kembali terjemahan-terjemahan Alquran yang telah beredar pada masanya, dia mendapati bahwa terjemahan-terjemahan Alquran yang beredar di tengah-tengah masyarakat perlu dikaji dan ditinjau kembali dan disempurnakan.
Hasbi ash-Shiddieqy bernama lengkap Tengku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy, lahir di Lhokseumawe Aceh Utara pada 10 maret 1904, dari kalangan keluarga para alim ulama. Teungku adalah sebutan untuk orang yang alim (ulama) di kalangan masyarakat Aceh. Ayahnya bernama Teuku Muhammad Hussein Ash-Shiddieqy yang mempuyai nama lain Teuku Kadi Sri Maharaja Mangkubumi Hussein bin Mas’ud, dan Ibunya bernama Teuku Amrah binti Sri Maharaja Mangkubumi Abdul Aziz.
Jika dilihat dari silsilah nasabnya Teugku Hasbi sendiri masih memiliki kaitan nasab dengan Abu Bakar as-Shiddiq melalui garis nasab ayahnya. Jika di urutkan silsilah nasab tersebut, maka Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy merupakan keturan yang ke-37 dari Abu Bakar ash- Shiddieq.
Hasbi ash-Shiddieqy beliau juga selain seorang tokoh agama disatusisi beliau juga menjadi seorang intelektual Muslim. Ia banyak menulis sebuah kitab dan buku dianaranya adalah Tafsir an-Nur, Tafsir al-Bayan, koleksi hadist-hadist hukum, 9 jilid, Mutiara Hadis 3 (Shalat), Mutiara Hadis 4 (Jenazah, Zakat, Puasa, Iktikaf dan Haji), Mutiara Hadis 5 (Nikah dan Hukum Keluarga, Perbudakan, Jual Beli, Nazar dan Sumpah, Pidana dan Peradilan, Jihad), Sejarah dan Pengantar Ilmu Alquran, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tafsir, Kriteria Antara Sunnah dan Bid‘ah, Pedoman Shalat, Pedoman Puasa, Pedoman Zakat, dan Pedoman Haji.
Dari sekian banyak karya-karyanya, karya yang paling popular yaitu Tafsir an-Nur dan Tafsir al-Bayaan. Kedua tafsir tersebut mempunyai kesamaan yaitu dalam metode penafsiran, sumber tafsir, sistematika penulisan dan penyusunan. Meskipun memiliki kesamaan tapi terdapat beberapa perbedaan diantara dua tafsir tersebut diantaranya adalah Metode penyajian. Jika kedua karya tafsir Hasbi tersebut ditinjau dari sisi metode penyajiannya, maka dijumpai bahwa keduanya berbeda dari sisi tema yang disajikan dalam setiap kelompok ayat dalam satu surah.
Adapun Tafsir al-Bayaan disusun bertujuan untuk menyempurnakan terjemahan yang terdapat dalam Tafsir an-Nur dan terjemahan-terjemahan Alquran yang beredar, sehingga uraian tafsirannya terkesan sangat ringkas, yaitu dengan mengelompokkan ayat-ayat dalam setiap surah dalam tema-tema sentral secara global (mujmal), kemudian menerjemahkan ayatayat tersebut secara lafziyah dan ma‘nawiyah dan memberikan penafsiran singkat terhadap ayat-ayat tertentu yang membutuhkan penjelasan makna, khususnya ayat-ayat yang membahas tentang hukum suatu masalah (fikih) yang diuraikannya dalam catatan kaki.
Tafsir al-Bayaan, dapat dinyatakan bahwa karya tafsir tersebut merupakan karya terjemahan Alquran yang dilengkapi dengan penafsiran secara ijmali mukhtasar (global ringkas), dikatakan demikian, karena di dalamnya Hasbi berusaha menjelaskan makna-makna Alquran dengan uraian yang sangat singkat. Corak penafsiran yang tampak di dalamnya adalah bercorak fikih, hal itu diketahui melalui penegasannya dalam mukadimah bahwa dia mengkhususkan penjelasan akan kandungan hukum dalam setiap ayat yang dipandangnya mengandung implikasi hukum.