Sedang Membaca
Penguatan Hak-hak Perempuan dalam Islam

Pendiri mubadalahnews.com, portal tentang islam dan relasi yang membahagiakan. Mesantren 6 tahun di Arjawinangun, S1 di Damaskus Syiria, S2 di IIU Malaysia, dan S3 di UGM Yogyakarta

Penguatan Hak-hak Perempuan dalam Islam

  • Buku kecil ini terinspirasi dari karya besar Syaikh ‘Abdul Halim Abu Shuqqah (1924-1995), Tahrir al-Mar’ah fi Asr al-Risalah (Pembebas Perempuan pada Masa Kenabian) mengenai penguatan hak-hak perempuan dalam Islam dari teladan Nabi Saw.

Bismillah. Alhamdulillah. Wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rasuulillaah, an-Nabiyyi ar-Rahmah, arsalahu Allaahu hidaayatan, wa ni’matan, wa rahmatan lil ‘aalamin ajma’. Amma ba’d.

Buku kecil ini terinspirasi dari karya besar Syaikh ‘Abdul Halim Abu Shuqqah (1924-1995), Tahrir al-Mar’ah fi Asr al-Risalah (Pembebas Perempuan pada Masa Kenabian) mengenai penguatan hak-hak perempuan dalam Islam dari teladan Nabi Saw.

Jika Tahrir Abu Shuqqa memuat lebih dari 1900 teks hadis dalam 6 jilid buku, kompilasi ini sangat kecil, hanya 60 teks hadis. Penjelasannya pun sangat singkat dan sederhana. Ini dimaksudkan untuk memudahkan para pemula yang ingin mengenal hadis-hadis inti dalam isu-isu relasi laki-laki perempuan yang lebih fundamental. Yaitu prinsip kerja-sama dan kesalingan antara laki-laki dan perempuan. Prinsip yang yang saya sebut sebagai mafhum mubadalah, atau perspektif kesalingan dan resiprositi.

Secara metode, kompilasi kecil ini juga terinspirasi dari karya-karya yang sudah populer seperti kitab Arba’in an-Nawawi karya Imam Nawawi (Yahya bin Sharaf, w. 676/1277). Jika kitab Arbain berisi 40 teks hadis mengenai prinsip-prinsip besar Islam dalam berbagai topik, kompilasi ini fokus pada isu relasi laki-laki dan perempuan.

Dalam kompilasi kecil ini, 60 teks hadis dikelompokkan dalam 15 tema pokok. Diawali dengan tema terkait prinsip relasi, kemudian mengenai martabat perempuan di mata Allah Swt, menyusul posisi dan hak-hak perempuan baik di ranah domestik maupun publik, hingga yang terkait dengan relasi suami istri. Satu persatu hadis akan disebutkan, dengan rujukan dari sumber-sumbernya, dan penjelasan singkat mengenai isi hadis tersebut, dengan mengacu pada perspektif kesalingan.

Baca juga:  Perempuan dan Nobel (1): Louise Gluck, Peraih Nobel Bidang Sastra

Sementara ini, ingatan kebanyakan orang mengenai hadis-hadis tentang perempuan, adalah tentang penciptaan dari tulang rusuk yang bengkok. Atau tentang pesona (fitnah) mereka yang akan menjerumuskan laki-laki. Atau tentang mereka sebagai penghuni neraka terbanyak, kurang akal dan kurang agama, harus ditemani kerabat (mahram) kalau keluar rumah, shalat mereka harus di tempat tersembunyi, mereka bisa membatalkan shalat seseorang jika lewat di hadapannya, harus taat suami, laknat atas keengganan mereka melayani suami, dan hal-hal yang menitik beratkan pada kewajiban besar mereka untuk selalu melayani dan menyenangkan suami.

Kompilasi ini ingin mengenalkan sisi lain dari hadis-hadis yang lebih fundamental yang seharusnya menjadi rujukan utama dibanding hadis dengan tema-tema yang ngepop di atas.

Dari sisi jumlah juga, seperti dikumpulkan Abu Shuqqah dalam Tahrir, hadis-hadis kesetaraan (musawah) dan kesalingan (mubadalah) antara laki-laki dan perempuan jauh lebih banyak. Hadis-hadis ini juga terekam, seperti ditegaskan Abu Shuqqa, dalam rujukan paling otoritaf, Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim.

Perujukan dan penomoran hadis-hadis dalam kompilasi ini didasarkan pada karya “Mausuu’ah al-Hadits asy-Syarif”, terbitan al-Maknaz al-Islami (2000). Selain itu, pada kasus kitab Thabaqat Ibn Sa’d, merujuk pada al-maktabah asy-syaamilah. Teks hadis berbahasa Arab diambil dari rujukan kitab yang disebutkan di akhir teks. Sementara rujukan lain yang disebut dalam penjelasan “Sumber Hadis” adalah penguat saja.

Baca juga:  Hasna binti Fayruz, Spesialis Tarekat Cinta

Melalui kompilasi kecil ini, diharapkan masyarakat muslim bisa mengenali sikap Islam terhadap perempuan dari teks sumber yang sangat otoritatif. Kompilasi ini menegaskan bahwa posisi dan peran perempuan dalam Islam sebagai manusia yang utuh adalah setara dengan laki-laki. Relasi antar mereka juga didasarkan pada kesalingan seperti yang digariskan Alquran. Yaitu saling menolong dan menopang (QS. At-Taubah, 9: 71), saling melindungi dan melengkapi (QS. Al-Baqarah, 2: 187), dan saling berbuat baik (QS. An-Nisa, 4: 19).

Prinsip ini berlaku untuk hal-hal teologis-ritual, kerja-kerja publik dan domestik. Sehingga, prinsip meritokasi yang ditegaskan Islam, adalah siapa yang berbuat dialah yang akan memperoleh apresiasi dan balasan. Yang berbuat baik dapat pahala, dan yang berbuat buruk mendapat dosa. Bukan faktor laki-laki yang harus didahulukan atau diutamakan. Bukan juga perempuan yang harus dinomor-duakan. Ukuran keutamaan dalam Islam adalah ketakwaan, keimanan, amal perbuatan, dan kiprah kebaikan.

Wallaahu waliyut Taufiq wa ash-Sawab.

Cirebon, 8 Dzulhijjah 1437 H (10 September 2016)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top