Masjid UIN terlat lima menit azan Isya. Bukan karena jam dinding melambat, namun muazin resmi dan badalnya pas tidak ada di masjid. Dengan terpaksa, Cak Sayuri ambil alih. Awalnya dia tidak mau, tapi dua orang temannya juga menolak dengan keras, menjauhi mik azan. Standar azan di masjid UIN memang tinggi, di samping fasih, dituntut suara bagus.
Cak Sayuri maju dan segera berdiri. Tangan kanan pegang mik.
“Waduh, nekad ini Cak Sayuri. Dia bukan cuma suara buruk, tapi aku yakin gak hafal kalimat azan,” kata teman Cak Sayuri yang gak mau azan. Biasakan orang kita, gak melakukan sesuatu tapi kalau ada yang inisiatif mencemooh.
Dia deg-degan, apa yang akan terjadi. Malu-maluin sekali jika salah. Maklum, kalimah azan mirip-mirip, jika tidak terbiasa, apalagi azan di masjid besar, bisa grogi, bisa salah-salah.
Takbir 2x: lancar
Syahadat pertama 2x” lancar
Pas di tengah-tengah syahadat kedua, “Asyhadu anna muhamm….” hap! Mendadak Cak Sayuri menutupi mulutnya dengan tangan kiri, sehingga suara tercekat.
Setelah itu mundur dengan santai.. Temannya yang deg-degan saat Cak Sayuri azan makin heran.
“Cak, kok berhenti?”
“Gak hafal saya..”
“Lalu….?”
“Kalau ada yang tanya tinggal jawab aja mati lampu..”
***
Hari berikutnya, cerita Cak Sayuri azan beredar, dan sampai di telinga ketua takmir masjid. Maka disidanglah Cak Sayuri.
“Bagaimana ceritanya kok azan main-main?” ketua takmir bertanya.
“Saya tidak main-main Pak…” jawab Cak Sayuri.
“Apa benar cerita teman-teman Anda azan tidak diterusin pura-pura mati lampu?”
“Benar, Pak!”
“Itu namanya main-main. Kenapa bisa begitu?”
“Saya punya alasan, Pak”
“Apa?”
“Kalau saya tidak azan Isya, masyarakat nanti mengira masih Magrib. Kan nanti ngawur, masa salat Magrib di waktu Isya. Biarlah saya dimarahin karena tidak selesai azan, yang penting masyarakat tidak salat Magrib di waktu Isya.”