Sedang Membaca
Kisah Ketabahan Ibrahim dan Kondisi Dakwah Rasulullah Saw
Zaim Ahya
Penulis Kolom

Tinggal di Batang. Penulis lepas, owner kedai tak selesai, dan pengajar di PonPes TPI al-Hidayah.

Kisah Ketabahan Ibrahim dan Kondisi Dakwah Rasulullah Saw

Ibrahim berdoa kepada Tuhannya. Ia meminta karunia anak yang saleh. Tuhan pun mengabulkannya. Ibrahim dikaruniai anak yang sabar lagi murah hati.

Namun, saat putranya mencapai usia mampu melaksanakan pekerjaan-pekerjaan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan bersamanya, melalui mimpi, Ibrahim diperintahkan supaya menyembelihnya. Ibrahim dan putranya pasrah kepada perintah Tuhan.

Penyembelihan yang ditekadkan keduanya tak terjadi. Tuhan berkata, bahwa itu merupakan ujian yang nyata. Dia menggantinya dengan seekor domba yang gemuk – dalam tafsir Marah Labid, Syekh Nawawi Banten menjelaskan, bahwa domba tersebut adalah domba milik Habil bin Adam yang dulu dikorbankan. Allah menerima korbannya dan domba tersebut berada di surga, sampai Allah menjadikannya sebagai ganti dari putra Ibrahim, yang menurut Syekh Nawawi adalah Ismail.

Begitu kira-kira gambaran singkat kisah Ibrahim yang diperintahkan Allah menyembelih putranya – antara Ismail dan Ishak, ahli tafsir berbeda pendapat. Menurut al-Jabiri dalam Madkhol ilal Quranil Karim, kalau melihat runtutnya nash, adalah Ismail.

Dalam Alquran, di surat ash-Shaffat, sebelum dituturkan kisah di atas, diceritakan perihal penolakan Ibrahim atas praktik penyembahan berhala yang berujung kepada pembakaran Ibrahim. Namun Allah menolongnya dan Ibrahim selamat.

Pasca kisah pengorbanan Ibrahim, Allah menegaskan bahwa Ibrahim termasuk hamba-hamba yang beriman. Begitulah cara Allah membalas orang-orang yang berbuat baik. Dia menganugerahkan putra bernama Ishak, menjadikan putranya itu seorang nabi dari orang-orang saleh. Dia memberkahinya. Kelak keturunan Ishak ada yang berbuat baik dan ada yang zalim.

Dalam surat ini, kisah Nabi Ibrahim dituturkan setelah kisah Nuh dan pengikutnya yang diselamatkan Allah dari kesusahan yang sangat (dari tenggelam atau kejahatan kaumnya), dan dilestarikan keturunannya yang tersisa sampai hari kiamat. Setelah kisah Nabi Ibrahim, juga diceritakan kisah-kisah nabi-nabi lain.

Baca juga:  Papua: antara Cendrawasih dan Kasuari

Allah berfirman bahwa Dia telah menyelamatkan Musa dan Harun dari kesusahan yang sangat– menurut Kiai Nawawi Banten adalah penenggelaman yang menimpa Firaun beserta kaum mereka – menolong keduanya dari penganiayaan Firaun sehingga mereka menjadi orang-orang yang menang dan memberi keduanya kitab juga petunjuk ke jalan yang benar.

Seperti Ibrahim, Allah menyatakan begitulah cara Dia membalas orang-orang yang berbuat baik. Dia menegaskan bahwa Musa dan Harun termasuk hamba-hambanya yang beriman.

Lalu Allah mengisahkan kegigihan Ilyas dalam berdakwah kepada umatnya, kisah Luth kedua putrinya (Zaura dan Raina) yang diselamatkan dan para penentangnya yang dibinasakan dan terakhir kisah Yunus diutus kepada seratus ribu orang atau lebih pasca keluar dari perut ikan lantaran ia banyak bertasbih.

Rentetan kisah ini secara sistematis digarisbawahi oleh Abid al-Jabiri – dalam kitab tafsirnya yang berjudul Fahmul Quran al-Hakim – di bawah naungan empat ayat sebelumnya:

Dan sungguh, sebelum mereka (Suku Quraisy), telah sesat sebagian besar dari orang-orang yang dahulu (71), dan sungguh, Kami telah mengutus para pemberi peringatan di kalangan mereka (72) Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu (73) kecuali hamba-hamba Allah yang disucikan (tafsir Jalalain: yakni orang-orang yang beriman dari mereka) (74).

Al-Jabiri menyimpulkan, beberapa ayat ini menunjukkan kesesatan kafir Quraisy sama dengan kesesatan sebagian besar kaum terdahulu dan keberuntungan yang besar bagi para utusan Allah.

Dalam menafsirkan ayat 72, Kiai Nawawi Banten menulis, ayat tersebut sebagai penentram atau motivasi untuk Nabi Muhammad, dan sebagai uswah bagi Nabi perihal kisah utusan-utusan terdahulu, supaya Nabi bersabar sebagaimana mereka bersebar.

Baca juga:  Bertualang di Kampus Merdeka

Pada ayat selanjutnya (73), kata Syekh Nawawi, walau secara lahir ditujukan pada Nabi, tapi yang dimaksud adalah orang-orang kafir Quraisy, karena sejatinya mereka telah mendengar perihal apa yang menimpa umat Nuh, kaum ‘Ad, kaum Tsamud dan sebagainya.

Kalau kita membaca ayat-ayat sebelumnya, di sana dijelaskan betapa kuatnya penolakan orang-orang kafir Quraisy atas seruan Nabi Muhammad perihal keesaan Allah dan adanya hari peradilan. Bahkan mereka mengatai Nabi sebagai penyair gila.

“Apakah kami harus meninggalkan sesembahan kami karena seorang penyair gila?” kata mereka sebagaimana terekam dalam surat ash-Shaffat ayat 36.

Surat Ash-Shafat termasuk rumpun surat dalam Alquran yang diturunkan di Makkah. Syekh Nawawi menulis, ayatnya mencapai 182 ayat, kalimatnya berjumlah 860 dan terdiri dari 3829 huruf. Al-Jabiri, secara kronologis turunnya Alquran, menempatkannya diurutan nomer 55.

Periode Makkah merupakan masa-masa sulit perjalanan dakwah Nabi Muhammad. Tidak hanya ditolak, tapi beliau juga dicela, bahkan terkena represi fisik. Di masa-masa sulit itu Allah menentramkan Nabi dengan kisah-kisah nabi-nabi terdahulu. Salah satunya kisah ketabahan Ibrahim dan putranya.

Sebagaimana kita semua mengetahui, Nabi bersabar tak putus asa. Bertahun-bertahun ia mengajak manusia untuk mengesakan Allah. Ia terusir dari tanah kelahirannya: Makkah dan hijrah ke Madinah.

Akhirnya pertolongan Allah menjadi nyata. Tanggal 10 Ramadan tahun 8 Hijriah atau 630 Masehi, Nabi Muhammad dan sepuluh ribu pasukan bergerak dari Madinah untuk membebaskan kota Mekkah.

Nabi membebaskan kota Makkah tanpa mengalirkan pertumpahan darah. Nabi memberikan pengampunan.

Muahammad Iqbal dalam tirto.id (02/05/2018) menulis, alih-alih menjadikan masyarakat Mekkah sebagai budak, Nabi justru membebaskan mereka semua, tanpa memaksa satu pun memeluk Islam. Memang ada yang enam pria dan dan empat perempuan yang dihukum mati, itu lantaran berbagai kejahatan yang dilakukan mereka.

Baca juga:  Kitab Suci Bukan Mantra Sihir

Lalu Nabi menuju Masjidil Haram, dan membersihkan Kakbah dari berhala-berhala.

Beberapa bulan kemudian Nabi melaksanakan ibadah haji yang pertama dan terakhir.

Di hari Arafah 15 abad lalu, sebagaimana ditulis Kiai Husein Muhammad di dinding Facebook-nya dengan judul Deklarasi Kemanusiaan Universal (10/08/2019), Nabi menyampaikan pesan terakhirnya:

“Wahai manusia, dengarkan dan perhatikan baik-baik kata-kataku ini, karena aku tidak tahu apakah aku akan bisa menjumpaimu lagi setelah tahun ini dan di tempat ini.

Wahai manusia. Sesungguhnya hidupmu, kehormatanmu dan harta milikmu adalah suci dan mulia, sebagaimana suci dan mulianya hari ini di bulan yang mulia ini, di negeri yang mulia ini. (Sehingga tak seorangpun boleh merenggut, melukai atau merampasnya).

Ketahuilah, sesungguhnya segala tradisi jahiliyah mulai hari ini tidak berlaku lagi. Segala sesuatu yang berkaitan dengan perkara kemanusiaan yang tercela (seperti pembunuhan, dendam, dan lain-lain) yang telah terjadi di masa jahiliyah, semuanya salah, buruk dan tidak boleh berlaku lagi, untuk selama-lamanya.

Wahai manusia. Aku berwasiat kepada kalian, perlakukanlah perempuan dengan baik. Kalian sering memperlakukan mereka seperti tawanan. Ingatlah, Kalian tidak berhak memperlakukan mereka kecuali dengan baik.

Wahai manusia, aku berwasiat kepadamu, perlakukan isteri-isterimu dengan baik. Kalian telah mengambilnya sebagai pendamping hidupmu berdasarkan amanat, (kepercayaan) penuh Allah, dan kalian dihalalkan berhubungan suami-isteri berdasarkan sebuah komitmen untuk kesetiaan yang kokoh di bawah kesaksian Tuhan”.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
2
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top