Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah adalah dua organisasi dakwah yang sangat populer di Indonesia. NU yang terkenal toleran terhadap tradisi Indonesia, dan Muhammadiyah yang dikenal mensucikan Islam dan melakukan terobosan di bidang pendidikan. Keduanya memiliki ciri khas masing-masing, namun pada dasarnya sama-sama ingin memperkenalkan Islam dan ajarannya kepada semua orang.
Sifat massa keduanya juga sangat besar, dan kita sering melihat perbedaan arah dan kebijakan yang berbeda. Namun keduanya tetap berpijak pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. NU dan Muhammadiyah juga aktif di kancah politik Indonesia. Keduanya telah mewarnai perjalanan politik Indonesia melalui berbagai ide kreatif.
Hal tersebut tidak lepas dari peranan organisasi massa Islam, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. NU dan Muhammadiyah merupakan organisasi massa (ormas) Islam yang memiliki pengaruh besar, berkontribusi dalam konteks pembangunan demokrasi dan perdamaian dunia. Kedua ormas tersebut juga memiliki peran penting dalam merawat dan menjaga keutuhan bangsa Indonesia.
Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sering kali berbeda pendapat contohnya seperti menentukan awal Ramadhan dan Idul Fitri, hal ini dikarenakan NU dan Muhammadiyah mempunyai metode yang berbeda. Jika NU menggunakan metode rukyatul hilal, atau mengamati hilal sedangkan Muhammadiyah memakai metode perhitungan atau hisab.
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sidoarjo yaitu Nurin Nadhifatus Zahro merupakan mahasiswa dari keluarga Muhammadiyah yang berkehidupan di desa yang mayoritas masyarakatnya pengikut NU, menurutnya tidak ada masalah meskipun dia berkehidupan di lingkup Nahdlatul Ulama.
“Saya tidak ada masalah berkehidupan di wilayah yang mayoritas NU, karena memang dari kecil saya belajar mengikuti apa yang ada di desa saya” kata Nurin saat wawancara, pada hari kamis (29/12).
Meskipun termasuk keluarga Muhammadiyah dan bertempat tinggal di wilayah NU tetapi keluarganya tetap mengikuti tradisi – tradisi yang ada di desa tersebut karena menurutnya itu hanya tradisi yang harus dilestarikan.
Sebagai warga Indonesia yang notabenya negara yang memiliki keragaman atau perbedaan suku dan budaya yang ada harus memiliki sikap toleransi begitu juga dengan Nurin. Dia juga memiliki toleransi yang sangat tinggi terhadap perbedaan meskipun hanya keluarga mereka saja yang Muhammadiyah mereka tetap bisa berbaur dengan warga – warga sekitar, mereka merasa bahwa semua warga disini sama tidak ada bedanya.
Memang ada beberapa yang berbeda didalam ajaran Muhammadiyah dan NU contohnya pada ajaran sholat. Karena Nurin sejak kecil belajar yang mengikuti ajaran NU seperti belajar ngaji, sholat, dan sekolah pun masih mengikuti ajaran NU, maka ia mengikuti ajaran – ajaran yang dipelajari. Setelah beranjak dewasa ia belajar semua tentang Muhammadiyah, maka ia mengikuti ajaran Muhammadiyah tetapi tidak ia tidak menyalahkan ajaran dari NU.
“Memang sejak kecil saya belajar di kalangan NU, ngaji saya NU, sekolah saya juga NU. Maka dari itu saya mengikuti ajaran NU tetapi itu dulu sebelum saya belajar tentang Muhammadiyah dan belum beranjak dewasa, setelah saya beranjak dewasa lalu saya belajar tentang ajaran – ajaran Muhammadiyah dan mengikuti apa yang ada di Muhammadiyah karena memang keluarga saya juga notabenya mengikuti ajaran Muhammadiyah. Tetapi saya juga tidak menyalahkan ajaran NU, karena memang ajaran Muhammadiyah dan NU sedikit berbeda,” kata Nurin.
Dalam ajaran Muhammadiyah dan NU memang berbeda, perbedaan pandang adalah hal yang lumrah setidaknya masih menggunakan dasar-dasar Islam dan berpedoman pada aturan Islam yang benar. Perbedaan ini akan terasa indah apabila saling mengerti dan menyadari. Apapun itu sebagai manusia dalam hidup hanya bertujuan menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Perbedaan pendidikan dan pengalaman itulah yang menyebabkan Muhammadiyah dan NU menjadi dua organisasi yang berbeda, meski hal tersebut tidak bersifat prinsipil, sehingga perbedaan Muhammadiyah dan NU ini masih berada dalam koridor toleransi dan tidak sampai menimbulkan konflik yang bertujuan untuk membelah umat Islam, apalagi mempertegas bahwa ormas ini lebih benar daripada yang lainnya.
Justru perbedaan itu adalah untuk mempertegas misi keagamaan yang ingin dibangun oleh keduanya. Yang boleh jadi keduanya memiliki cita-cita yang sama, hanya saja dalam praktiknya didapati perbedaan-perbedaan. Contohnya dalam NU pada amaliah-amaliah lain; seperti ziarah kubur, tahlilan, maulid nabi, dan sebagainya. NU memiliki alasan-alasan normatif dan rasional untuk melaksanakan ibadah.
Begitu pula dengan Muhammadiyah. Pada titik ini, yang diperlukan adalah ketulusan sikap bertoleransi dalam menerima perbedaan. Maka dari itu tidak menjadi masalah bagi Nurin dan keluarganya. Nurin dan keluarganya juga tidak keberatan jika didekat rumah mereka terdapat acara Tahlilan atau peringatan Maulid Nabi yang diadakan oleh warga NU setempat.
“Dalam ajaran Muhammadiyah memang tidak ada tradisi Tahlilan dan pembacaan sholawat nabi. Saya sebagai warga Muhammadiyah sangat toleransi dan jika saya diajak untuk datang, saya akan ikut serta dalam acara tersebut karna saya memang tidak keberatan dengan adanya perbedaan tradisi NU dan Muhammadiyah.” Kata Nurin
Nurin juga mengatakan bahwa keluarga mereka juga tidak keberatan dengan adanya tradisi-tradisi yang ada di lingkungan mereka.
“Yaa…Keluarga saya sama-sama tidak keberatan dengan adanya tradisi tersebut, karena bagi keluarga saya tidak ada perbedaan antara Muhammadiyah dan NU, bahkan ayah saya jika diundang ke acara Tahlilan beliau akan tetap datang ke acara tersebut, saling toleransi dan menjalin silaturahmi tanpa memandang mereka warga Muhammadiyah atau NU, karena bagi ayah saya semuanya sama.”
Umat Islam di Indonesia patut berbangga dengan dua ormas Islam (NU dan Muhammadiyah). Keduanya memberikan kontribusi besar bagi kehadiran Islam di Indonesia. NU dengan misi budayanya mampu menyebarkan Islam dan tetap menggunakan budaya sebagai salah satu media komunikasinya. Adapun Muhammadiyah dengan kekuatan strukturalnya telah mampu menyalurkan Umat melalui bidang-bidang pengembangannya, seperti sekolah, yayasan, lembaga, dan lain-lain. Adapun bidang politik, kedua belah pihak memiliki pandangan masing-masing. Kedua bentuk itu berbeda, tetapi tujuannya sama. Namun tetap mengutamakan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. islam telah menang dan demikian juga para pengikutnya.
Reporter :
Adica Bunga Cinta
Faza Izzatul Haqiqiyah
Rochmatul Ummah
(Mahasiswa Studi Agama-Agama UIN Sunan Ampel Surabaya)