Sedang Membaca
Tata Cara Amar Makruf Menurut Abu Laits
Ulin Nuha
Penulis Kolom

Santri Pesantren Durotu Aswaja, Sekaran, Gungungpati, Kota Semarang. instagram: @ulinnuha_1

Tata Cara Amar Makruf Menurut Abu Laits

Fenomena semangat beragama tanpa dilandasi dengan pengetahuan agama yang benar akan membuat cara beragamanya jauh dari nilai-nilai tujuan islam. Seperti semangat amar makruf dan nahi munkar yang seringkali disalahartikan untuk melegitimasi suatu kekerasan baik dalam bentuk perbuatan maupun ucapan. 

Abu Laits al-Samarqandi (w. 373 H) dalam kitabnya Tanbihul Ghafilin bi Ahaditsi Sayyidil Anbiya’ wal Mursalin menjelaskan bahwa terdapat beberapa syarat yang harus dimiliki oleh seseorang sebelum melakukan amar makruf atau memerintahkan suatu perbuatan kebaikan 

 فالذي يأمر بالمعروف يحتاج إلى خمسة أشياء 

“Seseorang yang akan memerintahkan suatu kebaikan, maka baginya harus memenuhi 5 perkara”.

Pertama, العلم لأن الجاهل لا يحسن الأمر بالمعروف

Seseorang ketika akan mengajak kepada suatu kebaikan harus lah memiliki dasar ilmu. Tidak lah tepat jika seseorang yang bodoh mengajak suatu kebaikan. Hal tersebut dikarenakan orang yang bodoh belum tentu cara mengajaknya dengan suata cara yang bijak, meskipun dia sedang mengajak kepada suatu kebajikan. Seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Ruslan dalam matan Zubad, wa kulluman bighoiri ilmin ya’malu a’maluhu mardudatun la tuqbalu (setiap orang yang beramal tanpa didasari ilmu, maka amalnya tidak diterima).

Kedua, أن يقصد به وجه الله تعالى وإعزاز الدين

Ketika seseorang akan melakukan amar makruf, dia harus murni dalam rangka menjalankan perintah allah SWT dan diniatkan untuk memuliakan agama islam. Dengan kata lain, perbuatan amar makruf harus dilandasi dengan keikhlasan, bukan untuk mencari perhatian atau memunuhi kepentingan pribadi atau golongannya. Kemudian karena ditujukan pada hal mulia, cara yang digunakan harus dengan cara yang mulia juga.

Baca juga:  Jawaban Ketika Ditanya: Mana Dalilnya?

Ketiga, الشفقة على من يأمره، فيأمره باللين و التودد ولا يكون فظا غليظ القلب

Orang yang mengajak dalam suatu kebaikan harus dengan cara yang lembut dan penuh belas kasih. Hal tersebut bukan berarti tidak bersikap tegas. Akan tetapi sesuai dengan apa yang diajarkan dalam al-Quran surat Thoha ayat 44,

فَقُولَا لَهُۥ قَوْلًا لَّيِّنًا

“Maka berbicaralah kamu berdua (Musa dan Harun) kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut”.

Ayat diatas merupakan perintah dari Allah SWT kepada Nabi Musa A.S dan Nabi Harun A.S untuk berdakwah kepada Fir’aun. Sudah mafhum bagi orang islam bahwa Fir’aun merupakan salah satu seburuk-buruknya manusia, karena dia memproklamirkan diri sebagai tuhan. Jika Fir’aun saja ketika diajak menuju kebenaran dengan perkataan yang lembut, apalagi sesama umat manusia  yang tidak mengakui dirinya sebagai tuhan, tentunya juga harus lembut dalam amar makruf.

Keempat,  أن يكون صبورا حليما

Dalam mengajak kebaikan, ketika ajakan yang kita lakukan belum mendapat sambutan yang baik, kita tidak boleh selamanya memvonis buruk orang yang kita ajak. Bisa jadi orang yang sedang melakukan maksiat suatu saat akan bertaubat. Jika apa yang kita ajak belum berbuah, kita diperintahkan untuk tetap bersabar dan tenang seperti kisah Luqman dalam al-Quran surat Luqman ayat 17,

Baca juga:  Sebuah Kritik: Hermeneutika Alquran

يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

“Wahai anakku, tunaikanlah salat dan ajaklah (manusia) untuk mengerjakan perbuatan yang baik dan hindarkanlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).

Karena, sekeras apapun kita berusaha dan mengajak kebaikan, hanya Allah Swt-lah yang mempunyai hak untuk memberikan hidayah.

Kelima, أن يكون عاملا بما يأمر به،لكيلا يعير به

Seseorang yang mengajak kebaikan harus lah mampu mengerjakan apa yang dia ajak. Jangan sampai seseorang hanya menasihati orang lain, tetapi dirinya sendiri belum mampu mengerjakan apa yang diperintahkan kepada orang lain. 

Saking bahayanya orang tersebut, terdapat sebuah riwayat bahwa Rasulullah saw saat Isra Miraj meilhat orang yang memotong bibir mereka sendiri dengan menggunakan gunting. Kemudian Rasulullah saw menanyakannya kepada malaikat Jibril.

“Wahai Jibril, Siapakah Mereka?,” tanya Rasulullah saw.

“Mereka adalah orang-orang yang berceramah kepada umat kamu, mereka mengajak kepada suata kebaikan, akan tetapi mereka lupa terhadap diri mereka sendiri,” jawab Jibril. Wallahu a’lam.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top