Sedang Membaca
Islam Moderat di Era Post Truth
Yoga Irama
Penulis Kolom

Pengajar di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UINSA Surabaya.

Islam Moderat di Era Post Truth

Whatsapp Image 2022 12 29 At 2.45.55 Pm

Kondisi masyarakat Indonesia yang telah terkena dampak dari fenomena post truth telah mempengaruhi beberapa komunitas dunia, dan telah menjalar kepada pemikiran sekaligus budaya yang ada di Indonesia. Munculnya berbagai postingan agama yang ada di media sosial memang memiliki dampak baik untuk kemajuan teknologi dan peradaban pemikiran Islam. Namun, tidak menghapuskan pula potensi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk mengembangkan isu-isu agama tanpa melalui sumber yang teruji validasinya.

Menelisik ke sejarah filsafat pasca modern atau posmodernisme yang memiliki ciri-ciri berkaitan dengan kondisi masyarakat di era post truth, seperti (1) kecenderungan masyarakat untuk menganggap suatu relaitas hanyalah sebuah kebohingam atau ditujukan hanya untuk kepentingan individu atau kelompok tertentu, (2) munculnya sikap skeptis tentang segala bentuk pemberitaan, (3) kecenderungan untuk mengubah realitas menjadi banyak sudut pandang.

Sehingga pemikiran postmodernisme dianggap sebagai suatu kecenderungan yang dapat mempengaruhi nalar publik untuk memperoleh kebenaran, dan muncul sebuah istilah tentang kebenaran adalah sesuatu yang relatif. Sama seperti filsafat, yang tidak akan ada istilah kebenaran secara final.

Seseorang sejatinya memiliki perasaan untuk diakui sebagai sosok yang pintar, dan actual terhadap berita-berita atau informasi terbaru. Tujuannya, agar mendapat perhatian dari banyak orang, dan membawa keuntungan bagi dirinya sendiri atau kelompoknya.

Istilah Saracen kemudian muncul untuk menandai orang-orang yang berperan sebagai pelaku penyebar berita palsu berkaitan dengan provokasi agama, budaya, ras, atau suku melalui media sosial. Dampak dari post truth yang kemudian menjadikan manusia mengalami krisis pendirian, tentang keputusan mereka untuk bertindak membela, mencela, membenarkan, atau justru menyalahkan pihak-pihak tertentu, menjadikan perlunya sebuah sikap teguh, dan keingintahuan untuk mencari kebenaran, walaupun itu artinya harus menjadi minoritas dalam menyerukan sebuah kebenaran.

Baca juga:  Harga Kopra Anjlok, Berhajipun Batal

Era post truth juga menyediakan dampak buruk lainnya yang bisa kita kenali di lingkungan sekitar atau dari sikap-sikap seseorang pada saat di media sosial. Pertama, Muncul sikap saling curiga, dan pikiran negatif kepada seseorang atau suatu golongan. Kedua, informasi yang ada semakin sedikit dapat dipercaya kebenarannya, karena hadirnya pengguna gawai datang dari kalangan awam yang merasa tidak perlu melakukan fact checking terhadap suatu informasi yang telah diterima. Ketiga, durasi waktu yang digunakan oleh masyarakat saat ini lebih kepada penggunaan gawai. Sehingga, secara tidak sadar mereka berpotensi untuk termakan isu-isu hoaks.

Dalam sikap beragama, maraknya berita-berita hoaks akibat post truth dapat dikenali dari munculnya sikap masyarakat yang cenderung pada ranah ekslusif, liberal, fanatik, bahkan yang lebih fatal adalah mengkonstruk sikap-sikap tersebut menjadi terorisme. Penanganan yang tepat untuk dapat menemukan kebenaran di era post truth dapat ditempuh melalui sikap Islam moderat.

Dalam pengertiannya, Islam moderat merupakan suatu paham yang selalu berhubungan dengan hal-hal keagamaan yang mencakup pembahasan tentang suku, adat, dan juga suatu bangsa itu sendiri. Islam moderat adalah sebuah susunan nilai-nilai Islam memuat pemikiran seseorang yang seimbang, lurus, dan menghindari kekerasan dalam menunjukkan identitasnya sebagai seorang muslim. Seorang muslim moderat adalah yang mampu memberikan jalan tengah atas dua persoalan yang ada, sekalipun manusia tidak mungkin sepenuhnya melepaskan dirinya dari pengaruh pemikirannya, tradisi, dan lingkungan tempatnya tinggal.

Baca juga:  Al-Ajwibatus Syafiyah: Himpunan Fatwa KH. Raden Muhammad Nuh Cianjur (1966)

Setiap pengguna media sosial yang hendak keluar dari fenomena-fenomena post truth tersebut, harus melalui beberapa sikap seorang muslim yang moderat, dan hal itu dapat ditempuh melalui perwujudan sikap tawasut (pengambilan jalan tengah atas suatu persoalan yang sedang terjadi), tawazun (seimbang), I’tidal (Adil), tasamuh atau mengedepankan sikap toleransi, musawah (tidak bersikap diskriminatif), syurah (melakukan musyawarah), Awlawiyah (mengerti mana yang menjadi priotitas), tatawwur wa ibtikar (dinamis dan inovatif).

Islam menyediakan dimensi kebijaksanaan melalui lini aksiologis yang hadir dalam konsep tasamuh, sampai pada tawazun, yang sangat tepat apabila diterapkan ke dalam diri untuk menghadapi era post truth saat ini. Masyarakat harus semakin menyadari bahwa mereka adalah makhluk sosial yang tidak mungkin bisa meninggalkan atau mencelakai sesamanya terus menerus.

Menghindari hoaks berarti berani mengajak sesama untuk berpikir mengedepankan logika dan etika. Mengingat konflik muncul karena emosi yang ada dalam diri tidak bisa dikontrol. Fakta bisa jadi bertentangan dengan logika, namun hal tersebut adalah sesuatu yang baik, dan membawa kemaslahatan bagi penerima informasi. Secara garis besar, adalah keharusan untuk senantiasa menjaga segala aspek keseimbangan.

Dimana keseimbangan sangatlah penting dalam segi apapun, khususnya dalam beragama dan berpengetahuan. Dengan catatan, harus pula diimbangi dengan pengetahuan, kebijaksanaan dan kedewasaan yang mampu membendung adanya sikap-sikap yang bisa membuat kerusakan. Tentu kondisi tersebut sangat efektif untuk dijadikan sebagai antidote (obat) dalam usaha melawan virus yang bernama post truth.

Selain itu, keberadaan wasathiyyah Islam inilah yang juga akan menjadi penanggulangan terhadap kasus stigma Islamofobia di Indonesia yang sedang ramai dewasa ini. Moderasi dengan wajahnya yang damai berpotensi besar menebarkan rahmat pada alam semesta (rahmatan lil ‘alamin). Melalui penguatan pemahaman tentang Islam moderat yang menawarkan sikap kemanusiaan yang berpedoman pada al-Qur’an, sunnah Nabi dan kemudian senantiasa menekankan keseimbangan antara dunia dan akhirat, ruh dan jasad, nalar dan hati lah yang diyakini akan mampu mengobati merebaknya Islamofobia akibat pandangan yang salah terhadap Islam di negara-negara Barat.

Baca juga:  Gus Dur, Tentara Tuhan, dan Rentenir Agama

Lebih jauh, dimensi-dimensi nilai kearifan dan kebijaksanaan yang terbungkus dalam konsep tasamuh (toleransi), ta’adul (adil), tawazun (berimbang) dalam Islam moderat, sekali lagi sangat efektif ketika diaplikasikan di era post truth seperti sekarang ini. Di mana umat bukan hanya dijajah dan dirusak oleh konsep kebenaran yang semu, tapi juga merebaknya paham-paham ektremis yang selalu bermuara pada tindakan terorisme dan kekerasan.

Hal ini yang apabila dibiarkan dan selalu bertindak permisif, maka bukan tidak mungkin keselamatan dan keamanan generasi mendatang akan tinggal khayalan semata. Dengan hadirnya Islam moderat yang dipenuhi dengan representasi cinta kasih akan menyelamatkan peradaban manusia, bukan hanya pada sisi teologis semata, melainkan pada budaya, bahasa, dan kearifan-kearifan dalam diri bangsa, keutuhan suatu negara dan masa depan generasi selanjutnya.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top