Sedang Membaca
Setahun Genosida Gaza: Kisah Dua Aktivis Kemanusiaan Indonesia, Mulai dari Jual Kendaraan Pribadi hingga Berkejaran dengan Peluru saat Dievakuasi
Wella Sherlita
Penulis Kolom

Jurnalis kelahiran Jakarta 26 Oktober 1976. Saat ini sedang melanjutkan studi bidang Hubungan Internasional di Universitas Paramadina. Sangat tertarik dengan isu-isu kemanusiaan, terutama resolusi konflik dan nasib pengungsi.

Setahun Genosida Gaza: Kisah Dua Aktivis Kemanusiaan Indonesia, Mulai dari Jual Kendaraan Pribadi hingga Berkejaran dengan Peluru saat Dievakuasi

Whatsapp Image 2024 10 08 At 16.24.35

Hari Senin (7/10) menandai peringatan satu tahun perang Israel-Hamas, yang dimulai dengan serangan Hamas ke Israel selatan, kemudian dibalas dengan serangan udara dan serangan darat Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di seluruh Jalur Gaza.

Menurut pihak Palestina, sekitar 1.139 warga Israel, sebagian besar warga sipil, tewas dalam serangan awal. Sementara korban perang Gaza yang terjadi kemudian hingga saat ini telah menewaskan lebih dari 41.000 warga Palestina.

Belakangan, serangan Israel meluas hingga Tepi Barat, wilayah Palestina yang diduduki Israel. Kementerian Kesehatan Palestina mencatat lebih dari 700 warga Palestina di wilayah ini meninggal dunia saat penggerebekan disertai penembakan oleh polisi dan tentara Israel di kamp-kamp pengungsi.

Aktivis kemanusiaan Indonesia, Eko Sulistio, ikut mengurus kebutuhan ribuan pengungsi Palestina di pinggiran kota Amman, Yordania. Kepada alif, ia menuturkan, situasi yang dihadapi para pengungsi semakin berat, terutama kaum perempuan, lansia, dan anak-anak. Jumlah pengungsi melonjak drastis sejak pecah perang 7 Oktober 2023.

Eko ikut mendistribusikan bantuan rakyat Indonesia untuk pengungsi Gaza, baik yang dijatuhkan melalui udara maupun yang ditempuh melalui jalan darat. Aktivitas ini menjadikannya kerap meninggalkan keluarga di Indonesia, bahkan mengeluarkan biaya pribadi untuk urusan kemanusiaan, termasuk menjual kendaraan.

“Bantuan internasional termasuk dari Indonesia tertahan di perbatasan Rafah selama berbulan-bulan. Tentara Israel yang melarang bantuan masuk. Seringkali truk-truk bantuan dirusak, makanan dan obat-obatan dibuang dan dihamburkan di jalan. Supir-supir diancam. Ini merugikan para pemilik truk sewaan. Kerugian mereka mencapai miliaran rupiah,” ungkap Eko.

Baca juga:  Merekam Kisah Kampung Kandang Doro

Situasi berubah setelah PBB menetapkan Yordania sebagai negara koordinator bantuan untuk Gaza. Ribuan paket dari berbagai negara dijatuhkan dari udara atau air-drop, diikoordinasikan oleh Pasukan Tentara Kerajaan Yordania. Pada pengantaran awal, Raja Abdullah II sendiri bahkan ikut menerjunkan  bantuan dari atas pesawat.

“Kami akhirnya bisa membawa bantuan rakyat dan pemerintah Indonesia melalui jalan darat menuju Gaza. Rute yang dilewati melalui perbatasan Yordania-Kerem Shalom di Israel, kemudian masuk ke Tepi Barat dan Jalur Gaza,” kisah Eko mengenang saat-saat yang mencekam itu. Perjalanan mereka dikawal tentara Yordania, sehingga aman memasuki perbatasan yang dijaga ketat pasukan Israel.

Jauh sebelum perang Gaza pada 7 Oktober 2023, Eko sudah mengurus bantuan untuk pengungsi Palestina yang tersebar di sejumlah kamp di Yordania. Bantuan datang dari Baznas, Nahdlatul Ulama, Daarut Tauhid, dan sumbangan perorangan. Dalam penyalurannya, Eko bekerja sama dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Amman dan Kedutaan Besar RI untuk Yordania merangkap Palestina.

“Banyak anak-anak Palestina yang sakit keras, ada yang kena kanker tapi rumah-rumah sakit di Gaza sudah hancur dibom Israel. Anak-anak itu ada yang sudah yatim piatu, jadi pindah ke pengungsian di Yordania ini sebatang kara, atau bersama paman dan bibinya yang masih selamat,” kata Eko dengan penuh haru.

Air mata para relawan tak bisa dibendung melihat derita anak-anak korban perang. Di Yordania, mereka dirawat di rumah-rumah sakit setempat. Ada pula yang dibawa ke Qatar, hingga Malaysia, Italia dan Amerika Serikat, untuk mendapatkan pengobatan yang lebih baik.

Baca juga:  Humor Sarkas tentang Rukun Islam

Melewati Serangan demi Serangan

Abdillah Onim atau yang dikenal publik dengan sapaan Bang Onim, termasuk aktivis kemanusiaan yang bertahan cukup lama di Gaza. Ia melewati serangan demi serangan Israel, termasuk saat Idul Fitri tahun 2018. Namun operasi militer yang teramat parah pada 2023, menjadikan Onim dan keluarganya terpaksa harus dievakuasi Kementerian Luar Negeri RI dan tiba dengan selamat di Indonesia.

Img 20241008 Wa0034
Abdillah Onim atau Bang Onim bertaham cukup lama di Gaza.

“Saya sebagai aktivis kemanusiaan menetap di Gaza sejak 2009, (dan) menjadi saksi peperangan pada tahun 2014, 2018, dan 2020. Serangan 7 Oktober 2023 bagi saya bukan peperangan. Jika kita berbicara perang, maka layaknya aksi militer versus militer. Namun yang terjadi di Gaza ini murni pembantaian yang bahasa umumnya adalah usaha pembersihan etnis yang dilakukan oleh penjajah Israel,” ungkap Onim.

Onim menikah di Gaza dengan wanita setempat pada tahun 2011. Mereka dikarunia tiga orang anak.

“Akibat agresi Israel yang semakin brutal, maka saya memutuskan untuk keluar dari Gaza, tentu waktu itu melalui pintu Rafah di Gaza Selatan. Berkali-kali usaha kami gagal karena berkali-kali Gaza Selatan dijadikan zona pembantaian. Terakhir, kami nekat menembus zona paling berbahaya, kendaraaan yang kami tumpangi harus melintasi jasad dan korban sepanjang jalan. Saat itu, tiba-tiba kendaraan kami dijadikan sasaran tembak. Alhamdulillah tidak ada korban, saya dan anak istri selamat sampai ke perbatasan Rafah,” kisah Onim.

Baca juga:  Gubernur NTB: Kenapa Masjid Ini dinamakan Hubbul Wathan?

Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa membagi Palestina menjadi negara-negara Yahudi dan Arab pada tahun 1947, meskipun ketegangan dengan negara-negara Arab menyebabkan perang tahun 1948, deklarasi kemerdekaan Israel, dan perpindahan massal warga Palestina.

“Saya terpanggil untuk menolong dan membela saudara-saudara kita karena ini masalah kemanusiaan. Suka dukanya? Saya bersyukur Alhamdulillah, Allah menentukan saya bisa turun dalam aktivitas kemanusiaan, termasuk di Palestina. Mungkin duka yang saya rasakan adalah saat mereka butuh pertolongan tapi kita nggak bisa bantu. Orang sedang bersedih tapi kita nggak bantu kan saya tambah sedih,” ungkap Eko, yang saat diwawancara sedang menuju perbatasan Rusia-Ukraina untuk menolong para korban perang.

Baik Eko dan Onim berharap dukungan pemerintah Indonesia di forum-forum internasional untuk Palestina tidak terputus. Apalagi dengan adanya pengakuan PBB atas keberadaan negara Palestina belum lama ini, disusul pidato keras dari Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, saat Sidang Majelis Umum PBB dua pekan silam.

“Di dunia ini satu-satunya negara yang sudah lebih dari 75 tahun terjajah dan terzolimi adalah Palestina. Israel melakukan kekejaman fisik dan non-fisik seperti perampasan tanah, dan meneruskan pembangunan pemukiman yahudi di atas tanah warga Palestina. Dunia harus mengambil tindakan nyata untuk Palestina,” kata Onim.

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
2
Senang
2
Terhibur
1
Terinspirasi
2
Terkejut
1
Scroll To Top