Sedang Membaca
Air Susu Berbalas Madu
Sri Wuryanti
Penulis Kolom

Ibu Rumah Tangga.

Air Susu Berbalas Madu

Dzdvaftv4aexyic

Isu-isu tentang perempuan seperti tidak akan ada habisnya. Apalagi di era serba canggih ini, apa saja yang menyangkut tentang diri makhluk yang bernama perempuan, selalu bisa kita akses berita-beritanya yang plus maupun minus.

Dari sekian unggahan tentang perempuan dan problematikanya yang kompleks, sudah sering kita temukan bahasan tentang kehamilan, persalinan lalu penyusuan. Bagaimana jika para pembaca saya ajak sedikit mengulik kembali soal persalinan? Adakah hubungan erat antara persalinan dengan berbakti kepada orang tua?

Bukan bermaksud menggurui, tapi saya hanya mengajak untuk mengingat kembali. Seiring kemajuan zaman yang begitu pesat, apa pun bisa berubah sesuai keadaan. Segala peristiwa yang terjadi kadang diluar dugaan, dari yang dianggap biasa ternyata ada hal luar biasa di baliknya. Seperti peristiwa pada suatu hari yang pernah kutemui.

Rasa Hormat kepada Orang Tua

“Siapa bilang melahirkan itu sakit? Tiga kali aku mengalami biasa-biasa saja. Bahkan aku sudah lupa bagaimana rasanya, he he he.” Sepotong pernyataan seorang ibu muda sembari terkekeh di suatu pagi yang sempat kudengar. Dia mengomentari omongan ibu lainnya ketika mereka berbincang tentang bagaimana sensasi jelang kelahiran buah hati yang rata-rata sama. Sakit yang mendera.

Obrolan ibu-ibu tersebut akhirnya berlanjut menjadi semacam rumpian  menyinggung tentang manusia yang tidak mau menghormati ibunya atau lazim disebut durhaka. Hampir semua sepakat bahwa “berani” terhadap seorang ibu kelak hidupnya jauh dari keberkahan. Mengingat betapa beratnya saat-saat mengandung, melahirkan, menyusui hingga membesarkan buah hati.

Ibu-ibu tersebut juga menyayangkan, masih ada orang yang selalu menyakiti perasaan ibunya dengan kata-kata maupun perbuatan. Padahal sudah tahu bagaimana perjuangan ibu bertaruh nyawa demi kelahiran putra putrinya dengan rasa sakit, yang ibarat dua puluh tulang dipatahkan bersamaan. Sungguh dahsyat.

Baca juga:  Bab Fikih Pergundikan: Dikaji tapi Disepelekan Pesantren

Kedahsyatannya nyata. Karena itulah, kita diwajibkan bersyukur kepada-Nya dan bersyukur pula kepada orang tua. Alangkah indahnya hubungan antara anak dengan orang tua, jika yang satu ini terpatri kuat dalam benak setiap anak sejak dini, agar senantiasa tumbuh subur rasa hormat kepada orang tua.

Kita tengok kembali firman Allah  dalam QS Luqman 31:14.

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tua. Ibunya mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam usia 2 tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada orang tuamu. Hanya kepada-Ku kamu kembali.”

Memanfaatkan Kemajuan Teknologi

Tingkat sensasi sakit di detik-detik kelahiran buah hati bagi setiap ibu atau calon ibu berbeda. Meski sama-sama sakit_dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang semakin maju_rasa sakit itu kini bisa diminimalisir dengan berbagai metode.

Metode apa pun hanya mengurangi bukan menghilangkan rasa sakit. Memang dengan operasi sesar atau SC tidak akan merasakan sakit saat berlangsungnya persalinan. Namun tetap meninggalkan rasa sakit setelahnya yang tidak sama antara satu dengan yang lain. Bahkan ada yang meyakini, konon SC penyembuhan lukanya lebih lama dibanding melahirkan secara normal. Bisa fakta bisa mitos.

Kebanyakan ibu-ibu menyatakan bahwa sakitnya seorang wanita yang hendak melahirkan adalah dimulai saat kontraksi. Karena itulah yang dari awal menghendaki SC maupun yang terpaksa melakukan SC, dianjurkan beberapa hari sebelum hpl (hari perkiraan lahir) agar tak sempat merasakan sensasi hebat kontraksi. Nah, ternyata ini yang dimaksud ibu muda tadi. Dia tak pernah merasakan apa-apa, tahu-tahu bayi sudah lahir karena tiga kali melakukan SC.

Baca juga:  Kesehatan Ibu dan Anak Era Covid-19 (2): Bersalin dalam Suasana Tenang dan Nyaman

Mungkinkah karena kemajuan teknologi sehingga tidak pernah merasakan sakit di saat-saat itu, lantas mempengaruhi sikap kita terhadap seorang ibu yang telah bertaruh nyawa demi kita? Benarkah mereka yang sering menyakiti hati ibunya karena tak pernah merasakan hebatnya sensasi persalinan? Tentu saja tidak segampang itu kita menjudge seseorang dengan kesimpulan sendiri.

Rasa Sakit yang Berujung Syukur

Terlepas dari sakit atau tidak bagi masing-masing calon ibu atau ibu yang hendak bersalin, kita harus percaya dan mengimani bahwa kehebatan sensasi sakit yang dirasakan saat itu memang benar adanya. Dimulai dari rasa mulas yang makin lama makin hebat ketika plasenta akan terlepas dari dinding rahim hingga lahirnya buah hati. Walaupun begitu, sakit yang menyertai seolah sirna dan tak ada apa-apanya dibanding rasa syukur atas nikmat yang diterima. Buah hati.

Proses melahirkan itu sakit. Seperti yang diabadikan dalam QS Maryam 18: 23.

“Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, ia berkata, aduhai alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan.”

Dalam ayat tersebut digambarkan bagaimana sakitnya Maryam saat melahirkan Isa as. hingga bersandar di pohon kurma bahkan berharap mati saking sakitnya. Namun di ayat selanjutnya ada kabar gembira datang dari Allah yang dibawa Jibril agar Maryam tidak bersedih hati karena Allah menjanjikan surga.

Baca juga:  Ibnu Arabi Ngaji kepada Perempuan

Datang bulan, hamil, melahirkan dan menyusui adalah kodrat sebagai perempuan yang tentu tidak dimiliki oleh laki-laki. Meskipun tidak semua perempuan dikaruniai keturunan, belum memiliki atau memang memilih untuk tak memiliki keturunan, dia tetaplah seorang anak bagi ibunya. Manusia yang memiliki ibu, pernah menghuni rahim perempuan yang disebut ibu.

Mungkin kita pernah menjumpai seorang anak yang tak menghormati bahkan sering menyakiti perasaan ibunya. Bisa jadi dia belum tahu atau sengaja untuk tidak mau tahu bagaimana seharusnya memperlakukan seorang ibu. Sebaliknya tidak jarang juga kita jumpai_meskipun berulang kali tak merasakan hebatnya sensasi sakit saat bersalin_tetap mengagungkan dan menghormati sosok ibunya.

Kasih Ibu tak Terbatas

Berbakti kepada orang tua adalah wajib dan perintah agama. Kendati masih banyak perlakuan anak yang kurang menghargai seorang ibu, tapi ibu-ibu di dunia ini memiliki ampunan yang luas seluas samudra. Memiliki keikhlasan tiada tara, mustahil meminta kembali air susu yang pernah diberikan ke anak. Berapapun harga ASI yang telah direguk seorang anak, tak mungkin bisa tertebus karena tak terhingga nilainya.

Bila suatu saat ada sepotong hati seorang ibu yang tergores karena ulah anaknya, saya yakin dengan kelapangan nuraninya sebagai ibu pasti akan berbuntut pemaafan. Hal ini membuktikan betapa dalamnya kasih ibu dan sudah seharusnya kasih itu dibalas dengan yang berlebih. Bila mungkin air susu ibu tak sekadar dibalas dengan madu, tapi harus lebih dari itu.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top