Sedang Membaca
Kualitas Perempuan Dilihat dari Profil Suaminya
Rizki Amalia
Penulis Kolom

Mahasiswi Pascasarjana Pendidikan Bahasa Inggris, UPI Bandung, pernah nyantri dan aktif di berbagai organisasi Islam. Selain menjadi guru dan pengelola media, dia juga telah menerbitkan dua buku terkait toleransi. Email: rizkiamalia308@gmail.com.

Kualitas Perempuan Dilihat dari Profil Suaminya

Diskursus tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan telah banyak dibahas di forum formal maupun informal. Namun, topik ini tak bisa dikatakan usang karena realitas menunjukkan masih banyaknya perempuan yang diambil haknya untuk bisa berkreasi dan berkarya, lalu dipaksa untuk hanya mengurus urusan domestik (memasak, mengurus anak dan lainnya).

Sebenarnya, tidak ada salahnya bagi perempuan yang memilih fokus di rumah, yang menjadi permasalahan adalah saat perempuan ingin berkarya sementara orang lain melarangnya.

Argumentasi tentang wajibnya perempuan untuk hanya mengurus domestik sering kali dikaitkan dengan ajaran Islam. Padahal, jika dipelajari lebih jauh, tak ada ajaran Alquran yang menyuruh demikian. Kita dapat melihat bagaimana Allah memuji secara langsung kepemimpinan Ratu Bilqis dalam Alquran dengan menyebut negaranya sebagai “baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur”.

Maka sungguh tak pantas bagi kita untuk mengatakan bahwa perempuan “tidak boleh” menjadi pemimpin. Kita juga dapat melihat kehidupan istri Rasulullah, Khadijah misalnya, yang ahli dalam mengurus perdagangannya yang sukses besar. Maka tak pantas pula bagi kita untuk mengatakan bahwa perempuan “tidak boleh” bekerja.

Pembatasan terhadap perempuan sering kali terjadi karena takut akan sang buah hati terlantar nantinya jika ibunya bekerja. Dalam Islam, sesungguhnya telah dijelaskan bahwa merawat anak bukan hanya tugas istri, tapi juga tugas suami. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa anak yang tidak hanya dirawat ibunya, namun juga ayahnya, memiliki banyak kelebihan dari pada anak yang hanya diasuh oleh ibunya.

Baca juga:  Midah, Perempuan Muda yang Bertahan Hidup di Jakarta

Penelitian yang dilaporkan dalam Father Involvement Research Alliace menyebutkan bahwa dengan keterlibatan ayah dalam merawat mereka, anak akan memiliki emosi yang lebih stabil. Saat dewasa anak lebih percaya diri. Mereka juga akan lebih bersemangat dalam mengeksplorasi diri untuk merealisasikan ide dan impiannya.

Lebih lanjut, penelitian yang dilakukan oleh Yogman dengan judul Father Involvement and Cognitive/ Behavioral Outcomes of Preterm Infants dalam Journal of the American Academy of Child and Adolescent Psychiatry menunjukkan bahwa dengan keterlibatan ayahnya dalam perawatan, anak akan memiliki kecerdasan intelegensi lebih tinggi mulai usia tiga tahun.

Hidayati dalam penelitiannya yang berjudul Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak juga telah melaporkan bahwa keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak berkorelasi positif dengan kepuasan hidup anak, kebahagiaan dan rendahnya depresi. Kehangatan yang ditunjukkan oleh ayah akan berpengaruh bagi kesehatan dan kesejahteraan psikologis anak dan meminimalkan masalah perilaku yang terjadi pada anak.

Dengan pengasuhan ayah, anak lebih mampu mengenali dirinya, mampu berempati pada sesama dan mampu mengolah emosinya. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa anak yang tidak mendapat pengasuhan dari ayahnya cenderung mengalami masalah kesehatan.

Selanjutnya, Alfaro dalam penelitiannya yang berjudul The Influence of Academic Support on Latino Adolecents’ academic Motivation juga menyatakan bahwa anak yang mendapat pengasuhan dari ayah akan menunjukkan prestasi akademik lebih baik.

Melihat berbagai manfaat luar biasa di atas seyogyanya dapat mendorong laki-laki untuk turut serta aktif dalam merawat anak. Ketika seorang ayah ikut merawat anaknya, sesungguhnya saat itulah perempuan memiliki ruang untuk berkreasi dan berkarya sebagai haknya.

Dalam mendorong terwujudnya kesetaraan laki-laki dan perempuan, yang kita lakukan bukan hanya menyadarkan perempuan akan haknya untuk berkarya, namun juga yang perlu kita lakukan adalah mendorong laki-laki untuk menurunkan egonya. Yakni, ego laki-laki untuk bebas memilih hidupnya dan bebas mengatur istri dan anaknya tanpa memberikan hak perempuan sebagaimana mestinya.

Baca juga:  Narasi Baru Perempuan dalam Wacana Kebangsaan

Kesetaraan laki-laki dan perempuan dapat terwujud dengan kerja sama kedua belah pihak, saling toleransi, saling mengerti dan saling memberikan ruang untuk dapat mengembangkan potensi keduanya.

Perempuan yang telah menikah memang memiliki kewajiban untuk taat pada suaminya. Kualitas perempuan akan sangat tergantung pada siapa suaminya dan bagaimana kesadarannya terkait kesetaraan gender. Perempuan dengan suami yang sadar akan gender tentu memiliki ruang yang besar untuk berkarya, baik karya yang dihasilkan di dalam maupun luar rumah.

Dengan kesempatan tersebut perempuan akan mampu mengembangkan dirinya dan dapat menebarkan manfaat lebih luas (bukan hanya keluarganya). Namun, bagi perempuan yang memiliki suami dengan kesadaran kesetaraan gender rendah, mereka akan cenderung tidak memiliki kesempatan tersebut, kecuali, bagi mereka yang mau memperjuangkan haknya kepada suaminya.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top