Abul Aswad adalah nama kuniyah (panggilan). Sedangkan kata Ad-Duali dinisbatkan kepada kabilah Dual dari Bani Kinanah. Nama aslinya adalah Dzalam bin Amru bin Sufyan bin Jandal bin Yumar bin Duali. Abu Aswad ad-Duali lahir pada tahun 603 M di Basrah dan wafat di kota yang sama pada 69 H. Abu al-Aswad ad-Duali dilahirkan pada zaman Jahiliyah yakni setahun sebelum Hijrah, dia masuk Islam di akhir masa kenabian, namun tak sempat melihat Rasulullah saw.
Abu al-Aswad ad-Duali adalah murid sekaligus sahabat Khalifah keempat, Ali bin Abi Thalib. Abu al-Aswad dikaruniai dua anak laki-laki yaitu Atha dan Harb serta dua anak perempuan. Beliau pernah menjabat sebagai hakim di Basrah pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab (13- 23 H/634-644 M). Abu al-Aswad ad-Duali diangkat sebagai gubernur di Basrah oleh Ali bin Abi Thalib (35-41 H/656-661M). Abu al-Aswad ad-Duali pernah ikut dalam peperangan Jamal (Jumadil Akhir, tahun 36 H, berlangsung selama tujuh bulan, dalam rentang waktu itu terjadi 90 kali kontak senjata. Tanda-tanda kemenangan berada dipihak Ali bin Abi Thalib, namun pertempuran dihentikan setelah kedua kubu sepakat melakukan genjatan senjata. Hal itu terjadi pada hari Rabu, 13 hari sebelum bulan Shafar berakhir, tahun 37 H).
Sebelum Abu al-Aswad ad-Duali menggeluti ilmu nahwu, Abu al-Aswad ad-Duali adalah seorang politisi yang pernah menduduki beberapa jabatan strategis. Beliau juga pernah diutus oleh sahabat Rasulullah saw, yaitu Abdullah bin Abbas sebagai panglima perang untuk memerangi kaum Khawarij.
Abu al-Aswad ad-Duali adalah orang yang pertama mengumpulkan mushaf dan peletak kaidah-kaidah nahwu, atas rekomendasi Ali bin Abi Thalib. Sasaran pertama Abu al-Aswad ad-Duali adalah mengumpulkan mushaf-mushaf al-Quran, karena di sinilah letak kekhawatiran salah baca, Abu al-Aswad ad-Duali jugalah orang yang pertama kali merumuskan tanda-tanda baca atau rumus-rumus pembeda (diacritical marks), yang berupa titik-titik pada tulisan al-Quran dengan menggunakan tinta (berwarna merah) yang berbeda dengan tulisan pokok mushaf al-Quran (umumnya berwarna hitam) yang terjadi pada permulaan Bani Umayyah di bawah kepemimpinan Muawiyah bin Abu Sufyan (40- 60 H), Ziyad bin Abihi, seorang gubernur Basrah (55 H) telah memerintahkan kepada Abu al Aswad ad-Duali untuk menciptakan syakal-syakal guna membuktikan adanya huruf hidup namun syakal-syakal atau harakat tersebut masih berbentuk titik-titik.
Akan tetapi, Abul Aswad tidak segera memenuhi permintaan Ziyad tersebut. Ia mengulur-ulur waktu sampai akhirnya ia dikejutkan oleh pristiwa salah baca yang dialami oleh sebagian masyarakat saat itu. Sejak itu mulailah ia bekerja giat dan dengan ijtihadnya berhasil membuat tanda fathah berupa satu titik di atas huruf, kasrah berupa satu titik di bawah huruf, dhammah berupa satu titik di antara bagian yang memisahkan huruf, dan saknah berupa dua titik.
Usaha yang dirintis oleh Abu al-Aswad ini akhirnya disempurnakan oleh kedua muridnya di akhir kurun pertama Hijriyah, yaitu Nashr bin Ashim al-Laitsi (707 M), dan Yahya bin Yamur al-Udwan al-Laitsi (708 M) atas perintah al-Hajjaj bin Yusuf as-Tsaqafi 47 seorang gubernur bawahan dari Irak (694-714 M) terjadi pada masa Bani Umayyah di bawah kepemimpinan Malik bin Marwan (65-86 H/685-705 M),48 penyempurnaan terakhir terjadi pada masa permulaan Bani Abbas oleh al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi al-Busairi (170 H/786 M).
Dalam riwayat al-Zubaidi, Dijelaskan bahwa Abu al-Aswad ad-Duali dan Nashr bin Ashim al-Laitsi, Abdurrahman bin Hurmuz telah menyusun materi nahwu dalam beberapa bab yaitu: Awamil al-Rafa, al-Nashb, al-Khafad, al-Jazm, bab al-Fail, maful bihi,at-Taajjub dan al-Mudhaf. Nashr bin Ashim al-Laitsi menambahkan penyusunan ilmu nahwu yaitu: ar-Rafa, an-Nashb, al-Jar at-Tanwin, dan al-Irab.
Adapun peran Abu al-Aswad ad-Duali dalam ilmu nahwu yaitu ketika Islam datang dan menyebar ke negeri Persia dan Romawi, maka terjadilah pernikahan orang Arab dan orang Ajam, serta terjadi perdagangan, dan pendidikan, mejadikan bahasa Arab bercampur-baur dengan bahasa Ajam, orang yang fasih bahasanya menjadi jelek dan banyak terjadi salah ucap, sehingga keindahan bahasa Arab menjadi hilang. Kondisi inilah yang mendorong adanya pembuatan kaidah-kaidah yang disimpulkan dalam mengharakati bahasa Arab, sehingga muncullah ilmu yang pertama kalinya berfungsi untuk menyelamatkan bahasa Arab dari kerusakan. Para ulama memikirkan perhatian terhadap al-Quran telah mendorong mereka untuk merumuskan pengetahuan yang tekait dengan, ilmu bacaannya (ilmu qiraat), termasuk ilmu nahwu.
Selain perumusan harakat, ad-Duali juga merumuskan kaidah tata bahasa Arab dan i’rab, sehingga beliau dikenal sebagai peletak dasar ilmu i’rab dan banyak yang berguru kepadanya tentang ilmu Nahwu. Berkat kesungguhannya dalam mengajar, banyak di antara murid-muridnya yang akhirnya juga menjadi pakar dalam Ilmu Bahasa Arab seperti Abu Amru bin ‘Alaai, Al-Kholil al-Farahidi al-Bashri yang merupakan pelopor ilmu Arudh dan penulisan kamus pertama, dan masih banyak sederet nama lainnya.
Ad-Duali mengabdikan hidupnya untuk menelaah keilmuan tata bahasa Arab hingga wafatnya pada 688 M di Bashrah karena wabah pes. Waktu itu belum ada banyak tenaga medis yang mampu mengatasi korban wabah sehingga ada banyak masyarakat yang meninggal.