Sedang Membaca
Surat Cinta Muhammad Saw untuk Biara Sinai St. Catherine (628 M)
Ren Muhammad
Penulis Kolom

Ren Muhammad adalah pendiri Khatulistiwamuda dan penulis buku. Tinggal di Jakarta, menjabat Ketua Bidang Program Yayasan Aku dan Sukarno, serta Direktur Eksekutif di Candra Malik Institut.

Surat Cinta Muhammad Saw untuk Biara Sinai St. Catherine (628 M)

“Ini adalah pesan dari Muhammad ibnu Abdullah, sebagai perjanjian kepada mereka yang meyakini kekristenan, dekat dan jauh, kami bersama mereka.

Sesungguhnya aku, para sahabat, pembantu, dan pengikutku membela mereka, karena orang Kristen adalah wargaku. Demi Allah! Aku akan melawan apa pun yang tidak menyenangkan mereka.

Tidak ada paksaan pada mereka. Tidak juga para hakim atau para pendeta mereka—dihapus dari pekerjaannya dari biara mereka. Tidak ada satu pun orang bisa menghancurkan rumah agama mereka, merusaknya, atau membawa apa-apa dari situ ke rumahrumah kaum Muslim. Siapa pun yang tidak menaati ini, ia telah merusak perjanjian dengan Allah dan tidak menaati Rasul-Nya.

Sesungguhnya, mereka adalah sekutuku dan memiliki piagam aman dariku terhadap semua yang mereka benci. Tak ada yang memaksa mereka melakukan perjalanan atau mewajibkannya melawan. Umat Islam harus berjuang untuk mereka.

Jika seorang perempuan Kristen menikahi seorang Muslim, itu tidak akan terjadi tanpa persetujuannya. Ia tak boleh dicegah dari mengunjungi gerejanya untuk berdoa. Gereja-gereja mereka harus dihormati. Mereka tidak boleh dicegah dari memperbaiki (gereja)nya pun kesucian perjanjiannya. Tidak ada satu bangsa Muslim pun yang boleh melanggar perjanjian ini sampai Hari Terakhir (Kiamat).”

“This is a message from Muhammad ibn Abdullah, as a covenant to those who adopt Christianity, near and far, we are with them. Verily I, the servants, the helpers, and my followers defend them, because Christians are my citizens; and by Allah! I hold out against anything that displeases them.

No compulsion is to be on them. Neither are their judges to be removed from their jobs nor their monks from their monasteries. No one is to destroy a house of their religion, to damage it, or to carry anything from it to the Muslims’ houses. Should anyone take any of these, he would spoil God’s covenant and disobey His Prophet. Verily, they are my allies and have my secure charter against all that they hate. No one is to force them to travel or to oblige them to fight. The Muslims are to fight for them.

If a female Christian is married to a Muslim, it is not to take place without her approval. She is not to be prevented from visiting her church to pray. Their churches are to be respected. They are neither to be prevented from repairing them nor the sacredness of their covenants. No one of the nation (Muslims) is to disobey the covenant till the Last Day (end of the world).”

Per a preserved information at Sinai’s St. Catherine’s Monastery, a Patent (see above image) from Prophet Mohammed (pbuh) was given to a Chrisian delegation who visited him in Medina in 628 AD. The Patent was sealed with an imprint representing Muhammad’s hand.”

Informasi ini diawetkan di Biara Sinai St. Catherine. Paten (lihat gambar di atas) dari Nabi Muhammad Saw diberikan kepada delegasi Kristen yang mengunjunginya di Madinah pada 628 M. Paten itu disegel dengan sebuah jejak tangan beliau yang mulia.

Pohon Syahadat

Baca juga:  Ketika Ahli Kalam Membicarakan Para Pendosa

Sebagaimana manusia, tumbuhan pun berpikir, berbicara, dan bersilaturahim. Tree of Life yang digambarkan film Avatar itulah contoh termudahnya. Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu pernah bercerita, “Pada suatu hari kami dalam perjalanan bersama Rasulullah saw. Lalu seketika muncul seorang badui. Rasulullah Saw pun bertanya pada orang itu.

“Hendak ke mana engkau?”
“Menemui keluargaku,” jawabnya.
“Maukah engkau kutunjukkan suatu kebaikan?” tanya Rasulullah kemudian.
“Kebaikan apakah itu?”
“Supaya engkau merasakan mengakui tak ada tuhan selain Allah dan aku (Muhammad) adalah utusan-Nya.”
“Apa tandanya engkau utusan Allah?”
“Tandanya adalah pohon yang berada di ujung lapangan itu,” tegas Rasulullah pada si badui.

Setelah orang badui itu melihat ke arah yang ditunjuk Rasulullah saw, pohon tersebut bergerak ke kiri dan ke kanan, ke depan dan ke belakang, sehingga tercerabut akarnya. Lantas ia melompat-lompat menuju arah Rasulullah saw, dan akhirnya berdiri di hadapan Beliau yang mulia. Kemudian, dengan suara yang jelas, pohon itu berkata:

“Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad ini adalah utusan-Nya.” Syahadat tersebut diulangi pohon itu sampai tiga kali.

Menyaksikan kejadian aneh sedemikian rupa, orang badui tadi langsung mengucap dua kalimat syahadat dan memeluk Islam. Menurut riwayat (hadis) lain, seusai orang badui itu mengucap syahadat, pohon tersebut kembali ke tempat semula dan hidup sebagaimana biasa. Kisah ini diriwayatkan oleh al-Bayhaqi, al-Buzaari, dan al-Darimi, yang ia terima dari Ibnu Umar ra.

Dua riwayat sejarah di atas, bertalian benang merahnya: persaksian pada manusia dan kemanusiaan. Spirit utama agama terletak di situ. Kita sudah menyaksikan Tuhan dalam kehidupan, sebab Dia adalah segala sesuatu. Meski segala sesuatu itu bukan Dia yang sejati. Kita juga sudah menyaksikan Muhammad saw melalui akhlak mulia para alim ulama bijak bestari, pewarisnya, serta pelbagai kerja nyata mereka dalam kehidupan.

Baca juga:  Mengenang Gus Dur: Meneladani Pemikiran, Nilai, dan Melanjutkan Perjuangannya

Jika perkara persaksian ini tak jua dibereskan, Islam sebagai agama, atau agama selaku panduan hidup manusia, tinggal jadi artefak dari masa lalu yang usang berlebu.

25 Desember 1927 Saka

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top