Ucapan legendaris Nikola Tesla, “If you want to find the secret of the universe, think in terms of energy, frequency, and vibration,” memiliki daya tarik luar biasa, melampaui batas sains dan merambah ranah filosofis serta spiritual. Pernyataan ini seolah mengundang kita untuk merenungkan bahwa di balik segala fenomena fisik terdapat jaringan energi yang kompleks dan dinamis, yang tidak hanya dapat dijelaskan secara ilmiah tetapi juga diterjemahkan melalui Kebijaksanaan Abadi (Perennial Wisdom) dan ajaran Vedanta.
Kami akan menguraikan tiga pendekatan ini untuk mengungkap rahasia semesta dengan lebih mendalam.
Pemikiran visioner Tesla, harus diakui, melampaui zamannya. Meski muncul dua abad setelah era Newton, gagasan tersebut sejalan dengan prinsip Fisika Newton dan, lebih jauh lagi, menjadi fondasi yang kuat bagi Fisika Kuantum.
Cahaya, sebagai entitas fundamental, mengandung energi, frekuensi, dan vibrasi secara bersamaan. Berdasarkan “kunci” yang diberikan Tesla, memahami cahaya berarti membuka jalan untuk mengungkap misteri alam semesta.
Cahaya dalam Perspektif Ilmiah dan Spiritual
Newton, yang dikenal luas karena teorinya tentang gravitasi, sebenarnya memberikan pengaruh mendalam melalui studinya tentang cahaya. Einstein, dalam teori relativitasnya, menempatkan cahaya sebagai komponen kunci—rumus ikonik E=mc² tidak mungkin ada tanpa melibatkan kecepatan cahaya.
Lebih dari itu, cahaya menjadi pijakan penting dalam kelahiran Fisika Kuantum. Penemuan-penemuan seperti dualisme gelombang-partikel, efek fotolistrik, hingga foton membuka tabir rahasia alam semesta yang dulunya tersembunyi.
Dalam konteks spiritual, cahaya memiliki makna mendalam. Al-Qur’an menggambarkan Allah sebagai sumber cahaya yang melampaui batas-batas fisik:
“Allah adalah Cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya, seperti sebuah misykat yang di dalamnya ada pelita besar…” (QS. An-Nur: 35).
Ayat ini menekankan bahwa cahaya bukan hanya entitas fisik, tetapi juga simbol kebenaran, petunjuk, dan kehadiran Ilahi yang memancar ke seluruh penjuru alam semesta.
Hadis Qudsi juga menyebutkan tentang cahaya sebagai manifestasi kekuasaan Allah:
“Hijaab-Nya adalah cahaya. Seandainya Ia singkapkan, niscaya sinar wajah-Nya akan membakar apa saja yang dijangkau pandangan-Nya dari makhluk-makhluk-Nya.” (HR. Muslim).
Energi sebagai Medium Transformasi Kosmik
Energi adalah fondasi dari segala sesuatu, baik dalam pandangan sains maupun spiritualitas. Dalam konteks sains, teori relativitas Einstein menunjukkan bagaimana materi dan energi saling berkaitan. Semua materi, pada tingkat terdalam, adalah manifestasi dari energi yang bergerak dan berubah bentuk.
Tradisi spiritual dari berbagai budaya, seperti konsep prana dalam Hindu, chi dalam Taoisme, dan ruh dalam Islam, mengacu pada gagasan bahwa energi hidup mengalir melalui setiap aspek kehidupan. Hal ini menciptakan ketersambungan antara dimensi fisik dan metafisik, seperti yang diyakini Tesla.
Al-Qur’an menegaskan bahwa seluruh ciptaan Allah berasal dari energi kosmik yang melampaui fisik:
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan sia-sia…” (QS. Sad: 27).
Frekuensi dan Resonansi Sebagai Simfoni Ilahi
Setiap elemen di alam semesta bergetar pada frekuensinya sendiri, menciptakan resonansi yang membangun struktur kosmos. Dalam fisika, konsep ini tercermin dalam gelombang elektromagnetik dan resonansi mekanik.
Dari sudut pandang spiritual, resonansi ini adalah pengejawantahan kehendak Allah yang menyatukan alam semesta. Vibrasi primordial, seperti suara Om dalam Vedanta, mengingatkan pada hakikat penciptaan melalui firman Allah:
“Kun fayakun” (Jadilah, maka jadilah ia). (QS. Yasin: 82).
Frekuensi ini bukan hanya soal fenomena teknis, tetapi juga harmoni kosmik yang dapat ditemukan melalui pemahaman terhadap pola-pola alam semesta.
Getaran sebagai Manifestasi Kehidupan
Dalam fisika kuantum, partikel subatom terus bergerak dan bergetar, bahkan pada suhu terendah sekalipun. Dalam biologi, detak jantung manusia adalah ritme getaran yang menunjukkan keberlangsungan hidup.
Hadis Rasulullah SAW mengingatkan kita tentang “ritme” kehidupan dalam zikir:
“Perumpamaan orang yang mengingat Tuhannya dan orang yang tidak mengingat-Nya adalah seperti orang yang hidup dan orang yang mati.” (HR. Bukhari).
Zikir adalah cara manusia menyelaraskan diri dengan getaran Ilahi, melampaui batas material dunia. Tradisi spiritual lainnya, seperti meditasi atau zikrullah, menggunakan vibrasi suara untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Harmoni Universal
Nikola Tesla tidak hanya memprovokasi pemikiran ilmiah, tetapi juga membuka pintu refleksi mendalam tentang tempat manusia dalam semesta. Dengan memahami energi, frekuensi, dan getaran, kita tidak hanya mengungkap fenomena fisik tetapi juga menyentuh inti spiritualitas universal.
Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Katakanlah, perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi…” (QS. Yunus: 101).
Pendekatan sains, Perennialisme, dan Vedanta memberikan lensa multidimensional untuk melihat alam semesta sebagai jaringan harmoni, di mana manusia adalah bagian tak terpisahkan.
Tesla, melalui pandangannya, menunjukkan bahwa memahami energi dan vibrasi tidak hanya memiliki aplikasi teknologi, tetapi juga membawa manusia pada kesadaran lebih tinggi, menyatu dalam simfoni kosmik yang hanya dapat dirasakan dengan jiwa.
Masih terkait cahaya. Dalam keajaiban fertilisasi/pembuahan, terdapat sebuah fenomena yang jarang kita sadari: kilatan seng atau zinc spark. Saat sperma berhasil memasuki ovum, ion-ion seng dilepaskan dari sel telur, menciptakan kilatan cahaya mikroskopis. Ini bukan sekadar reaksi kimia, melainkan tanda awal kehidupan baru.
Temuan fenomenal di laboratorium Northwestern University oleh Teresa Woodruff beserta timnya, termasuk Alison McGinnis, yang mengintip melalui “jendela” dunia mikroskopis, berhasil menguak misteri dan keajaiban penciptaan. Apa yang mereka saksikan pada 2016 kala itu, bukan hanya sebuah ritus biologis; melainkan penemuan yang jelas mengubah cara kita memahami asal-usul kehidupan.
Kilatan seng adalah simbolisasi awal perjalanan setiap manusia. Cahaya itu seolah berkata bahwa kehidupan dimulai dengan sinar harapan, energi, dan potensi tak terbatas. Dibalik proses biologis ini, ada pesan mendalam: kita adalah keajaiban sejak detik pertama keberadaan.
Kita dilahirkan dari percikan cahaya, yang mengingatkan bahwa hidup adalah anugerah luar biasa. Fenomena ini mengajarkan kita untuk menghargai setiap langkah perjalanan hidup, sebagaimana kehidupan kita dimulai dengan secercah sinar kecil namun begitu sangat bermakna.