Sedang Membaca
Ulama Banjar (69): H. Bustani Ahmad
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Ulama Banjar (69): H. Bustani Ahmad

H. Bustani Ahmad

(L. 1920 – W. 1969)

H. Bustani Ahmad terkenal sebagai guru seni baca Alquran di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Kalimantan Selatan. Ia dilahirkan di Desa Gabah Kecamatan Barabai tahun 1920, tepatnya di Jl. Perintis Kemerdekaan, Kelurahan Barabai Darat. Di tempat tinggalnya ada gang alternatif yang bernama Gang H. Bustami sebagai kenangan masyarakat terhadap guru yang popular hanya keahlian di bidang seni baca Alquran.

Ia adalah kedua dari dua bersaudara seibu sebapa dari orang tuanya bernama H. Ahmad, yang bernama seorang perempuan dan yang kedua adalah H. Bustami sendiri. Sedangkan saudaranya yang sebapak saja masing-masing Kawat, H. Ahmad dan Abring.

Dilihat dari segi pendidikan formal menurut penuturan anaknya yang bernama H. Aswan Bustami, ayahnya itu tidak pernah mengikuti pendidikan formal seperti SD, SMP atau SMA sekarang, ia hanya mengaji kitab dengan sejumlah tokoh agama saat itu termasuk belajar seni baca Alquran tahap pemula yang berbentuk alif-lam.

Dari perkawinannya dengan Siti Salhah dianugerahi dua orang anak; Wahidah dan H. Aswan Bustami (56). Setelah kawin dan mempunyai seorang anak ia merantau ke Malaysia bernama isterinya, karena sebelumnya kakeknya pernah berada di sana. Setelah isterinya meninggal H. Bustami kawin dengan perempuan asal Malaysia yang bernama Fatimah. Ketika beberapa tahun berada di Malaysia ia gunakan kesempatan mempelajari seni baca Alquran sekaligus ikut “bakajian” dengan sejumlah qari Mesir yang ada di sana.

Baca juga:  Kiai Najmuddin Kapurejo: Kiai Tirakat, Kiai Lakon

Dari guru-gurunya inilah ia menimba pengalaman dan pengetahuan tentang seni baca Alquran, tajwid, fashahah, suara dan lagu. Ketika ia kembali ke Indonesia (Kalimantan Selatan) ia terkenal seorang qari, apalagi setelah mengikuti perlombaan membaca Alquran yang diadakan oleh Jam’iyyatul Qurra wa al-Huffaz (1953) di Jakarta, ia berhasil meraih juara pertamanya. Selain itu H. Bustami aktif mengabdikan diri mengajar dan membina masyarakat mempelajari seni baca Alquran, terutama anak dan keluarganya. Spesifikasi keahliannya bidang tajwid dengan tidak meninggalkan aspek penting lainnya seperti fashahah, suara dan lagu.

Kesempatan tersebut tidak disia-siakan masyarakat, sehingga banyak di antara mereka yang belajar dengannya, di antara anaknya sendiri Wahidah (Dra. Hj. Wahidah Arsyad) yang akhirnya berhasil meraih prestasi meraih prestasi mengangkat harum nama Kalimantan Selatan di awal-awal MTQ dilaksanakan (1968, di Makassar). Sejak itu Kalimantan Selatan mulai dikenal secara nasional sebagai ‘gudang’ qari qariah yang cukup diperhitungkan di tingkat nasional. Sehingga menjadi saingan berat daerah lain di bidang seni baca Alquran ini.

Setelah itu menurut H. Aswan Bustami murid-muridnya mengajarkan kepada orang lain dan begitu seterusnya. Karena itu katanya kemampuan masyarakat Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Masyarakat Kalimantan Selatan pada umumnya konteksnya dengan seni baca Alquran tidak bisa dipisahkan dengan jasa baik yang diberikan H. Bustami Ahmad ini. Kehebatan melantunkan kalam Ilahi dengan lagu yang menawan dan suara merdunya yang menarik pendengarnya, sehingga pernah dibuatnya rekaman, cuma kasetnya tidak terpelihara, akhirnya hilang dan tidak bisa diputar-ulang lagi.

Baca juga:  Haul Kiai Bisri Syansuri ke-43: Sang Kiai, Aktivis, dan Politisi Tingkat Tinggi

Sebagai qari dan guru seni baca Alquran, dilibatkan sebagai dewan hakim MTQ tingkat daerah, propinsi maupun nasional. Hal ini terbukti dengan ditunjuknya sebagai salah seorang anggota dewan hakim MTQ Nasional di Makassar tahun 1968 dan tahun 1969. Menjelang diadakannya Musabaqah tingkat Propinsi Kalimantan Selatan ia pernah menjadi narasumber pelatihan dewan hakim tingkat kabupaten propinsi dan nasional. Ia juga mengabdikan diri sebagai khatib Jum’at di Beberapa masjid di Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

H. Bustami Ahmad berpulang ke rahmatullah pada tahun 1969, dalam usia 49 tahun yang menurut penilaian teman sejawatnya masih dalam usia muda, meninggalkan sorang isteri keduanya. Dimakamkan di alkah umum dekat Masjid Al-Shulaha barabai Hulu Sungai Tengah.

Sumber Naskah: Tim Penulis LP2M UIN Antasari Banjarmasin dan MUI Provinsi Kalimantan Selatan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top