Guru Dzukhran panggilan akrab dari Tuan Guru H. Muhammad Dzukhran Erfan Ali yang dikenal sebagai ulama sufi, tokoh tarekat, tapi sangat ketat memegang syariat. Hampir jarang ditemukan seorang ulama penganut tasawuf falsafi atau Wujudiyah (Wihdatul Wujud) mau berpegang teguh kepada syariat. Sebaliknya, kebanyakan justru menjadi penganut yang mengabaikan atau bahkan meninggalkan syariat, karena syariat mereka anggap bisa menjadi tabir penghalang untuk menuju ke hadirat yang wajibul-wujud.
Beliau lahir, Selasa 16 Maret 1959M/5 Ramadan 1378H di desa Tambak Anyar Ilir, Martapura. Beliau merupakan anak ke 3 dari 14 bersaudara, terdiri dari 11 bersaudara seibu-sebapa, 3 bersaudara sebapa saja. Ayah beliau bernama H. Erfan bin Ali, sedangkan ibu beliau bernama Hj. Ma’ani.
Sejak kecil beliau suka menuntut ilmu terutama ilmu agama yang terdiri dari ilmu tauhid, ilmu fiqih, ilmu tasawuf, dan lain-lain. Kalau boleh dirinci lebih jauh, beliau pernah menyauk ilmu di Madrasah Ibtidaiyah Darul Aman, Tambak Anyar Ilir. Lalu beliau melanjutkan ke jenjang berikutnya Madrasah Tsanawiyah Darussalam sampai tahun 1981. Terus berlanjut ke jenjang Madrasah Aliyah pada sekolah yang sama hingga sampai tamat pada tahun 1984.
Menurut Asikin Noor beliau mempunyai guru hampir lebih 40 orang, di antaranya yang sangat dikenal adalah Tuan Guru H. Muhammad Nur (Takisung), Tuan Guru H. Abdul Latif (terkenal sebagai salah satu imam Masjid Al-Karomah, Martapura) dan Tuan Guru H. Muhammad Zaini Abdul Ghani (populer sebagai Abah Guru atau Guru Sakumpul).
Beliau juga punya seorang guru bela diri atau guru kuntao bernama Jarmin (Kai Jarmin) yang sakti mandraguna memadukan ilmu silat, amal lampah dan wirid asma dalam satu tarikan nafas. Kemudian beliau juga, kata Asikin Noor lagi memiliki ijazah dari 40 tarekat, di antaranya adalah tarekat Syadziliyyah, Baghdadiyyah, Majnuniyyah, Rahbaniyyah Bathiniyyah, Syattariyah, Qadiriyyah, Dzawqiyyah, Tijaniyah, Karkhiyyah, Balkhaiyyah, Qarniyyah, Shiddiqiyyah, Naqsyabandiyyah, Ridlaiyyah, Lathifiyyah dan Azaliyyah Farisiyyah. Mungkin karena begitu asyiknya beliau menuntut ilmu sampai hampir lupa untuk menikah. Beliau baru menikah dan berumah-tangga saat mendekati usia 60 tahun dengan menyunting Hj. Rizqa Damayanti.
Untuk menerapkan ilmu yang diperoleh beliau mendirikan PP. Ushuluddin yang terletak di Jalan Ahmad Yani Km. 43, 5 Tambak Anyar Ilir Rt.02 Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Pesantren ini didirikan pada 10 Juni 1981M/07 Rabiul Awwal 1402 H dengan visi mendidik generasi muslim/muslimah berpengetahuan luas dan mandiri. Semenjak berdiri sampai sekarang pesantren ini tetap dipimpin langsung oleh beliau sendiri dengan dibantu isteri dan para sahabatnya dan sudah berbadan hukum dengan nama Yayasan Pendidikan Islam ‘Ushuluddin’.
Dalam kesibukan yang begitu banyak beliau masih sempat menulis dengan sangat produktif beberapa kitab dan risalah dengan memakai aksara Melayu Arab dan berbahasa Banjar. Adapun kitab dan risalah karya beliau yang sempat ditemukan dan tercatat terdiri dari 52 buah berisi ilmu tasawuf, 18 buah berisi ilmu tarekat, 3 buah terkait dengan bahasa, 15 buah terkait dengan ilmu tauhid, 49 buah mengenai ilmu fiqih dan ushul fiqih, dan 8 buah mengenai ilmu-ilmu lain.
Dilihat dari karya-karya beliau nampak ajaran tasawuf sangat banyak dan dominan mewarnai hidupnya. Bisa dikatakan hal ini menunjukkan bahwa beliau seorang ulama tasawuf bahkan kata Asikin Noor beliau sebagai penganut tasawuf falsafi atau Wujudiyah yang meyakini satu dalam banyak, banyak dalam satu. Namun uniknya beliau tetap kuat memegang syariat. Bagi beliau Hakikat-Syariat tak perlu dipertentangkan secara dikotomis paradoksal, melainkan bisa dipertemukan secara integralistik yang mutual simbiotik.