Dalam Sajian Khusus edisi Rabu terakhir di bulan Februari ini Anda akan membaca esai-esai yang lugas, straightforward, dan mungkin juga terasa “menyerang”. Bahwa terang-terangan dan apa adanya iya, tapi “menyerang” itu tidak. Yang sesungguhnya ingin disajikan adalah menjelaskan tentang Wahabi, baik dari sisi sejarah, mazhab, ajaran, tokoh-tokoh, NU, Muhammadiyah, hingga kisah-kisah harian. Penting?
Penting. Sebab, makna Wahabi kian kabur, setidaknya telah berubah, seiring perubahan di negeri asalnya sana. Tidak hanya itu, Terma Wahabi kadang dipakai untuk menakut-nakuti, bahkan pecah belah untuk kepentingan politis. Di sisi lain, ada pula kelompok-kelompok Islam baru yang menolak Wahabi, tapi tata caranya, politiknya, pikirannya, Wahabi makplek. Biasanya mereka membangun narasi begini: kami Islam saja, Islam hanya satu, Islam tidak memiliki kata sifat, dan sejenisnya.
Apa agenda kami menyajikan tema ini? Dengan jelas, seperti kebanyakan muslim Indonesia yang lain, kami tidak sesuai dengan Wahabi. Wahabi sama sekali tidak cocok. Wahabi menyeragamkan pikiran, mendomestifikasi perempuan, kampanye poligami, tidak ramah budaya dan tradisi, anti perbedaan, jalan politik yang a historis, hingga mengharamkan seni yang menjadi kekayaan dan daya kreatif manusia.
Namun demikian, Wahabi harus dihadapi dalam koridor Islam, dalam etika dakwah, dalam suasana politik dan budaya Indonesia. Dari sini, kita butuh memahami dengan clear, apa itu Wahabi.
Kami berterima kasih sekali kepada para penulis yang sudah berkontribusi, meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya: Muhammad Iqbal, Nur Kholik Ridwan, Muhammad Idris, Mu’arif, M. Bagus Irawan, Ulil Abshar Abdalla, dan Ali Usman. Terima kasih dan salam takzim kami haturkan kepada para penulis dan pembaca setia ALIFID. Tak lupa, kritik dan masukan ditunggu.
Selamat membaca.
Kenapa link2nya ga disatuin disini min ? Biar enak navigasinya…