Sedang Membaca
Sabilus Salikin (143): Tata Krama Murid dan Cara Berteman Salik
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Sabilus Salikin (143): Tata Krama Murid dan Cara Berteman Salik

Jamaah Tarekat Naqsabandiyah

Tata krama murid meliputi tata krama murid terhadap mursyid, terhadap dirinya sendiri, dan terhadap sesama muslim. Tata krama murid terhadap mursyid dirangkum menjadi 14 poin di bawah ini.

  1. Memuliakan gurunya lahir bathin
  2. Yakin bahwa tujuan murid tidak tercapai jika tidak melalui wasilah guru
  3. Pasrah, taat, dan rela (rida) atas perintah guru, dengan mengerahkan kemampuannya baik harta maupun raga.

 

  1. Tidak menentang apa yang dilakukan guru, meskipun secara dzahir tampak haram, namun hendaknya harus di-ta’wil.
  2. Memilih apa yang telah dipilihkan oleh sang guru, baik segi ibadah atau kebiasaan juz-iyyah atau kulliyah

 

  1. Tidak membuka aib atau cacat guru, meskipun itu sudah tampak di antara masyarakat.
  2. Tidak menikahi wanita yang sudah pernah dicintai guru, meskipun sudah tidak menjadi istrinya baik karena thalaq maupun thalaq mati.

 

  1. Tidak meyakini terhadap kekurangan maqâm guru
  2. Meninggalkan apa yang dibenci guru, dan melakukan hal yang disukainya

 

  1. Cepat melaksanakan perintah guru tanpa menunda-nunda, tidak berhenti sebelum terlaksana perintahnya.
  2. Murid tidak berkumpul dengan guru kecuali untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT

 

  1. Tidak boleh menyembunyikan ahwal, getaran hati, masalah yang terjadi, terbukanya hati terhadap alam-alam gaib, karamah di hadapan guru.

 

  1. Tidak boleh mengambil perkataan guru di hadapan manusia kecuali menurut kadar pemahaman dan akal mereka.
  2. Menjaga rabitah guru dalam keadaan ada dan tiadanya, (Tanwîr al-Qulûb, halaman: 528-531).

Tata Krama Murid terhadap Dirinya Sendiri

  1. Merasa bahwa Allah SWT selalu mengawasinya dalam berbagai perbuatannya, agar hatinya bisa tersibukkan dengan lafal Allah, meskipun dalam keadaan sedang bekerja
  2. Bergaul dengan orang-orang yang shalih dan beretika baik, dan menjauhi orang-orang yang beretika buruk

 

  1. Meninggalkan cinta terhadap kedudukan dan kepemimpinan karena hal tersebut menjadi penghambat terhadap tarekat
  2. Tidak berlebih-lebihan dalam urusan sandang maupun pangan
Baca juga:  Sabilus Salikin (76): Cabang-cabang Tarekat Rifa'iyah

 

  1. Tidak tamak atas rizki yang ada pada orang lain
  2. Tidak tidur dalam keadaan junub
  3. Melanggengkan wudhu’ (selalu dalam keadaan suci)

 

  1. Meninggalkan tidur, terutama pada waktu sahur
  2. Meninggalkan perdebatan tentang ilmu, karena itu menyebabkan bodoh, dan lupa kepada Allah SWT

 

  1. Bergaul dengan teman-temannya ketika sedang gundah hatinya, dan berbicara tentang etika salik
  2. Tidak tertawa berlebihan

 

  1. Tidak berghibah, atau membicarakan aib orang lain, dan tidak menyebarkan adu domba
  2. Tawadhu’ terhadap orang lain, dan tidak mencintai jabatan

 

  1. Takut pada siksaan Allah Swt, dan selalu beristighfâr, serta tidak menganggap zikir dan amal perbuatan telah baik.

 

  1. Ketika berziarah kubur para wali hendaknya mengucapkan salam kepada ahli kubur dan menjaga tata krama orang berzirah, seperti menemui orang yang masih hidup, (Tanwîr al-Qulûb, halaman: 531-534).

Tata Krama Murid terhadap Teman dan Orang-orang Muslim

  1. Mengucapkan salam ketika bertemu dengan teman, dan berbicara yang baik
  2. Tawadhu’ terhadap teman-temannya, dan menganggap dirinya lebih rendah dari mereka

 

  1. Saling menolong dengan teman-temannya dalam perbuatan baik, ketaqwaan, dan cinta kepada Allah SWT
  2. Husnudzân terhadap teman-temannya

 

  1. Menerima keluhan temannya
  2. Mendamaikan teman-temannya ketika sedang bertikai atau berbeda pendapat

 

  1. Menjenguk temannya ketika sakit, dan melayat ketika ada keluarga temannya yang meninggal dunia
  2. Memenuhi janji

 

  1. Senang terhadap sesuatu yang disenangi orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
  2. Menerima alasan temannya, walaupun alasan itu bohong, (Tanwîr al-Qulûb, halaman: 535-539).

Cara Berteman bagi Salik

Dalam tarekat dan perjalanan suluk, lingkungan juga memiliki pengaruh terhadap proses suluk seorang salik, termasuk kawan yang menjadi teman pergaulan seorang salik.

Agar tujuan wushul bisa tercapai, seorang salik hendaknya memilih kawan atau teman yang memiliki karakter positif. Layaknya penjual minyak wangi, orang di sekitarnya pun turut merasakan aroma wangi dari minyak wangi yang dibawanya. Kawan yang baik adalah kawan yang bisa membantu dan memberikan motivasi positif demi perbaikan pribadi, baik keilmuan maupun lainnya.

Baca juga:  Sabilus Salikin (180): Suluk Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah

قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (مَثَلُ اْلأَخَوَيْنِ مِثْلُ الْيَدَيْنِ تَغْسِلُ إِحْدَاهُمَا اْلأُخْرَى) أَخْرَجَهُ أَبُوْ نَعِيْمٍ فِى الْحِلْيَةِ . وَقَالَ: (الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كِالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا) رواه الشيخان وغيرهما.

Rasulullah SAW bersabda: “Perumpamaan dua orang kawan adalah bagaikan dua tangan, salahsatunya membasuh yang lain”. HR. Abu Na’îm dalam kitab al-Hilyah. Beliau SAW juga bersabda: “Seorang mukmin terhadap mukmin yang lain bagaikan sebuah bangunan, sebagian yang satu menguatkan sebagian yang lain” HR. Bukhâri Muslim dan imam lainnya, (Tanwîr al-Qulûb, halaman: 535).

Pembagian Waktu Salik

Abû al-‘Abbâs al-Mursî RA berkata: “Waktu seorang hamba itu terbagi menjadi empat, tidak ada yang kelima dari waktu-waktu itu. Empat waktu itu adalah nikmat, cobaan, taat dan maksiat. Kewajibanmu dalam tiap waktu itu adalah adanya bagian ubudiyah yang dituntut oleh Allah al-Haqq.

Barang siapa ketika itu waktunya adalah taat, maka jalannya adalah menyaksikan bahwa segala anugrah itu dari Allah Swt, Dia memberi petunjuk padanya dan memberinya pertolongan untuk bisa menjalankan ketaatan itu. Barang siapa ketika itu waktunya adalah maksiat, maka tuntutan Allah SWT atas seorang hamba adalah adanya permohonan ampun dan sesal. Barangsiapa ketika itu waktunya adalah nikmat, maka jalannya adalah syukur. Syukur adalah gembiranya hati terhadap Allah SWT BaRang siapa ketika itu waktunya adalah cobaan, maka jalannya adalah ridha terhadap qadha’, dan sabar, (Syarh al-Hikam, juz 2, halaman: 37).

Baca juga:  Sabilus Salikin (137): Dalil Ruangan Tertutup Saat "Tawajjuh" Naqsyabandiyah

Oleh karena itu, hendaknya seorang salik memanfaatkan waktu yang ada dengan maksimal, yaitu mengisinya dengan aktifitas yang dapat mendekatkan dirinya pada Allah ‘azza wa jalla.

Pemanfaatan Waktu

Para ahli ilmu hakikat berkata: “Seorang shufi adalah anak waktunya”. Maksudnya bahwa seorang salik sibuk dengan apa yang lebih utama pada saat itu, melaksanakan apa yang menjadi tuntutan pada saat itu. Dikatakan juga bahwa seorang fakir (shufi) itu tidak digelisahkan dengan waktunya yang telah lalu dan tidak pula waktunya yang akan datang, tapi dia digelisahkan dengan waktunya saat itu, (al-Risâlah al-Qusyairiyah, halaman: 55).

Dengan pertolongan Allah Swt, bagilah waktumu, gunakanlah semuanya terhadap sesuatu yang pantas dengan bersungguh-sungguh untuk beribadah kepada Allah SWT Maksudnya, bagilah waktumu dengan macam-macam ibadah, jangan jadikan waktumu menganggur tanpa ada ibadah. Janganlah engkau menganggap enteng waktumu, agar engkau tidak seperti hewan-hewan ternak yang tak tahu apa yang mereka sibukkan, sehingga sia-sialah banyak waktumu terbuang percuma. Jika demikian, maka engkau benar-benar rugi, (Kifâyah al-Atqiyâ’, halaman: 43).

Wushûl

Sampainya dirimu kepada Allah SWT adalah sampainya dirimu pada pengetahuan tentang diri-Nya. Karena jika tidak demikian, maka alangkah Maha Agung Allah Swt, apabila sesuatu bisa berhubungan dengan Allah Swt, atau Allah SWT berhubungan dengan sesuatu, (Syarh al-Hikam, juz 2, halaman: 39).

Ilmu Mukasyafah

Disebutkan dalam kitab Tatarkhaniyah: ilmu mukasyafah tidak bisa diperoleh dengan cara belajar dan mengajar tetapi ilmu mukasyafah bisa berhasil dengan jalan mujahadah yang dijadikan oleh Allah SWT sebagai pendahuluan terhadap hidayah. Sebagaimana firman Allah SWT Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami, (Jâmi’ al-Ushûl fi al-Auliyâ’, halaman: 142).

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top