Sedang Membaca
Diskursus Pendidikan Islam dalam Al-Quran Menurut Prof Abdul Mu’ti
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Diskursus Pendidikan Islam dalam Al-Quran Menurut Prof Abdul Mu’ti

Img 20210415 101535 802

Di dalam Al-Quran terdapat beberapa istilah dalam diskursus pendidikan Islam. Hal ini termaktub dalam surat Al-Jumuah ayat 2. Dinyatakan dalam ayat tersebut bahwa Allah telah mengutus seorang rasul kepada masyarakat yang tidak berpendidikan, buta aksara, dan terbelakang.

Demikian disampaikan Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti secara virtual dalam Pesantren Ramadhan Majelis Telkomsel Taqwa (MTT) dan Majelis Ta’lim Telkom Grup (MTTG), pada Rabu (28/4).

Dalam menjalan tugas yang diberikan Allah, di dalam ayat 2 surat Al-Jumuah itu dijelaskan bahwa rasul melaksanakan tiga tugas utama. Pertama adalah yatlu ‘alaihim ayatihi. Artinya, membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah.

“Membaca di sini bukan sekadar secara verbal, tetapi istilah yatlu itu diambil dari kata-kata talaa yang ditafsirkan oleh Abdullah Yusuf Ali memiliki empat aspek yang ada di dalamnya. Talaa itu berarti mengikuti sesuatu dari jarak yang sangat dekat,” terang Mu’ti.

Aspek yang pertama mengandung pengertian agar umat Islam berkeinginan membaca Al-Quran sebagaimana Rasulullah membacakannya kepada para sahabat. Karena itu, kata Mu’ti, bacaan yang disampaikan harus benar.

“(Aspek) kedua adalah bagaimana kita memahami Al-Quran sebagaimana Al-Quran menjelaskan dirinya sendiri dan juga bagaimana Rasul menjelaskan mengenai makna dari Al-Quran itu. Aspek ketiga yaitu mengamalkan Al-Quran dan keempat mendakwahkan Al-Quran,” terangnya.

Baca juga:  Penting! Sayembara Menulis Berhadiah Total Puluhan Juta dan Karyanya Diterbitkan Menjadi Buku

Karena itu, yatlu ‘alaihim ayatihi memiliki pengertian sebagai ayat qauliyah yakni ayat-ayat yang terdapat di dalam Al-Quran. Namun dalam pengertian lebih luas, ayat itu juga mengandung pengertian yang bisa dibuktikan melalui panca-indera.

“Sesuatu yang observable bahkan juga empiric atau yang teramati dan bisa dibuktikan dengan pancaindera. Itulah ayat, sehingga ayat itu ada ayat tabi’iyah. Peristiwa-peristiwa yang ada di alam semesta itu merupakan ayat tabi’iyah, sehingga ada ayat-ayat yang menjelaskan tentang peristiwa-peristiwa alam, kejadian-kejadian dalam kehidupan sehari-hari yang bisa kita amati,” tutur Mu’ti.

Kemudian, ada pula yang disebut sebagai ayat kauniyah. Sebuah peristiwa yang dialami manusia, masyarakat, suatu bangsa pada masa lalu dan bahkan masa kini yang sedang dialami atau dirasakan.

“Karena itu dalam menyampaikan ayat-ayat Allah pada level pertama, ketika proses pewahyuan adalah mewahyukan ayat-ayat Al-Quran dan Rasul menyampaikan kepada kita sekalian,” jelas Guru Besar Pendidikan Agama Islam (PAI) dari Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Setelah bertugas untuk membacakan ayat-ayat Allah, Rasulullah juga memiliki tugas untuk yuzakkihim yakni membersihkan jiwa dari orang-orang yang sedang dihadapi. Mu’ti menjelaskan bahwa proses pembersihan jiwa itu terdapat dua aspek.

Pertama, membersihkan jiwa manusia dari perbuatan syirik dan kezaliman. Kedua, membersihkan jiwa manusia dari sifat-sifat tercela yang membuat manusia jatuh kepada derajat kehidupan yang serendah-rendahnya.

Baca juga:  Pegiat Seni Purbalingga Gelar “KPK Rika Ora Dewekan”

“Karena itu, fungsi yang kedua ini lebih berkaitan dengan proses pendidikan akhlak atau penanaman akhlakul karimah. Itu juga bagian dari misi utama diutusnya Rasulullah, innama buitstu li utammima makarimal akhlak,” ucap Mu’ti.

Tugas ketiga Rasulullah untuk mendidik umat adalah yu’allimuhumul kitaba wal hikmah yakni mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Sebagian mufasir, kata Mu’ti, memaknai Al-Kitab sebagai Al-Quran dan Al-Hikmah adalah As-Sunnah.

“Dalam pengertian itu, kita melihat Al-Quran dan As-Sunnah sebagai ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan hukum-hukum atau peraturan-peraturan yang berkaitan dengan semua aspek dalam kehidupan yang harus kita ikuti, baik yang berkaitan dengan ibadah, muamalah, maupun peraturan-peraturan yang ada dalam kehidupan kita,” tutur Mu’ti.

Karena itulah, ia berkesimpulan bahwa pendidikan yang dilakukan Rasulullah sebagaimana tugas yang diberikan Allah bertumpu pada aspek agar umat menjadi hamba Allah yang shalih dan taat beribadah.

“Kalau ketiga (tugas) tadi gabung, maka Rasulullah itu ditugaskan untuk mencerdaskan manusia sehingga menjadi orang-orang yang berilmu. Kemudian untuk mendidik manusia sehingga menjadi orang-orang yang berkeadaban,” jelasnya.

“(Terakhir bertugas) membimbing manusia sehingga menjadi orang-orang yang shalih, yang taat beribadah kepada Allah, yang senantiasa mematuhi perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya,” pungkas Mu’ti.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top