Kitab Nahwu yang paling populer dikaji santri adalah Matan al-Ajurumiyyah karya Abu Daud al-Shanhaji (w.723) dari kota Fas, Maroko. Kitab matan ini ringkas, padat, dan berupa karasah, namun sangat bermanfaat untuk kajian ilmu nahwu terutama bagi para pemula. Mulai bab kalam sampai mahfuzhat al-asma menjadi bahan kajian utamanya. Bahkan, sebagian besar kyai mewajibkan santrinya untuk menghapal isinya, dan dijadikan syarat untuk beralih naik tingkat ke kitab Nazham al-Ajurumiyyah karya al-Imrithi.
Pembahasan lanjut pada kajian al-Ajurumiyyah cukup menyebar. Kebanyakan berupa penjelasan (syarh) dari matan di dalamnya. Penjelasan akan maksud teks pada matan cukup urgen karena karakteristiknya yang singkat dan padat. Hal perlu dijelaskan oleh penulisnya dipaparkan dengan beragam pendekatan, namun terikat dalam konsep, definisi, contoh, atau pada beberapa struktur teks yang perlu dijelaskan.
I’rab al-Ajurumiyyah
Selain syarh, perhatian terhadap kajian teks untuk al-Ajurumiyyah disajikan dalam paparan rincian struktur teks. Kajian ini berada pada ruang i’rab untuk matan al-Ajurumiyyah. Penulis yang cukup masyhur dalam kajian ini adalah Syekh Khalid bin Abdullah al-Azhary (w. 905 H), dengan judul Busyra al-Thullab al-‘Arabiyyah bi I’rab al-Ajurumiyyah. Kitab ini ditahkik oleh al-Mu’allimi.
Al-Azhari dikenal dengan sebutan al-Waqqad, sebab ia sibuk dalam pencarian ilmu ketika usia tua. Belajar al-Qur’an, al-‘Umdah, Mukhtshar Abi Syuja’ , dan al-Minjah kepada ‘Ali Ya’isy al-Maghribi, Daud al-Maliki al-Sanhudi. Gurunya di bidang ma’ani, bayan, manthiq, ushul, sharaf, dan bahasa adalah al-Hishni dan al-Syamani. Selain guru-guru ini, tercatat al-Azhari pernah belajar kepada ulama yang lain.
Al-Azhari sangat produktif. Beberapa karya di bidang bahasa Arab adalah al-Muqaddimah al-Azhariyah fi ‘Ilm al-‘Arabiyyah, Syarh al-Ajurumiyyah, Mushil al-Thullab ila ‘Ilm al-‘Arabiyyah, Syarh Audhah al-Masalik ila Alfiyyah Ibn Malik, Syarh al-Burdah, al-Alghaz al-Nahwiyyah, dan Syarh al-Jazariyyah fi ‘Ilm al-Tajwid. Al-Azhari wafat di luar Kairo ketika pulang dari perjalanan haji.
Corak I’rab al-Ajurumiyyah
Belajar ilmu nahwu berarti belajar tentang struktur teks. Kajiannya tidak hanya mempelajari definisi, konsep, struktur, dan contoh teks. Al-Azhari memandang kajian teks pada kitab nahwu pun perlu dipelajari. Manfaatnya adalah santri dapat langsung menerapkan kaidah nahwu pada teks ilmu nahwu yang dibaca. Bahan ajar kitab al-Ajurumiyyah dikaji dan diurai struktur gramatika untuk penerapan keterampilan membaca teks yang dipaparkan di dalamnya. Hal ini akan memunculkan dua kemampuan utama yaitu pemahaman konsep teks dan mengurai struktur teks sesuai dengan teori yang dibaca.
Namun, sepertinya uraian mengenai gramatika pada kitab al-Ajurumiyyah adalah kelanjutan dari kemampuan setelah memahami konsep utama teks yaitu definisi, pembagian, konsep, dan contoh teks. Bagi pemula yang mempelajari kitab al-Ajurumiyyah tidak bisa langsung mengkaji I’rab al-Ajurumiyyah sebelum semua konsep utama teks dipelajari dengan tuntas.
Dalam pandangan al-Mu’allimi, terdapat beberapa pertimbangan urgensi i’rab al-Ajurumiyyah yang dikembangkan oleh al-Azhari. Pertama, al-Azhari menguraikannya dengan ringkas tidak panjang lebar dengan menyesuaikan metodenya pada kitab al-Ajurumiyyah dengan menghindari penjelasan yang panjang dan lebar. Kitab ini menjelaskan isi secara jelas mengenai struktur teks dengan mudah yang dapat dijamah oleh pembelajar.
Kedua, pembelajar ilmu nahwu, ketika membaca dan mempelajari kitab ini di dalamnya terkumpul pemahaman dalam satu kontruks pengetahuan yang sama pada al-Ajurumiyyah sehingga pemahamannya tidak terpisahkan. Al-Azhari memetakan dalam kitabnya alur teks setiap lafal al-Ajurumiyyah dengan teks nahwu yang ia bahas. Fakta ini menunjukkan keahlian al-Azhari yang unggul dalam bidang ini, daripada dengan cara memisahkan teks al-Ajurumiyyah dengan analisis gramatika pada kitab yang terpisah. Ketiga, al-Mu’allimi memandang bedanya metode al-Azhari dengan al-Kafrawi.
Dalam kitabnya, al-Kafrawi menulis dengan corak yang bertele-tele sehingga pemahaman pembelajar menjadi terpisah dan tidak bisa membedakan antara matan dengan struktur i’rab-nya. Ketuntasan pemahaman pembelajar menjadi tidak bersatu antara teks dengan analisis nahwu. Keempat, al-Azhari memiliki keunggulan dalam bidang ini, dalam pandangan al-Mu’allimi, dibanding dengan penulis sezamannya.
Konteks Pembelajaran Nahwu
Memperhatikan karya al-Azhari, pembelajaran nahwu menekankan pentingnya keterampilan dalam menganalisis teks setiap kalimat. Analisis teks menghendaki adanya ragam fungsi kalimat yang berada dalam alur i’rab. Pembelajaran nahwu tidak terbatas pada pemahaman mendalam mengenai konsep teks dengan ragam istilahnya. Ia melebar pada penguraian mengenai penyebutan, pemetaan, dan hubungan antara stuktur kalimat.
Corak kitab I’rab al-Ajurumiyyah menghendaki adanya gabungan pengetahuan dan keterampilan dalam analisis fungsi kalimat. Paparan i’rab yang langsung difokuskan pada matan al-Ajurumiyyah menjadi penguat pembelajar antara memahami konsep kalimat dan uraian dalam fungsi kalimat.
Misalnya, ketika disebut redaksi al-kalam huwa al-lafzh al-mufid bi al-wadh’ dalam matan al-Ajurumiyyah langsung disebutkan fungsi kalimatnya. Al-kalam (mubtada’ marfu’ bi al-dhammah), huwa (khabar al-kalam wa al-mubtada al-tsani), al-lafzh (khabar huwa), dan seterusnya. Penyandingan antara teks pada al-Ajurumiyyah dan paparan fungsi kalimat menjadi penguat dalam menyinergikan konsep dengan fungsi kalimat.
Kitab ini menyajikan corak learning by doing dalam pembelajaran nahwu. Pembelajaran untuk penguatan pengetahuan dan keterampilan fungsi kalimat disajikan dalam lingkup teks utama, tidak keluar dari teks yang dimaksud. Pendekatan pembelajaran seperti ini semakin menguatkan long term memory pada hasil pembelajaran. Sesuai dengan ungkapan aku lakukan aku bisa, kitab al-Azhari ini menyajikan warna pembahasan yang mendorong santri dapat memahami, menerapkan, dan menganalisis teks dalam ruang pemahaman yang dikaji dalam dalam ilmu nahwu. Wallahu A’lam.