Sedang Membaca
Pujangga Kesusastraan Islam Jawa (3): R. Ng Ronggowarsito III, Wirid Idajat Jati, dan Napsu
Raha Bistara
Penulis Kolom

Dosen UIN Raden Mas Said Surakarta.

Pujangga Kesusastraan Islam Jawa (3): R. Ng Ronggowarsito III, Wirid Idajat Jati, dan Napsu

Whatsapp Image 2021 11 02 At 22.55.45

Pujangga Panutup atau yang sering dikenal sebagai R.Ng Ronggowarsito III (1802-1873 M) adalah pujangga paling terkemuka dibandingkan dengan pujangga yang lain, mulai dari kakeknya buyutnya R. Ng Yasadipura I sampai dengan ayahnya R. Ng Ronggowarsito II. Ketenarannya sudah diramalkan oleh sang kakek Yasadipura II pada saat Bagus Burham berusia belia. Bahkan, sewaktu kecil Bagus Burham sudah bisa melihat dan merasakan kehadiran makhluk astral bahkan pralambang atau kejadian (peristiwa) yang akan datang.

Dilahirkan di Surakarta pada tahun 1802, Ronggowarsito tumbuh dalam lingkaran keluarga Pujangga Islam, yang mana tradisi Islam terutama kesusastraan Islam sudah melekat dalam dirinya sejak di dalam rahim sang ibu. Ronggowarsito muda menghabiskan masa mudanya dalam lingkaran dunia pesantren tepatnya di Pesantren Tegalsari Jawa Timur di bawah asuhan Maha Guru Imam Besari II yang merupakan teman sepondok kakeknya.

Semasa di pesantren Bagus Burham dikenal sebagai murid yang balelo dan bebal ditambah kejembelannya dan nakalnya ia sebagai seorang santri. Bahkan Anjar Any menuturkan bagaimana Bagus Burham susah sekali menerima pelajaran yang diajarkan oleh Kiai Imam Besari, malah, bukannya ia mendalami ilmu yang diberikan oleh sang kiai, Burham justru lebih suka main dan menyabung ayam (Anjar Any, 1980:14). Hal ini dikarenakan karena Ki Tanu sebagai pembantu sekaligus pendamping Burham di Pesantren terlalu memanjakannya.

Namun, dalam masa tertentu Bagus Burham mendapatkan wahyu kapujanggan atau sinar-ilham kepujanggaan yang merubah segala peri kehidupan sang pujangga. Bahkan sang pujangga bisa melafalkan al-Quran dengan bahasa Arab begitu indah, ditambah dengan penafsiran artinya yang memancar darinya dalam bahasa Jawa. Setelah menyelesaikan nyantrik-nya di Tegalsari, sang pujangga tidak lantas langsung kembali ke rumahnya di Pengging, melainkan ia menjadi santri lelana di beberapa pesantren Jawa Timur dan bahkan sempat berkunjung ke sebuah pertapaan pendeta Hindu di Bali.

Baca juga:  Gus Dur dan Trah Darah Biru

Pergaulan sang pujangga tidak hanya dalam lingkaran pesantren dan para pujangga keraton, namun meluas sampai ikatan profesional di luar keraton, seperti halnya dengan teman sejawatnya C. F Winter, sebagai pakar filolog kolonial yang bekerja untuk pemerintah Hindia-Belanda di Surakarta. Bahkan bagi Nancy, periode terakhir kehidupannya, pujangga terakhir ini menjembatani peralihan apa yang disebut sebagai periode tradisional ke apa yang sekarang kita sebut sebagai masa modern, yakni menjadi editor koran modern pertama di Hindia-Belanda (Nancy K. Florida, 2020:38).

Sebagai editor koran modern, tentunya sang pujangga menjadi seorang penulis yang subur, bahkan dikatakan ia telah menulis sebanyak 56 buku. Layaknya tradisi keluarga, Ronggowarsito juga menghasilkan sebuah gubahan atau terjemahan naskah klasik, seperti Kakawin Bharatayuda Kuno. Bagaimanapun naskah ambisiusnya adalah Pustaka Raja, sebuah sejarah kronologis dinasti kerajaan Jawa dari sejak dunia diciptakan sampai Keraton Surakarta pada abad ke-18. Di samping itu juga ia menulis Babad Tabel Adam yang melajak jejak asal usul masa lalu Islam dari mulai penciptaan semesta sampai dengan kisah Nabi Muhammad.

Kitab Musarar, adalah karya yang menceritakan bagaimana kependudukan manusia pertama di Jawa dan maju hingga hari kiamat. Sang pujangga juga mengarang beberapa suluk yang berisi mengenai ajaran mistik seperti Wirid Idajat Djati dan beberapa risalah mengenai perhitungan Jawa, Masehi, dan Islam. Ronggawarsita, bagaimanapun terkenal dengan ramalan-ramalan masa depan yang ditulis dalam Serat Kala Tidha, yang sampai saat ini masih banyak dibaca dari seluruh karya kesusastraan Jawa Tradisional.

Baca juga:  Zarifa Ghafari, Wali Kota Perempuan Pertama Afghanistan dan Perjuangan Melawan Patriarki

Seperti yang kita pahami bersama Serat Wirid Idajat Djati adalah serta sastra sufi yang diguratkan oleh sang pujangga di Hastana Surakarta. Seperti yang ditulis dalam halaman pertama berbunyi Serat Wirid punika babonipun saking Karaton Surakarta, sinerat Ing sastra djawi. Serat ini adalah serat wirid untuk mengetahui Yang Sejati dengan melalui piwulang atau ajaran yang harus dilalui oleh setiap insan muslim. Salah satu ajaran yang ada di dalam serat ini adalah terkait dengan nafsu.

R.Ng Ronggowarsito mengatakan napsu iku tegesepun angkara, puniko sajatosipun inggih amun satunggal, ananngin namani dados kawan sasebutan (R. Ng Ronggowarsita, 1959:20). Bagi sang pujangga nafsu itu dibaratkan suatu kejahatan, dan kejahatan itu sejatinya adalah teman yang tidak bisa dilepaskan dari diri kita, karena itu sudah manunggal dari ke-diri-an insan manusia. Bahkan sang pujangga juga membagi nafsu menjadi empat tingkatan yakni napsu Aluamah, napsu Amarah, napsu Supijah, dan napsu Mutmainah.

Napsu Aluamah adalah nafsu atau suatu keinginan yang paling mendasar dimiliki oleh setiap manusia. Nafsu ini berupa nafsu mendasar untuk memenuhi kebutuhan badaniah seperti makan dan minum. Bahkan nafsu ini cenderung membawa dampak yang buruk karena keinginan manusia untuk menguasai manusia yang lain. Secara ilmiah nafsu ini membutuhkan tanah sebagai salah satu sumber kehidupan dirinya. Maka ketika manusia tidak makan dari sumber zat tanah, ia akan meninggal.

Baca juga:  KH. Muhyidin, Kiai Kharismatik Pengawal Dakwah Islam di Dusun Nglegok

Napsu Amarah, napsu ini bagi sang pujangga adalah nafsu yang sering muncul dan datang secara tiba-tiba bahkan nafsu ini sering memprofokasi kejahatan bahkan sampai bisa menimbulkan kematian. Nafsu ini selalu mendorong diri manusia untuk melahirkan perbuatan, sikap, dan tindakan kejahatan. Nafsu ini juga dapat menguasai jiwa dan raga manusia karena adanya dorongan dari setan. Seperti yang telah difirmankan oleh Allah Swt dalam Qs Yusuf: 53 “karena sesungguhnya nafsu itu pasti akan menyuruh kepada kejahatan kecuali nafsu yang dirahmati Tuhan”.

Napsu Supijah sebagai perwujudan sahabat hidup manusia yang selalu menginginkan kemewahan dan kemegahan duniawi. Bagi sang pujangga napsu ini adalah darbe hawa murugaken murka, penginan, pakareman, kabingahan sapanunggalanipun. Secara ilmiah nafsu ini sebagai pertanda bahwa membutuhkan udara  sebagai salah satu sumber kehidupan, mereka yang tidak membutuhkan udara secara otomatis ia akan meninggal.

Terakhir adalah napsu Mutmainah sebagai perwujudan sahabat yang mengarahkan manusia untuk selalu beribadah kepada Tuhan, menjalakan perintahnya dan meninggalkan larangan-Nya. Nafsu ini disimbolkan dalam warna putih sebagai perwujudan dari putih. Dengan begitu secara esensial manusia pasti akan ada keinginan atau dorongan untuk berbuat baik dan manusia dalam perwujudannya tidak memiliki sifat jahat 100%.

Keempat nafsu ini adalah teman bagi manusia, teman yang selalu hadir karena sudah manunggal dengan manusia itu sendiri. Napsu ini akan menjadikan manusia menjadi manusia yang arif ataupun manusia yang picik, tinggal bagaimana manusia bisa atau tidaknya mengontrol nafsu yang ada di dalam dirinya sendiri.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
5
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top