Perjalanan Maroko pada perhelatan Piala Dunia 2022 menyuguhkan kisah yang begitu menarik. Tim yang berjuluk Singa Atlas tersebut telah menggoreskan tinta emas dalam sejarah persepakbolaan dunia, yaitu sebagai tim Afrika yang pertama kali lolos pada putaran semifinal. Serta menjadi satu-satunya negara Islam yang masuk pada empat besar di Piala Dunia. Tercatat pencapaian terbaik Maroko di dalam kancah Piala Dunia pernah terjadi pada tahun 1986, yaitu yang hanya mampu finish di perdelapan final.
Prestasi gemilang yang telah diraih oleh Maroko saat ini, membuat bangga banyak pihak, khususnya bangsa Arab, Benua Afrika serta negara-negara Islam lainnya. Perjalanan Maroko di Piala Dunia Qattar memiliki fakta catatan sejarah dalam perabadan Andalusia yang pernah terjadi. Dimulai dari menumbangkan Spanyol, dan Portugal, serta harus berhenti atas keunggulan juara bertahan, Prancis.
Maroko atau biasa dikenal dengan negeri Mahgribi ini terletak paling barat wilayah Afrika Utara, berbatasan dengan Samudera Atlantik dan Laut Mediterania di antara Aljazair dan Mauritania. Letak Ibu Kota-nya berada di Rabat dengan sistem pemerintahan Monarki Konstitusional Parlementer, yang dipimpin oleh seorang raja. Saat ini pemimpinnya yaitu Raja Mohammed VI. Seorang raja juga menduduki kursi pimpinan tertinggi militer dengan memegang gelar Amir al-Mukminin (pemimpin agama). Sedangkan pemerintahan dipimpin oleh perdana menteri yang ditunjuk oleh raja dari partai dengan suara terbesar di pemilu legislatif.
Penulis bukan hendak memposisikan perjalanan Maroko di lapangan hijau pada zaman sekarang, sama dengan perjalanan Maroko di medan jihad pada zaman dahulu. Sebab hal tersebut tentu sangatlah berbeda. Barangkali setiap terjadinya suatu peristiwa memiliki rentetan kisah yang hampir sama dengan yang pernah terjadi. Kisah perjalanan Maroko di Piala Dunia 2022, mengingatkan kita pada perjalanan umat muslim, khususnya Maroko (Mahgribi) di masa peradaban Andalusia.
Pada zaman dahulu orang-orang Maroko dikenal dengan sebutan Bangsa Moor. Istilah atau sebutan yang diberikan oleh kaum Nasrani di Semenanjung Iberia kepada umat Islam yang berasal dari Maroko. Bangsa Moor pernah membangun pemerintahan di Spanyol pada tahun 711 M hingga 1492 M. Pemimpin Islam yang bisa mencapai Spanyol pertama kali adalah Abd al-Rahman. Dalam periode awal sejarah, Bangsa Moor tinggal di Andalusia yang zaman dahulu meliputi wilayah Braga, Pamplona, Zaragoza, Cordoba, Granada, dan Toledo. Sekarang ini dengan seiring berkembanganya zaman wilayah Andalusia meliputi Spanyol, Portugal dan sebagian wilayah Prancis.
Kata Andalusia sendiri berasal dari bahasa Arab, ‘Al-Andalus’, yang artinya menjadi hijau setelah musim panas yang panjang (kekeringan). Dalam catatan sejarah Semenanjung Iberia telah mengatakan bahwa selama berabad-abad umat muslim pernah menguasai Spanyol. Di bumi Andalusia ini, Bangsa Moor pernah membangun berbagai istana yang mewah serta indah. Salah satunya adalah Granada di Alhambra yang dibangun pada 1238 oleh Sultan Muhammad bin al-Ahmar.
Di Andalusia, Bangsa Moor menikah dengan berbagai bangsa. Mereka memerintah dengan adil. Orang-orang Nasrani dan Yahudi juga diperlakukan dengan baik yang memiliki hak sama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga banyak dari para kaum Nasrani dan Yahudi menduduki jabatan penting di pemerintahan, bahkan sampai ada dari mereka yang memeluk agama Islam. Mereka turut diberikan izin untuk bekerja, mengelola tanah, masuk tentara, serta diberikan kebebasan untuk menjalankan ajaran agamanya masing-masing.
Peninggalan sejarah lainnya dari perdaban Islam di Andalusia, khususnya Spanyol dan Portugal dapat dilihat dari bahasanya yang diserap atas bahasa Arab. Terdapat kurang lebih ada sekitar 4.000 kosa kata bahsa Arab yang masih digunakan oleh masyarakat Spanyol dan Portugal. Hal ini disebabkan Islam telah bertahan lama di kawasan Andalusia. Contohnya kata ‘InsyaAllah’ yang diserap di dalam bahasa Portugal menjadi ‘oxala’ yang artinya ‘saya berharap’.
Kita semua sudah tahu pada Piala Dunia 2022 kali ini, Maroko mampu menaklukkan Spanyol dan Portugal, lalu dihentikan oleh Prancis. Sepeti dalam catatan sejarah pada zaman dahulu, bahwa di tahun 732 M, Bangsa Moor pernah dikalahkan oleh pasukan Prancis yang dipimpin Martel (Charlemagne). Akibatnya wilayah Prancis Selatan menghilang hingga tahun 975 M. Bangsa Moor gagal menguasai Prancis. Lalu umat Islam kembali memusatkan perhatiannya terhadap Andalusia, Spanyol Selatan, untuk membangun sebuah peradaban seperti yang sudah disinggung penulis sebelumnya.
Kekalahan kaum muslim menghadapi Prancis disebut sebagai kisah Pertempuran Tours. Pertempuran ini menyisakan kekalahan bagi umat muslim. Menurut sejarawan Inggris, Edward Gibbon, kekalahan umat muslim tersebut merupakan penyelamat nenek moyang bangsa Inggris, Prancis, dan kemegahan Roma dari kekuatan Al-Quran secara agama dan peradabannya. Pertempuran Maroko dengan Prancis pada waktu itu menurut sejarawan muslim dinamai dengan kisah Bilath Asy Syuhada (Pelataran Syuhada). Hal ini disebabkan banyaknya umat muslim yang gugur di medan perang. Panglima mereka, Abdurrahman Al Ghafiqi, salah seorang pempimpin perang yang tidak kenal takut walaupun rintangannya begitu besar, ia turut syahid di medan perang. Jumlah pasukan umat muslim waktu itu 50 ribu tentara.