Sedang Membaca
Khutbah Jumat: Indonesia Rumah Bersama
Noor Sholeh
Penulis Kolom

Penulis pernah mengajar di SMKN 2 Jepara, dan mengabdi di Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Kabupaten Jepara. Pernah juga diamanahi menjadi Ketua MWC NU Kota Jepara. Kolom Khutbah Jumat adalah kumpulan naskah-naskah yang pernah disampaikan oleh almarhum dalam mimbar Jumat. Naskah itu kini diketik ulang supaya bermanfaat dan menjadi amal jariyah yang terus mengalir. Lahu-alfaatihah..

Khutbah Jumat: Indonesia Rumah Bersama

Jama’ah sidang Jumat yang berbahagia

Pada tanggal 9 desember kemarin, sebagian di antara kita telah mengikuti kewajiban sebagai warga negara yaitu memilih kepala daerah, baik bupati maupun walikota. Apapun hasilnya, kita harus legowo menerimanya. Bagi yang menang, amanah dan janji-janji manis selama kampanye harus dipenuhi. Bagi yang kalah, hidup tidak hanya sebatas pilkada, masih ada waktu 5 tahun lagi untuk menyalonkan diri.

Namun yang perlu kita syukuri adalah Pilkada serentak pada 9 Desember 2020 kemarin berlangsung aman, damai, tertib, dan lancar. Pilkada tahun ini terlihat begitu tertib walaupun di tengah pandemi covid-19. Kasus yang terjadi beberapa tahun silam, yakni disaat Pilkada DKI Jakarta, perlu menjadi pelajaran buat kitan semua. Tidak hanya berhenti ketika pilkada DKI saja, namun juga ketika pilpres, dimana orang sibuk bertengkar, saling serang satu sama lain, bahkan banyak berita hoax bertebaran. Orang dengan mudahnya menghasut dan memfitnah demi kepentingan politik dan ideologinya masing-masing. Isu PKI di goreng, Isu SARA dihembuskan.

Banyak diantara kita yang hilang pertemanannya hanya karena berbeda pendapat atau pilihan. Namun saat ini, ketika kita bersama melihat betapa lucunya perpolitikan tanah air, ketika dua calon presiden kala itu, saat ini malah ikut menjadi bagian dari pemerintah atau menjadi Menteri. Pertanyaannya adalah, mengapa kemarin kita bertengker gara-gara beda pilihan?

Baca juga:  Azan Tujuh di Hari Jumat Masjid Tua Cirebon

Perlu khotib ingatkan, bahwa kita adalah bangsa Indonesia, yang terdiri dari beragam suku, ras, identitas, budaya, golongan, agama, yang bermacam-macam, ada sekitar 250 juta lebih warga Indonesia yang ada di negeri ini. Semuanya berbeda-beda, tidak ada yang sama. Dan semuanya itu dilindungi oleh konstitusi dan Undang-undang negara.

Oleh sebab itu, konsekuensi dari bangsa Indonesia yang beraneka ragam ini adalah harus mengikatkan diri dalam suatu persatuan yang dilukiskan dalam Bhinneka Tunggal Ika. Perbedaan bukannya untuk diruncingkan menjadi konflik dan permusuhan melainkan diarahkan pada suatu sintesa yang saling menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan bersama demi merawat dan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Hal ini selaras dengan firman Allah Swt dalam QS. Al-Hujurat ayat 13

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan

وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا

dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Sidang Jumat yang berbahagia

Negara Indonesia adalah rumah bersama bagi semua, Indonesia juga negara yang berbudaya. Kita tetap bersatu dalam perbedaan karena budaya kita adalah semangat gotong royong. Ketika terjadi musibah banjir, tanah longsor, maupun gempa, kita dengan ringan tangan membantu mereka yang sedang tertimpa musibah. Dan kita tidak menanyakan, apa agamanya, apa sukunya, apa rasnya, apa madzhabnya, dan apa etnisnya.

Baca juga:  Khutbah Jumat: Pelajaran untuk Pemerintah dan Korporasi, Indonesia Negeri Darurat Bencana

Namun kita membaur dengan tujuan yang sama, yakni kemanusiaan.

Itulah mengapa Indonesia bukan negara agama yang hanya dikuasai satu golongan, akan tetapi indonesia adalah negara yang beragama, yang perilakunya mencerminkan agamanya masing-masing. Yaitu menjaga dan merawat ikatan persaudaraan, kasih sayang dan merahmati semua.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah mengingatkan kita:

لاَتَبَاغَضُوْا

Janganlah kalian saling membenci

وَلاَ تَحَاسَدُوْا

Dan jangan saling mendengki

وَلاَ تَدَابَرُوْا

dan jangan saling membelakangi

وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَاناً.

Jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. [Muttafaq ‘Alaih].

Hadis tersebut patut kita renungkan bersama, bahwa kita adalah bangsa yang besar, negeri berpenduduk muslim yang sangat besar, mungkin terbesar di dunia. Dan Muslim Indonesia ada  di hampir seluruh sendi kehidupan di negeri ini. Mereka menjadi  pejabat pemerintah, wakil rakyat, hakim, buruh pabrik, pegawai negeri, petani, nelayan, pendidik, polisi, dan lain sebagainya. Bersama-sama kita bersaudara, sebangsa untuk membangun negeri.

Jika indonesia menjadi negeri yang demokratis, adil, dan sejahtera, kaum muslim  juga akan menikmatinya. Apa yang baik untuk Indonesia, baik pula untuk umat Islam Indonesia. Sehingga umat Islam perlu menjaga perilakunya masing-masing.

Mari kita bangun negeri ini dengan semangat gotong royong. Karena kita butuh Islam ramah, bukan Islam marah, kita butuh Islam yang merangkul, bukan Islam yang memukul. Kita butuh Islam yang santun dan menuntun, bukan Islam yang suka pentung. Peradaban Islam di bangun tidak dengan teror, melainkan dengan perdamaian dan ilmu pengetahuan.

Baca juga:  Akulturasi Islam-Hindu pada Arsitektur Masjid Agung Mataram

Semoga kita semua menjadi hamba-hamba yang selalu mendapatkan hidayah dan petunjuk dari-Nya agar kehidupan kita dipenuhi dengan kedamaian, ketentraman, keharmonisan, dan ikatan persatuan. Amin yaa Rabbal’alamin.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top