Nabi Muhammad saw merupakan sosok yang periang. Menurut kesaksian beberapa sahabatnya, Nabi selalu mudah tersenyum. Sahabat Abdullah bin Harits Ra. pernah berkata, ia tidak pernah melihat orang yang paling banyak senyumnya melebihi Nabi Muhammad saw. Sedangkan sahabat Jarir bin Abdillah ra, mengaku, selama ia masuk Islam, ia selalu melihat Nabi Muhammad saw. dalam keadaan tersenyum.
Jadi wajar saja bila banyak sahabat yang merasa begitu damai saat melihat wajah Nabi Muhammad saw Selain beliau merupakan makhluk terindah, beliau juga mudah tersenyum dan gemar bercanda. Keriangan beliau itupun tidak lantas hilang saat beliau bercengkerama dengan istri-istri beliau di rumah. Beliau tidak membawa keruwetan problematika negara dan umat, dengan berwajah murung, saat kembali ke kediaman beliau (disampaikan Gus Haqi Muhammad, Lc. Giriloyo dalam Ngaji Kitab Asy-Syamail Muhammadiyah di PP Nurul Ummah Kotagede).
Saat mengajar dan berdakwah pada para sahabatnya, Nabi juga sering tersenyum saat ada kisah-kisah yang lucu. Namun, tentu saja, candaan Nabi Muhammad merupakan kebenaran, tidak dibungkus dengan kebohongan agar mengundang tawa, dan tidak pernah menyakiti orang. Banyak hikmah yang terkandung dalam canda Nabi. Dalam tertawa, Nabi tidak berlebihan dengan tertawa terbahak-bahak, dan paling banter, beliau tersenyum sampai terlihat kedua gigi gerahamnya.
Salah satu kisah lucu yang disampaikan Nabi Muhammad dengan tersenyum, sampai terlihat kedua gigi geraham beliau adalah kisah tentang orang yang pertama kali masuk surga dan yang terakhir kali keluar dari neraka. Hadits ini dimuat oleh Imam At-Tirmidzy dalam kitab Asy-Syamail Al-Muhammadiyah bab “ma ja’a fi dhohiki Rosulillah SAW.”.
Dari sahabat Abu Dzar ra., bahwasanya Nabi Muhammad saw bersabda, “Sungguh aku mengetahui orang pertama yang masuk surga dan yang terakhir keluar dari neraka. Orang itu didatangkan pada hari kiamat”.
Kemudian dikatakan, “Tunjukkanlah padanya, dosa-dosa kecilnya!” sementara dosa-dosa besarnya disembunyikan. Lalu diucapkan padanya, “Kamu telah melakukan ini ini ini (saat masih hidup)”. Orang tersebut mengiyakan dan tidak mengingkarinya, dan ia lalu menimbang-nimbang dengan dosa-dosa besarnya (karena saking takutnya terkena adzab).
Kemudian dikatakan, “Berikanlah untuknya (pahala) kebaikan pada setiap keburukan yang pernah ia lakukan!”. Lalu orang itu berkata (setengah protes dan menyesal karena tidak mengatakan sejujurnya), “Sesungguhnya aku masih memiliki dosa yang tidak kulihat di sini!”.
Sahabat Abu Dzar Ra. berkata, “Lalu, sungguh aku melihat Rasulullah saw. tertawa sampai terlihat kedua gigi gerahamnya.”
***
Dalam hadits tersebut, orang yang disebutkan dalam hadits menyesal karena tidak mengatakan yang sejujurnya saat ditunjukkan dosa-dosanya. Ia mengira, saat dipanggil itu, ia akan disiksa. Tapi ternyata ia dipanggil justru karena dosa-dosanya akan diampuni. Kepolosan orang inilah yang membuat Nabi Muhammad saw tersenyum.
Dalam hadits tersebut, terdapat beberapa hikmah di dalamnya, selain bahwa ‘asy-syahid fil hadits’ (poin utama) dalam hadits ini adalah bagaimana tidak berlebihannya tawa Nab Muhammad saw. Dijelaskan oleh Gus Haqi Muhammad, dari kisah ini kita bisa melihat betapa maha pengasihnya Allah Swt. kepada hambanya. Untuk itu, tentu seharusnya yang kita tonjolkan dalam berprasangka terhadap Allah Swt. adalah sifat ke-maha pengasihnya- Allah, jangan berprasangka buruk kepada-Nya.
Dari hadits tersebut, juga diambil kesimpulan yang meneguhkan, bahwa “inna al-hasanata yudzhibna as-sayyi’at” (sesunggguhnya kebaikan-kebaikan itu dapat menghilangkan keburukan-keburukan). Artinya,, bila kita merasa berbuat dosa, kita mesti “menebusnya” dengan melakukan kebaikan-kebaikan. Dan kebaikan yang paling ampuh dalam melebur dosa menurut Gus Haqi dari guru-gurunya di Al-Azhar, adalah bersedekah, entah itu dengan uang maupun dengan kebaikan lainya.
Demikianlah, dari hadits ini, kita sebagai umat Islam bisa merasa bangga sekaligus bersyukur. Bagaimana kita memiliki Tuhan yang begitu maha pengasih, dan Nabi Muhammad saw sebagai teladan dan pembimbing utama kita yang periang dan mudah tersenyum saat berdakwah dan membimbing umatnya. Untuk itu, yang perlu kita lakukan adalah terus memperbaiki diri sambil terus merasa optimis dan menebar optimisme pada rahmat Allah dimana-mana. Serta, meneladani begitu periangnya Nabi dan mudahnya beliau dalam tersenyum, agar orang-orang melihat keramahan Islam dalam setiap senyum di wajah kita. Wallahu a’lam bish showab.