Munawir Aziz
Penulis Kolom

Kolumnis dan Peneliti, meriset kajian Tionghoa Nusantara dan Antisemitisme di Asia Tenggara. Kini sedang belajar bahasa Ibrani untuk studi lanjutan. Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama United Kingdom.

Gus Dur, Yahudi, dan Misi yang Belum Selesai

Hiasan Gus Dur Dikira Kotak Amal

Mengenang KH. Abdurrahman Wahid, serupa menelusuri jalan panjang kehidupan. Beliau adalah mata air keteladanan, sumber inspirasi bagi generasi muda dan pahlawan kemanusiaan. Sembilan tahun selepas wafatnya, Gus Dur masih terus diperbicangkan, karya-karyanya dikaji ulang, dan kiprahnya serupa warisan uswah bagi manusia setelahnya.

Kisah-kisah petualangan Gus Dur di dunia pesantren, mulai dari belajar hingga menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sudah banyak dikisahkan.

Juga, bagaimana beliau secara mengejutkan menjadi presiden Republik Indonesia telah dikupas dalam beberapa buku dan riset-riset akademik. Namun, selalu ada sisi menarik untuk mengisahkan Gus Dur, menyesap cerita-cerita dari kisah petualangan dan perjuangan kemanusiaannya.

Di antara sisi kontroversial Gus Dur, yakni upayanya menjalin persahabatan dengan orang-orang Yahudi. Juga, visi jangka panjangnya menjalin kerjasama ekonomi dengan Israel. Bagi Gus Dur, Israel dan orang-orang Yahudi ini menjadi titik kerjasama penting, bagi Indonesia maupun masyarakat muslim dunia. Meski demikian, upaya-upaya Gus Dur menjalin kerjasama ini, menimbulkan fitnah hingga dirinya dianggap sebagai antek Yahudi.

Dalam sebuah kesempatan, Yenni Wahid—putri Gus Dur—mengungkapkan mengapa ayahandanya bekerja sama dengan orang-orang Israel. Menurut Yenni, Israel merupakan di antara beberapa negara yang menguasai pasar ekonomi dunia. Namun, penguasaan ekonomi ini dilakukan secara terselubung, tidak terang-terangan.

Dalam menjalankan bisnisnya, pengusaha-pengusaha dari Israel menggunakan beberapa cara agar tidak terlihat sebagai kepentingan bisnis negaranya. Ini merupakan strategi dalam kontestasi ekonomi, geopolitik dan diplomasi internasional. Begitu juga di kawasan Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Jangkauan kepentingan pengusaha-pengusaha Israel juga masuk ke kawasan ini, menguasai beberapa perdagangan strategis dan sektor ekonomi kreatif.

Baca juga:  Cara Ucapkan Selamat kepada Pengantin Baru

Untuk menarik pajak dari pengusaha-pengusaha Israel ini, Gus Dur berniat melakukan kerjasama secara legal. Dengan demikian, keuntungan bisnis dari kerjasama ini, akan langsung dinikmati oleh warga Indonesia, tidak diambil alih oleh pemerintah negara lain.

“Supaya mereka (Israel) keluar, maka harus menariknya ke permukaan. Dengan adanya kerjasama, maka para pengusaha Israel tidak akan memakai tangan lain. Tapi sayang karena kebijakan itu, banyak yang menuduh ayah saya sebagai antek Yahudi. Banyak yang tidak tahu maksud dari kerjasama itu,” ungkap Yenni Wahid, sebagaimana dilansir TribunLampung (10 Maret 2013).

Namun, kerjasama Gus Dur dengan Israel dan persahabatannya dengan orang-orang Yahudi tidak sebatas kepentingan ekonomi. Ada upaya yang lebih jauh untuk misi yang belum selesai.

Misi untuk menginisiasi langkah damai dan tugas kemanusiaan di tengah konflik Israel-Palestina, terorisme, islamophobia dan pelbagai silang sengkarut masalah internasional, yang membuat Gus Dur selalu tergerak untuk berkiprah dalam diplomasi perdamaian.

Dalam kisah yang disampaikan Rabbi Abaham Cooper, Gus Dur merupakan sosok pemimpin yang mampu melihat dengan jelas, apa masalah sedang terjadi dan bagaimana menyelesaikan sengkarut problem itu. Meski Gus Dur memiliki masalah kesehatan mata, ia selalu mampu menyaksikan serta menganalisa masalah-masalah pelik secara komprehensif. Gus Dur juga cepat bertindak untuk menjalin perdamaian antar agama, lintas negara.

Baca juga:  Ketika Surga Terejawantah di Bumi

Di hadapan para pemuka lintas agama, dalam sebuah konferensi di Bali pada 2007, Gus Dur berkata tegas tentang pentingnya para pemimpin negara dan agama berkata jujur terhadap tragedi Holocaust. Di hadapan wartawan-wartawan internasional, dan juga rabbi Daniel Landes dari Jerusalem dan Sri Ravi Shankar dari Bangalore, Gus Dur membuka konferensi dengan sebuah pidato. “…..President Ahmadinejad, he is my friend but when he lies about the Nazi Holocaust, I must speak out againt him..”, demikian ucap Gus Dur, yang dituturkan rabbi Abraham Cooper (Huffington Post, 18/03/2010).

Abraham Cooper merupakan seorang rabbi Yahudi, yang berkiprah dalam pelbagai inisiasi perdamaian dunia. Ia juga menjadi pemimpin Simon Wiesenthal Center, yang pernah memberi penghargaan kemanusiaan bagi Gus Dur, atas kiprahnya dalam bidang perdamaian.

Kiprah persahabatan Gus Dur dengan orang-orang Yahudi, serta pemikirannya dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina hendaknya menjadi inspirasi, bukan caci-maki. Dalam beberapa forum diskusi dan tulisan-tulisannya, Gus Dur sering mengungkapkan pentingnya mencari jalan untuk perdamaian pada konflik Israel-Palestina.

Dalam sebuah wawancara dengan media berbasis di Israel, Haaretz, pada 07 Juli 2004, Gus Dur pernah mengungkapkan betapa ada perbedaan persepsi mengenai Islam dan status negara Israel. “Saya pikir ada kesalahan persepsi dalam konteks ketidaksetujuan Islam dengan Israel. Ini disebabkan karena propaganda Arab. Kita perlu membedakan antara Islam dan Arab,” ungkap Gus Dur.

Baca juga:  Zaman Tubuh tak lagi Ampuh

Dalam wawancara itu, Gus Dur menjelaskan betapa ada orang-orang di negerinya yang sering mengombar janji untuk membela Palestina, dengan berdiri melawan Barat. Akan tetapi, mereka sebetulnya mengais citra baik di media dengan memanfaatka isu Palestina-Israel.

Di sisi lain, Gus Dur mengungkap betapa Indonesia justru berkawan akrab dengan China dan Rusia, yang jelas memiliki garis komunis dalam konstitusinya. Dalam konteks ini, Gus Dur menegaskan, jika orang-orang Israel memiliki relasi dengan Tuhan dan agama, maka tidak ada alasan untuk melawan Israel.

All side have to do justice. Sometimes the Arabic governments act without justice, and sometimes the Israeli government acts unjustly. You have to examine yourself, and so do the Arabs, to see where you are wrong. What is more important is that you need leaders that trust the other side. With your leader against Arafat and Arafat against Israel, there is no hope. Negoitations can be held only by people that trust each other. Demikian pendapat Gus Dur (Haaretz, 07/07/2004). Perdamaian Israel dan Palestina, hanya akan terjadi jika keduanya saling percaya, bukan menyimpan dendam sebagai bara dalam dada.

Perjuangan Gus Dur masih panjang untuk mendamaikan Israel dan Palestina. Juga, pelbagai inisiasinya dalam upaya mencipta perdamaian di pelbagai belahan dunia. Kini, estafet perjuangan telah diwariskan. Gus Dur membuka jalan, generasi setelahnya yang wajib meneruskan

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top