Munawir Aziz
Penulis Kolom

Kolumnis dan Peneliti, meriset kajian Tionghoa Nusantara dan Antisemitisme di Asia Tenggara. Kini sedang belajar bahasa Ibrani untuk studi lanjutan. Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama United Kingdom.

Bergerak dengan Gagasan: Renungan Diaspora Santri

Beberapa tahun terakhir, bersama kawan-kawan saya ikut berkhidmah di jaringan PCINU (Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul ulama). Kepengurusan PCINU ini unik, karena orang-orangnya datang dan pergi. Sebagian besar mahasiswa dan komunitas akademik, sebagian yang lain pekerja professional.

Selama ini, PCINU memang menjadi ruang untuk silaturahmi antara para santri yang berdiaspora di berbagai negara. Mereka ada yang bermukim selama beberapa tahun, ada yang sudah lebih dari 20 tahun. Ceritanya berbeda-beda, sangat unik.

Sebagian dari mereka menjadi ahli di bidang robotika hingga artificial intelligence, dari pakar optik hingga biotechnology. Banyak juga yang menjadi bankir dan data saintis di jaringan bank internasional. Juga, ada beberapa diaspora santri yang menjadi professor di berbagai negara, tidak hanya bidang agama dan hukum Islam, tapi juga bidang matematika, data science dan bidang-bidang keilmuan lain.

Kita bisa sebut Prof. Hadi Susanto, yang saat ini tetap berkhidmah sebagai Plt. Rais Syuriah PCINU United Kingdom, menggantikan almarhum KH. Didiek S Wiyono, Ph.D. Prof Hadi merupakan professor matematika di Essex University United Kingdom dan Khalifa University UEA. Juga, ada Dr. Bakhtiar Hasan, Rais Syuriah PCINU Belgia yang merupakan pakar biostatistik di Union Chimique Belg (UCB) Brussels, Belgia.

Ketua PCINU Jepang, Dr.Eng. Miftakhul Huda, juga ahli nano-technology, yang telah lama berkarir di kampus dan lembaga riset beken di negeri itu. Selain nama-nama ini, ada ribuan nama lain yang masih menjadi ‘naga tidur’, yang siap dibangunkan untuk membantu Indonesia. Mereka adalah santri-santri yang khidmahnya untuk NU dan Islam Indonesia luar biasa.

Baca juga:  Asal Usul Syair Maulaya Shalli dan Ya Rabbi bil Musthafa

Kisah-kisah para diaspora santri ini menarik untuk ditelisik. Jika ada waktu yang lebih longgar, teman-teman bisa bersilaturahmi, berkunjung ke mereka satu persatu di berbagai negara untuk ngopi bareng.

Secara akademik, masih sedikit yang menulis tentang diaspora Indonesia, apalagi secara khusus kelompok santri. Setahu saya, Kang Amin Mudzakkir dan tim LIPI sedang menulis secara mendalam tentang diaspora di berbagai negara. Kolega saya, Wasisto Raharjo Jati juga menulis diaspora di Melbourne. Dan kawan-kawan lain yang menulis sebagai project riset maupun inisiatif personal.

Nah, terkait dengan PCINU dan diaspora santri, tentu saja keberada ini tidak lepas dari pergerakan para santri yang belajar di luar negeri. Jika pada masa awal banyak ke kawasan Timur Tengah, di Mesir, Arab Saudi, Irak, Maroko, Lebanon, Sudan dan negara-negara lain. Sekarang ini menyebar lebih luas di negara-negara di kawasan Australia, Eropa, Amerika dan negara-negara di Asia, semisal Jepang, Korea Selatan, Tiongkok, India, Pakistan, dan negara-negara jiran dari Indonesia.

Dari pergerakan itu, muncul PCINU yang menjadi rumah dari para santri yang bermukim di luar negeri. Gus Dur menjadi peletak dasar penggerak komunitas para santri di luar negeri, yang kemudian secara organisasi dibangun oleh Kiai Hasyim Muzadi dan diteruskan hingga sekarang di bawah kepengurusan Kiai Miftahul Ahyar- Kiai Said Aqil Siroj.

Baca juga:  Diskursus Khamr dalam Islam (4): Khamr dan Konsep Taaqquli dalam Fikih

PCINU tidak hanya menjadi organisasi keislaman, tapi meluas menjadi rumah silaturahmi untuk tetap menjaga tradisi. Selain itu, PCINU dan jaringannya di lintas negara, menjadi ruang mengabdi para diaspora ini untuk tetap terkoneksi dengan kultur dan keindonesiaan. Jadi, fungsi PCINU tidak hanya organisasi, lebih dalam sebagai ruang berbagi gagasan dan silaturami kebudayaan.

Di antara puluhan hingga ribuan santri yang bergerak melalui PCINU dan komunitas di berbagai negara, kami membangun silaturahmi gagasan untuk bersama-sama berkolaborasi.

Kami sepakat bergerak dengan gagasan, punya tujuan bersama yang disepakati. Kerja-kerja bersama yang dipersiapkan masing-masing pihak, dibangun dengan fondasi gagasan yang sama: bagaimana agar para #diasporasantri bisa lebih berkhidmah untuk NU, Indonesia dan bahkan dunia.

Dalam hampir dua tahun terakhir, pandemi membuat jaringan PCINU semakin aktif berkolaborasi. Teknologi memangkas jarak dan waktu, menjadikan silaturahmi antar negara lebih terhubung. Memang pandemi menjadi bencana secara global, tapi santri-santri di berbagai negara memaknainya menjadi lompatan untuk melakukan kebaikan, mengorganisir program dan mencipta gagasan bersama.

Program-program kolaborasi antar PCINU bisa dilihat dan dirasakan bersama saat ini. Bahkan, yang mutakhir, jaringan PCINU mendukung pendirian Nusantara Cultural Center (NCC) Brussel yang diinisiasi oleh PCINU setempat. Tentu, program-program strategis lain sudah banyak dilakukan.

Baca juga:  Membayangkan Dunia Tanpa Fakta

Tugas kami, para diaspora santri adalah terus bergerak dengan gagasan. Model bergerak yang saling menguatkan dengan sinergi-kolaborasi inilah yang menjadi energi besar dari diaspora santri terus berkhidmah untuk Nahdlatul Ulama, Indonesia dan dunia.(*)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top