Sedang Membaca
Perempuan Menulis (1): Ulama Perempuan Minangkabau yang Memilih Jomblo
Muallifah
Penulis Kolom

Muallifah, asal Sampang. Saat ini sedang menempuh pendidikan pascasarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Serta tergabung dalam komunitas PuanMenulis.

Perempuan Menulis (1): Ulama Perempuan Minangkabau yang Memilih Jomblo

Whatsapp Image 2020 11 03 At 22.55.15

Bagaimana kontribusi ulama perempuan di Indonesia? Di masa lalu  saya diperkenalkan dengan Bu Nyai di pesantren yang memiliki kontribusi besar terhadap kemajuan pesantren, dinamika pesantren, serta berada di tengah-tengah masyarakat yang ikut andil terhadap masyarakat awam yang memiliki sedikit pemahaman tentang ilmu agama.

Biasanya, ia mengajar huruf hijaiyah mulai dari alif, ba’ hingga ya’ sampai lancar membaca Al-Qur’an. Tidak jarang masyarakat yang memiliki permasalahan seputar rumah tangga, haid, perkara anak, serta masalah sosial yang biasanya ditanyakan kepada Bu Nyai. Kontribusinya dalam perihal pendidikan dan sosial membawa kemashlahatan terhadap kemajuan peradaban.

Bukan hal yang mustahil ketika Bu Nyai memiliki peran besar terhadap kemajuan pendidikan, baik pendidikan agama ataupun umum. Hal ini karena kemampuan yang dimiliki justru menjawab kegelisahan permasalahan sosial.

Perjuangan semacam itu juga tidak berbeda dilakukan oleh perempuan tanah Minangkabau yang memiliki sikap religiusitas tinggi, serta ingin mengabdikan dirinya untuk pendidikan bagi perempuan. Namanya Rahmah El-Yunusiyah, lahir pada tanggal 29 Desember 1900 M, di sebuah rumah Gadang jalan Lubuk Mata Kucing, Kanagarian Bukit Surungan Padang Panjang. Terlahir dari keluarga ulama, ayahnya seorang ulama serta ibunya yang biasa disapa Ummi Rafi’ah juga berasal dari keturunan ulama, membuat dirinya tampil sebagai perempuan yang sudah mengenyam pendidikan agama dari keluarga.

Baca juga:  Asmah Syahruni dari Rantau, Muslimat NU Penembus Batas

Rahmah menikah dengan seorang alim mubaligh pada usia 16 tahun. Suaminya bernama Haji Bahauddin Lathif dari Sumpur Padang Panjang. Namun pernikahannya hanya sampai usia 6 tahun, lalu keduanya bercerai atas kehendak kedua belah pihak. Tidak dikaruniai seorang anak, Rahmah memutuskan untuk mengabdikan dirinya dalam perjuangan pendidikan hingga akhir hayat. Bagaimana kisah perjuangannya?

1 November 1923 Rahmah bersama teman-temannya mendirikan Diniyah School Putri. Tidak hanya itu, berikut beberapa perjuangan Rahmah dalam bidang pendidikan, diantaranya:

  1. Menyesal School, yaitu sekolah yang didirikan pada tahun 1925. Sekolah ini berjalan selama tujuh tahun dengan tujuan untuk memberantas buta huruf di kalangan ibu-ibu rumah tangga.
  1. Di tahun 1935, Rahmah mendirikan tiga perguruan putri di Batavia, yaitu di Kwitang, Jatinegara dan Tanah Abang. Tiga perguruan tersebut kemudian berhenti beroperasi pada masa penjajahan Jepang.
  2. Pada tahun 1938, didirikan Yunior Institut Putri, sebuah sekolah umum setingkat dengan Sekolah Rakyat pada masa penjajahan Belanda.
  3. Sekolah DAMAI (Sekolah Dasar Masyarakat Indonesia).
  4. Islamitisch Hollandse School (HIS), sekolah dasar dengan pengantar bahasa Belanda.
  5. Kulliyatul Mu’allimin El-Islamiyah (KMI), sekolah Guru Agama Putra yang didirikan pada tahun 1940 bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan guru-guru agama putra di Sumatera Barat.
  6. Sekolah Diniyah Menengah Pertama Putri, terdiri dari tiga bagian. DMP bagian A Tiga Tahun, DMP bagian B Lima Tahun, DMP bagian C Dua Tahun. tIga sekolah ini setingkat dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan mata pelajaran pokoknya yaitu studi agam Islam dan Bahasa Arab.
  7. Akademi Diniyah Putri yang lama pendidikannya tiga tahun pada tahun 1964. Pada tanggal 22 November 1967 akademi ini dijadikan Fakultas Dirasat Islamiyah dan merupakan fakultas dari Perguruan Tinggi Diniyah Putri. Fakultas ini “diakui” sama dengan Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri (IAIN) untuk tingkat Sarjana Muda.
Baca juga:  Di Hari Bumi 22 April, Mari Kita Belajar Literasi Ekologis dari Kartini Gunung Kendeng

Perpisahan yang dialami oleh Rahmah El-Yunusiyah dengan suaminya tidak menjadikan halangan dirinya untuk terus ikut andil berjuang untuk pendidikan perempuan di masanya. Sebagai seorang ulama perempuan, dirinya fokus terhadap penyebaran ilmu agama melalui lebaga pendidikan yang didirikan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top