Sedang Membaca
Kisah Sufi Unik (22): Ahmad bin Harb Pingsan Mendengar Syahadat Orang Majusi
Mukhammad Lutfi
Penulis Kolom

Alumnus Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Humaniora UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Kisah Sufi Unik (22): Ahmad bin Harb Pingsan Mendengar Syahadat Orang Majusi

Mistikus Sufi.blogspot

Ahmad bin Harb, sosok sufi yang sangat mengutamakan laku zuhud dan wara’. Selain itu Ahmad bin Harb dikenal sebagai sosok yang kerap menjalani uzlah, selain itu ia juga dikenal sebagai perawi hadits. Ahmad bin Harb lahir tahun 164 Hijriyah di kota Merv dan meninggal pada tahun 234 Hiriyah pada usia 85 tahun.

Terkait kegemarannya ber-uzlah Fariduddin al-Atthar pernah mengisahkan, bahwa saking gemarnya uzlah Ahmad bin Harb memiliki bagunan tersendiri di samping rumahnya untuk menfasilitasi kegemarannya itu. Suatu ketika Ahmad bin Harb ingin melakukan uzlah dan qiyamu-l-lail, berangkatlah ia ke tempat pertapaannya itu. Malam itu terjadi hujan lebat. Lebatnya hujan membuat Ahmad bin Harb gelisah akan keadaan rumahnya, apakah rumahnya mengalami kebocoran atau aman-aman saja.

Ahmad bin Harb yang kepikiran kondisi rumahnya mendadak tercengang setelah mendengar suara dari tempat pertapaannya itu,”Wahai Ahmad, alangkah baiknya kau pulang, tak sepantasnya kau uzlah di sini, sementara hatimu gelisah dengan kondisi rumahmu, apakah tujuanmu ke sini untuk gelisah?” Sejak saat itu Ahmad bin Harb bertaubat dan tak akan mengulangi kegelisannya saat berada di tempat uzlah-nya.

Pada kisah yang lain Ahmad bin Harb pernah dibuat pingsan akan syahadat seorang majusi.

Alkisah Ahmad bin Harb memiliki tetangga yang menganut agama majusi, namanya Bahram. Namun nasib malang menimpa Bahram, uang Bahram yang kebetulan dibawa rekan dagangnya tiba-tiba dicuri oleh sekawanan perampok. Berita kehilangan itu pun terdengar oleh Ahmad bin Harb. Sebagai tetangga yang baik, Ahmad bin Harb dan sahabat-sahabatnya lalu mengunjungi Bahram.

Baca juga:  Potret Perjuangan Ulama (1): Rihlah dan Lelah

Sesampainya di rumah Bahram, Ahmad bin Harb dan sahabat-sahabatnya disambut dengan baik, dan Bahram mempersilahkan tamu-tamunya itu untuk duduk. Bahram menduga bahwa tamu-tamunya tentu lapar walaupun roti yang dimilikinya pasti tak mencukupi, untuk menjamu Ahmad bin Harb dan sahabat-sahabatnya. Bahram lalu menyuguhkan roti itu kepada Ahmad bin Harb beserta para sahabatnya.

“Janganlah merepotkan dirimu,” tegur Ahmad bin Harb, “Kami datang untuk menyatakan bahwa kami turut prihatin. Aku mendengar bahwa uangmu dicuri kawanan rampok.”

“Iya benar, tapi walaupun begitu aku tetap harus bersyukur kepada Tuhan atas tiga nikmat: pertama, hartaku dicuri sementara aku tak pernah mencuri milik orang lain; kedua, hartaku yang dicuri hanya sebagian, sementara aku masih memiliki sebagiannya lagi; ketiga, hartaku memang hilang, sementara agamaku tidak hilang,” tutur Bahram kepada Ahmad bin Harb.

Perkataan Bahram membuat Ahmad bin Harb kagum, lalu berkata kepada sahabatnya, “Catatlah kata-kata Bahram, karena aku merasakan semerbak keislaman dalam perkataannya.”

“Wahai Bahram! kenapa engkau menyembah api?” tanya Ahmad bin Harb.

“Aku menyembah api supaya kelak ia tak membakarku, aku juga telah memberinya minyak/bahan bakar yang banyak supaya kelak aku diampuninya, dan dapat mengantarku pada Tuhan,” tutur Bahram.

“Wahai Bahram! Engkau sangat keliru, karena api itu lemah, lagi bodoh dan tidak dapat dipercayai. Semua prasangkamu kepada api itu salah. Bukti kelemahannya adalah jikalau seorang anak kecil menyiramkan sedikit air atau melemparkan segenggam tanah kepada api itu,  niscaya ia akan padam. Sesuatu yang selemah itu, apa dapat mengantarkan engkau kepada Yang Maha Kuat? Menghalau air dan tanah saja api tak bisa,” ucap Ahmad bin Harb.

Baca juga:  Tiga Tingkatan Ulama Sufi Menurut Syekh Abdul Wahab Asy-Sya'rani

“Sementara itu bukti betapa api itu bodoh yaitu jika engkau menaburkan minyak misik dan arak, niscaya kedua-duanya akan dibakar api, sedang ia tidak tahu yang manakah yang lebih baik di antara keduanya,” Ahmad bin Harb menambahkan.

“Tujuh puluh tahun lamanya engkau menyembah api, sedang aku tidak pernah. Tapi jika kita berdua sama-sama memasukan tangan kita ke dalam api, niscaya ia akan membakar tanganku dan tanganmu. Suatu bukti bahwa api tidak setia kepadamu,” tutur Ahmad bin Harb meyakinkan Bahram.

Bahram kagum dengan penjelasan Ahmad bin Harb, namun Bahram tak mau kalah, ia pun mengajukan pertanyaan kepada Ahmad bin Harb.

“Aku akan bertanya kepadamu empat pertanyaan, jika kau bisa menjawabnya aku akan iman dan masuk agama yang kau anut,” tantang Bahram.

“Baiklah sebutkan pertanyaanmu,” tutur Ahmad bin Harb.

“Kenapa Allah menciptakan manusia? Lalu kenapa ia memberinya rizki? Lalu kenapa ia mematikannya? Lalu kenapa ia menghidupkannya?” tanya Bahram

“Allah menciptakan manusia agar manusia menyembah-Nya, memberi rizki agar manusia tahu Allah Maha Pemelihara, mematikan dan menghidupkan manusia agar mereka tahu Allah Maha Kuasa atas segalanya,” tutur Ahmad bin Harb meyakinkan Bahram.

“Baiklah aku sekarang masuk Islam,” ucap Bahram.

Ahmad bin Harb lalu meraih tangan Bahram dan menuntunnya bersyahadat. Selepas Ahmad bin Harb menuntun Bahram bersyahadat tiba-tiba Ahmad bin Harb pingsan tak sadarkan diri. Saat Ahmad bin Harb tersadar orang-orang lalu bertanya, “Kenapa engkau pingsan?”

Baca juga:  Kisah Sufi Unik (15): Azizah, Wali Perempuan Penggembala Kambing

“Ketika aku meraih tangan Bahram saat bersyahadat, tiba-tiba ada bisikan dalam diriku. Wahai Ahmad bin Harb, Bahram 70 tahun menyembah api namun berakhir mulia dengan keislamannya, dan kau 80 tahun menyembah Allah, namun kau tak tahu akhir hidupmu nanti seperti apa.” Jelas Ahmad bin Harb.

Itulah kisah Ahmad bin Harb yang dibuat pingsan oleh syahadat Bahram yang sebelumnya menganut keyakinan majusi. Wallahu A’lam.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
2
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top